Dua jam sudah Gara melakukan perjalanan menuju tempat diadakannya akad nikah sang adik di kampung halaman calon istrinya, tapi belum sampai juga ke tempat tujuan.
"Yas, cari tempat makan dulu!"
Gara sudah kelaparan karena tidak sarapan terlebih dulu. Biasanya ia kuat menahan lapar sampai siang hari, walau tidak sarapan.
"Baik, Tuan."
"Nggak usah, Yas," sela Jennie.
CEO dingin itu menoleh pada istrinya. Ia menatap manik mata indah itu dengan tajam."Apa kamu ingin saya mati kelaparan?"
"Bukan begitu suamiku," jawab Jennie dengan lembut.
Wanita cantik itu mengeluarkan kotak makan untuk suaminya dari paper bag berwarna hitam. "Aku udah nyiapin makanan untuk kamu."
"Kenapa kamu tiba-tiba menjadi baik? Apa kamu mempunyai rencana untuk menyingkirkan saya? Jangan-jangan makanan itu sudah ada racunnya."
Gara menunjuk kotak bekal makanan yang dibawa sang istri.
“Gara kenapa kamu selalu berburuk sangka sama
“Iya,” jawab wanita itu dengan lembut.Jennie menyendokkan sedikit nasi, lalu menyuapkannya ke mulut sang suami. Ia menyuapinya dengan telaten, sedikit demi sedikit, hingga nasi di kotak itu tersisa setengahnya.Laki-laki tampan itu mengambil sendok dari tangan istrinya. “Kamu juga harus makan, kalau saya mati, kamu juga harus mati.”“Ogah!” kata Jennie sambil mengunyah makanan yang dimasukkan dengan paksa oleh suaminya.“Telan dulu makananmu baru bicara.” Gara memukul kening istrinya dengan sendok bekas dia makan.“Aku udah susah-susah dandan, tapi malah digetok pakai sendok bekas. Itu ‘kan ada minyaknya,” oceh Jennie sambil mengelap keningnya dengan tisu. “Riasanku rusak deh.”Wanita itu mengerucutkan bibirnya sambil menatap tisu bekas ngelap keningnya. Bukan hanya bekas sendok kotor saja, tapi juga bedaknya ikut tersapu tisu.“
"Siapa takut!" Jennie sudah tidak takut dijebak lagi karena menurutnya pernikahannya merupakan jebakan paling licik yang dilakukan laki-laki yang menikahinya.‘Anda memang cocok dengan Nona Jennie, Tuan. Semoga dia bisa membantumu melupakan rasa sakit pengkhianatan dari adik dan kekasih anda. Saya tahu sebenarnya hati anda terluka. Terima kasih Nona Jennie, saya akan berusaha untuk membuatmu berada di samping Tuan Gara.’Di sepanjang perjalanan kedua pasangan itu selalu berdebat, tapi Yas dan sang pengawal yang mengemudikan mobilnya berpura-pura tidak mendengarnya.Mobil mewah itu berhenti di halaman rumah Anisa, begitu pun dengan dua mobil milik sang tante, mereka sampai bersama-sama di kampung halaman calon istri Bara.“Kita sudah sampai, Tuan.”Ucapan Yas menghentikan perdebatan antara suami istri yang tak kunjung usai.Pria jangkung itu menatap ke luar jendela. Benar saja mereka sudah berada di halaman rumah
“Selamat datang Kakak ipar!” Bara dan Anisa sudah menyambut kedatangan Gara dan istrinya.Jennie terbelalak saat melihat Bara. Ia mengucek matanya, lalu menoleh pada sang suami, kemudian kembali menatap Bara. “Kenapa kalian begitu mirip,” ucapnya pelan.“Karena aku saudara kembar suamimu, Kakak ipar,” jawab Bara sambil terkekeh.Anisa mengulurkan tangannya kepada Jennie. “Perkenalkan Kakak ipar, saya Anisa, calon istri Mas Bara.”Jennie menerima uluran tangan calon istri adik iparnya sambil tersenyum manis. “Salam kenal, Anisa, saya Jennie.”“Silakan masuk, Kak Jen, Mas Gara!” ucap Anisa dengan ramah sambil mundur beberapa langkah untuk memberikan jalan kepada pengantin baru itu.“Terima kasih, Anisa.” Jennie tersenyum ramah kepada Anisa sebelum mengikuti suaminya masuk ke dalam rumah sederhana itu.Mereka duduk di ruang tamu bersama dengan
"Jangan marah lagi!" Gara tersenyum sambil mengusap bibir sang istri dengan ibu jarinya setelah ia melepaskan ciuman panas yang singkat itu.'Aku benar-benar terjebak.'Ingin sekali ia menjerit dan berteriak sekencang-kencangnya, memaki sang suami, tapi apalah daya. Ia hanya bisa mengelus dada sambil mengatur napasnya untuk meredakan amarah.'Aku menyerah, nggak mau lagi mencari masalah dengannya.'"Saya yang memenangkan taruhan ini, ingat janjimu," bisik Gara sambil merapikan rambut istrinya."Tapi, nggak di depan semua orang juga kali. Aku malu," ucap Jennie pelan sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.Sejak tadi Bara dan Anisa hanya tersenyum-senyum melihat kelakuan Gara dan Jennie. Bukan hanya pasangan calon pengantin itu, tapi Andin dan Haidar pun sejak tadi memperhatikan anak dan menantunya."Aku baru melihat Gara bersikap begitu kepada perempuan. Ia terlihat bahagia bersama dengan Jennie, kehidup
"Bukan begitu, Sayang?" Bara tersenyum sambil mengedipkan matanya. "Kopi hitam berbekas tanda cinta di perut saya. Apa kamu sudah lupa?""Apaan? Nggak ada ya, kamu tuh lebay banget, Garangan." Jennie mengusap wajah suaminya dengan telapak tangan. "Masa iya cuma kesiram gitu doang jadi berbekas, waktu itu kamu 'kan pakai baju.""Songong!" Gara menyentil kening istrinya dengan keras. 'Wanita ini tidak bisa dijinakkan,' ucap Gara dalam hatinya karena sang istri sama sekali tidak menjaga sikapnya."Sakit ...!" Jennie mengusap keningnya sambil beringsut menjauhi Gara. "Benjolku baru sembuh.""Benjol kenapa?" tanya sang mommy yang baru datang sambil membawa minuman untuk keluarganya.Gara menatap tajam sang istri, mengisyaratkan agar wanita itu tidak menceritakan tentang kejadian ketika di perjalanan pulang dari KUA."Nanti aku ceritain, Mom." Jennie tersenyum sambil melirik suaminya."Kalian ini pakai gaya apaan sih? Abis malam perta
"Mom, aku ke depan duluan ya," izinnya kepada sang mertua sambil membawa secangkir kopi hitam untuk sang suami."Iya, Sayang."‘Mertuaku baik banget, tapi sayangnya aku hanya sementara menjadi menantunya. Selama enam bulan ke depan aku akan berusaha menjadi menantu yang baik,’ ucap Jennie dalam hati sambil tersenyum.Ia berjalan sambil tersenyum-senyum, walau suaminya sangat menyebalkan, tapi ia bersyukur keluarga suaminya sangat baik, walaupun mereka tahu tentang pernikahannya dengan Gara hanya sebuah kesepakatan.“Ini kopinya suamiku.” Jennie memberikan cangkir kopi itu kepada suaminya.Gara menerima cangkir kopi itu sambil tersenyum. “Terima kasih, Biggie.”“Sama-sama, Garangan.”“Kopi buatanmu sangat nikmat, istriku. Ternyata ada yang bisa dibanggakan darimu.”Jennie memelototi suaminya sambil bertolak pinggang.“Kak Jen, kita jalan-jalan di sekitar si
"Jangan kasihani aku, Anisa! Aku nggak suka dikasihani.""Bukan seperti itu. Aku juga dulu hidup sebatang kara setelah ibuku meninggal. Aku hidup susah di ibukota karena keluarga ayahku nggak mengakui aku dan ibuku karena kami orang miskin."Jennie menoleh pada Anisa sambil tersenyum. "Ternyata kita senasib, pernah hidup susah bahkan untuk makan saja harus bekerja keras dulu, kalau hari ini nggak kerja ya nggak makan.""Benar. Beruntung aku ketemu Mas Gara, dia memberiku tempat tinggal dan mencarikanku pekerjaan. Kak Jen beruntung mempunyai suami seperti Mas Gara. Dia laki-laki yang baik.""Anisa, aku sudah tahu dari tante Sisil tentang hubungan kalian. Aku dan Gara menikah karena kesepakatan.""Sejak dulu aku menganggapnya sebagai penyelamatku. Aku berharap Kak Jen dan Mas Gara selalu bersama. Kakak sangat cocok dengannya. Hanya dengan Kakak dia bisa tertawa lepas seperti itu. Selama aku mengenalnya dia tidak pernah terlihat sebahagia saat bersama
Jennie menoleh ke belakang dan ternyata laki-laki jangkung yang sudah menjadi suaminya datang menyusul bersama dengan adik kembarnya."Kalian kenapa ke sini? Apa kamu takut calon istrimu kabur?" tanya Jennie kepada adik iparnya."Dia nggak akan bisa kabur dari hatiku, Kak. Aku sudah mengikat erat Anisa di dalam hati ini," jawab Bara sambil menunjuk dadanya dengan jari telunjuknya. "Yang takut itu Bang Gara, dia takut istrinya kabur."Bara menoleh pada sang kakak sambil terkekeh. "Kalau suka jangan diam aja, Bang!""Dia tidak akan bisa kabur dari saya!" kata Gara."Kamu benar, aku nggak bisa kabur dari manusia licik kayak kamu," ucap Jennie dengan sinis.Gara melangkah mendekati Jennie. "Istri yang baik." Laki-laki itu mengacak-acak rambut istrinya sambil tersenyum.Jennie menepis tangan suaminya dengan kasar. "Gara, berilah aku waktu sedikit aja untuk tidak melihat wajahmu. Aku benci banget sama kamu.""Nanti malam saya akan me