Gara segera naik ke tempat tidur setelah pelayannya selesai merapikan pakaian mereka dan keluar dari kamarnya
"Gara, aku tidur di sofa aja ya." Jennie mengambil bantal dan selimut. Ia hendak tidur di sofa yang ada di kamar itu.
"Kamu tidur di sini!" Gara menepuk-nepuk kasur di sampingnya berbaring. "Naiklah!"
Laki-laki itu menatap Jennie dengan tajam seperti elang. Dia satu-satunya keturunan Haidar Mannaf yang sangat mirip dengan sang daddy.
'Astaga, aku salah memilih partner hidup. Walau pernikahan ini hanya sementara, tapi selama enam bulan aku harus mematuhi perintahnya,' ucap Jennie dalam hatinya sambil memeluk selimut dan bantal.
"Naik!" titahnya sambil berteriak.
Jennie segera naik ke tempat tidur, lalu membaringkan tubuhnya di samping sang suami. Kemudian menyelimuti tubuhnya hingga kepala.
"Siapa yang menyuruh kamu tidur?" Gara men
"Kuku kamu panjang tidak?" Gara meraih tangan istrinya untuk memeriksa kuku sang istri."Aku nggak betah kalau kuku aku panjang." Jennie menarik tangannya dengan kasar."Kenapa tanganmu dingin sekali? Apa kamu kedinginan?""Nggak," jawabnya dengan cepat.Tangannya dingin karena ia merasa gugup membayangkan malam pertama dengan suami yang tidak dicintainya."Ya sudah kalau begitu, tolong garuk punggung saya sampai saya tertidur pulas."Gara merebahkan tubuhnya, lalu membelakangi Jennie.'Astaga, aku pikir dia ingin melakukan anu,' batin Jennie sambil mengusap dadanya. "Syukurlah.""Ayo ...!" Gara semakin geram karena istrinya begitu lama. "Hanya disuruh menggaruk saja harus drama dulu," sindirnya."Iya ...."'Lagian mana mungkin dia mau melakukan itu denganku, pasti dia juga jijik sama aku.'"Biggie, kenapa kamu diam saja? Cepatlah lakukan perintah saya!""Biggie? Apa kamu memanggilku?" ta
“Maafin aku.” Jennie hendak mengompres bibir suaminya, namun Gara lagi-lagi menepisnya dengan kasar.“Tidak perlu mengurusiku karena kamu tidak ada kewajiban mengurusi suami sementara.”“Gara ….”"Kamu tenang saja! Saya tidak akan mengganggu keluargamu dan saya juga akan tetap menafkahimu seperti apa yang saya janjikan sebelumnya.”CEO dingin yang mendadak mesum itu berjalan menuju tempat tidur, lalu membaringkan tubuhnya.Jennie mengikuti suaminya sambil membawa kotak obat, lalu naik ke tempat tidur. “Gara, aku obati dulu lukamu baru kamu tidur.”“Tidak perlu!” Gara memiringkan tubuhnya membelakangi sang istri.‘Saya sudah menikahinya secara sah dan resmi, apa saya melakukan kejahatan kalau mencium istri sendiri?’ tanya Gara dalam hatinya sambil memejamkan mata.Wanita cantik itu diam-diam turun dari tempat tidur, lalu berjongkok di depa
"Itu bibir kenapa, Sayang." Sisil mendekati keponakannya sambil mengamati luka di bibir Gara."Ini akibat kelakuan istri saya. Ternyata dia sangat ganas," jawab Gara sambil terkekeh."Apa kamu memaksanya?"Laki-laki itu hanya menggaruk kepalanya sambil tersenyum kuda. Ia tidak menjawab secara rinci apa yang terjadi semalam."Aku kira anaknya si Andin cuma Bara yang menuruni kemesumam kamu," kata Aldin sambil melirik Gilang yang duduk di sampingnya. "Ternyata Gara juga." Aldin terkekeh sendiri.Gilang menepuk punggung sepupunya. "Kayak yang ngomong nggak mesum aja.""Sesama orang mesum jangan bertengkar!" kata Sisil yang membuat Naya dan Gara tertawa terbahak-bahak."Gara cepat kamu mandi! Ini udah terlalu siang. Kamu menyuruh kami ke sini, tapi kamu malah enak-enakan belah duren pagi-pagi."“Iya, Tante.”Gara segera kembali ke kamarnya untuk segera mandi dan berangkat ke kampung halaman Anisa.Saat lak
Dua jam sudah Gara melakukan perjalanan menuju tempat diadakannya akad nikah sang adik di kampung halaman calon istrinya, tapi belum sampai juga ke tempat tujuan."Yas, cari tempat makan dulu!"Gara sudah kelaparan karena tidak sarapan terlebih dulu. Biasanya ia kuat menahan lapar sampai siang hari, walau tidak sarapan."Baik, Tuan.""Nggak usah, Yas," sela Jennie.CEO dingin itu menoleh pada istrinya. Ia menatap manik mata indah itu dengan tajam."Apa kamu ingin saya mati kelaparan?""Bukan begitu suamiku," jawab Jennie dengan lembut.Wanita cantik itu mengeluarkan kotak makan untuk suaminya dari paper bag berwarna hitam. "Aku udah nyiapin makanan untuk kamu.""Kenapa kamu tiba-tiba menjadi baik? Apa kamu mempunyai rencana untuk menyingkirkan saya? Jangan-jangan makanan itu sudah ada racunnya."Gara menunjuk kotak bekal makanan yang dibawa sang istri.“Gara kenapa kamu selalu berburuk sangka sama
“Iya,” jawab wanita itu dengan lembut.Jennie menyendokkan sedikit nasi, lalu menyuapkannya ke mulut sang suami. Ia menyuapinya dengan telaten, sedikit demi sedikit, hingga nasi di kotak itu tersisa setengahnya.Laki-laki tampan itu mengambil sendok dari tangan istrinya. “Kamu juga harus makan, kalau saya mati, kamu juga harus mati.”“Ogah!” kata Jennie sambil mengunyah makanan yang dimasukkan dengan paksa oleh suaminya.“Telan dulu makananmu baru bicara.” Gara memukul kening istrinya dengan sendok bekas dia makan.“Aku udah susah-susah dandan, tapi malah digetok pakai sendok bekas. Itu ‘kan ada minyaknya,” oceh Jennie sambil mengelap keningnya dengan tisu. “Riasanku rusak deh.”Wanita itu mengerucutkan bibirnya sambil menatap tisu bekas ngelap keningnya. Bukan hanya bekas sendok kotor saja, tapi juga bedaknya ikut tersapu tisu.“
"Siapa takut!" Jennie sudah tidak takut dijebak lagi karena menurutnya pernikahannya merupakan jebakan paling licik yang dilakukan laki-laki yang menikahinya.‘Anda memang cocok dengan Nona Jennie, Tuan. Semoga dia bisa membantumu melupakan rasa sakit pengkhianatan dari adik dan kekasih anda. Saya tahu sebenarnya hati anda terluka. Terima kasih Nona Jennie, saya akan berusaha untuk membuatmu berada di samping Tuan Gara.’Di sepanjang perjalanan kedua pasangan itu selalu berdebat, tapi Yas dan sang pengawal yang mengemudikan mobilnya berpura-pura tidak mendengarnya.Mobil mewah itu berhenti di halaman rumah Anisa, begitu pun dengan dua mobil milik sang tante, mereka sampai bersama-sama di kampung halaman calon istri Bara.“Kita sudah sampai, Tuan.”Ucapan Yas menghentikan perdebatan antara suami istri yang tak kunjung usai.Pria jangkung itu menatap ke luar jendela. Benar saja mereka sudah berada di halaman rumah
“Selamat datang Kakak ipar!” Bara dan Anisa sudah menyambut kedatangan Gara dan istrinya.Jennie terbelalak saat melihat Bara. Ia mengucek matanya, lalu menoleh pada sang suami, kemudian kembali menatap Bara. “Kenapa kalian begitu mirip,” ucapnya pelan.“Karena aku saudara kembar suamimu, Kakak ipar,” jawab Bara sambil terkekeh.Anisa mengulurkan tangannya kepada Jennie. “Perkenalkan Kakak ipar, saya Anisa, calon istri Mas Bara.”Jennie menerima uluran tangan calon istri adik iparnya sambil tersenyum manis. “Salam kenal, Anisa, saya Jennie.”“Silakan masuk, Kak Jen, Mas Gara!” ucap Anisa dengan ramah sambil mundur beberapa langkah untuk memberikan jalan kepada pengantin baru itu.“Terima kasih, Anisa.” Jennie tersenyum ramah kepada Anisa sebelum mengikuti suaminya masuk ke dalam rumah sederhana itu.Mereka duduk di ruang tamu bersama dengan
"Jangan marah lagi!" Gara tersenyum sambil mengusap bibir sang istri dengan ibu jarinya setelah ia melepaskan ciuman panas yang singkat itu.'Aku benar-benar terjebak.'Ingin sekali ia menjerit dan berteriak sekencang-kencangnya, memaki sang suami, tapi apalah daya. Ia hanya bisa mengelus dada sambil mengatur napasnya untuk meredakan amarah.'Aku menyerah, nggak mau lagi mencari masalah dengannya.'"Saya yang memenangkan taruhan ini, ingat janjimu," bisik Gara sambil merapikan rambut istrinya."Tapi, nggak di depan semua orang juga kali. Aku malu," ucap Jennie pelan sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.Sejak tadi Bara dan Anisa hanya tersenyum-senyum melihat kelakuan Gara dan Jennie. Bukan hanya pasangan calon pengantin itu, tapi Andin dan Haidar pun sejak tadi memperhatikan anak dan menantunya."Aku baru melihat Gara bersikap begitu kepada perempuan. Ia terlihat bahagia bersama dengan Jennie, kehidup
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha