“Selamat datang Kakak ipar!” Bara dan Anisa sudah menyambut kedatangan Gara dan istrinya.
Jennie terbelalak saat melihat Bara. Ia mengucek matanya, lalu menoleh pada sang suami, kemudian kembali menatap Bara. “Kenapa kalian begitu mirip,” ucapnya pelan.
“Karena aku saudara kembar suamimu, Kakak ipar,” jawab Bara sambil terkekeh.
Anisa mengulurkan tangannya kepada Jennie. “Perkenalkan Kakak ipar, saya Anisa, calon istri Mas Bara.”
Jennie menerima uluran tangan calon istri adik iparnya sambil tersenyum manis. “Salam kenal, Anisa, saya Jennie.”
“Silakan masuk, Kak Jen, Mas Gara!” ucap Anisa dengan ramah sambil mundur beberapa langkah untuk memberikan jalan kepada pengantin baru itu.
“Terima kasih, Anisa.” Jennie tersenyum ramah kepada Anisa sebelum mengikuti suaminya masuk ke dalam rumah sederhana itu.
Mereka duduk di ruang tamu bersama dengan
"Jangan marah lagi!" Gara tersenyum sambil mengusap bibir sang istri dengan ibu jarinya setelah ia melepaskan ciuman panas yang singkat itu.'Aku benar-benar terjebak.'Ingin sekali ia menjerit dan berteriak sekencang-kencangnya, memaki sang suami, tapi apalah daya. Ia hanya bisa mengelus dada sambil mengatur napasnya untuk meredakan amarah.'Aku menyerah, nggak mau lagi mencari masalah dengannya.'"Saya yang memenangkan taruhan ini, ingat janjimu," bisik Gara sambil merapikan rambut istrinya."Tapi, nggak di depan semua orang juga kali. Aku malu," ucap Jennie pelan sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.Sejak tadi Bara dan Anisa hanya tersenyum-senyum melihat kelakuan Gara dan Jennie. Bukan hanya pasangan calon pengantin itu, tapi Andin dan Haidar pun sejak tadi memperhatikan anak dan menantunya."Aku baru melihat Gara bersikap begitu kepada perempuan. Ia terlihat bahagia bersama dengan Jennie, kehidup
"Bukan begitu, Sayang?" Bara tersenyum sambil mengedipkan matanya. "Kopi hitam berbekas tanda cinta di perut saya. Apa kamu sudah lupa?""Apaan? Nggak ada ya, kamu tuh lebay banget, Garangan." Jennie mengusap wajah suaminya dengan telapak tangan. "Masa iya cuma kesiram gitu doang jadi berbekas, waktu itu kamu 'kan pakai baju.""Songong!" Gara menyentil kening istrinya dengan keras. 'Wanita ini tidak bisa dijinakkan,' ucap Gara dalam hatinya karena sang istri sama sekali tidak menjaga sikapnya."Sakit ...!" Jennie mengusap keningnya sambil beringsut menjauhi Gara. "Benjolku baru sembuh.""Benjol kenapa?" tanya sang mommy yang baru datang sambil membawa minuman untuk keluarganya.Gara menatap tajam sang istri, mengisyaratkan agar wanita itu tidak menceritakan tentang kejadian ketika di perjalanan pulang dari KUA."Nanti aku ceritain, Mom." Jennie tersenyum sambil melirik suaminya."Kalian ini pakai gaya apaan sih? Abis malam perta
"Mom, aku ke depan duluan ya," izinnya kepada sang mertua sambil membawa secangkir kopi hitam untuk sang suami."Iya, Sayang."‘Mertuaku baik banget, tapi sayangnya aku hanya sementara menjadi menantunya. Selama enam bulan ke depan aku akan berusaha menjadi menantu yang baik,’ ucap Jennie dalam hati sambil tersenyum.Ia berjalan sambil tersenyum-senyum, walau suaminya sangat menyebalkan, tapi ia bersyukur keluarga suaminya sangat baik, walaupun mereka tahu tentang pernikahannya dengan Gara hanya sebuah kesepakatan.“Ini kopinya suamiku.” Jennie memberikan cangkir kopi itu kepada suaminya.Gara menerima cangkir kopi itu sambil tersenyum. “Terima kasih, Biggie.”“Sama-sama, Garangan.”“Kopi buatanmu sangat nikmat, istriku. Ternyata ada yang bisa dibanggakan darimu.”Jennie memelototi suaminya sambil bertolak pinggang.“Kak Jen, kita jalan-jalan di sekitar si
"Jangan kasihani aku, Anisa! Aku nggak suka dikasihani.""Bukan seperti itu. Aku juga dulu hidup sebatang kara setelah ibuku meninggal. Aku hidup susah di ibukota karena keluarga ayahku nggak mengakui aku dan ibuku karena kami orang miskin."Jennie menoleh pada Anisa sambil tersenyum. "Ternyata kita senasib, pernah hidup susah bahkan untuk makan saja harus bekerja keras dulu, kalau hari ini nggak kerja ya nggak makan.""Benar. Beruntung aku ketemu Mas Gara, dia memberiku tempat tinggal dan mencarikanku pekerjaan. Kak Jen beruntung mempunyai suami seperti Mas Gara. Dia laki-laki yang baik.""Anisa, aku sudah tahu dari tante Sisil tentang hubungan kalian. Aku dan Gara menikah karena kesepakatan.""Sejak dulu aku menganggapnya sebagai penyelamatku. Aku berharap Kak Jen dan Mas Gara selalu bersama. Kakak sangat cocok dengannya. Hanya dengan Kakak dia bisa tertawa lepas seperti itu. Selama aku mengenalnya dia tidak pernah terlihat sebahagia saat bersama
Jennie menoleh ke belakang dan ternyata laki-laki jangkung yang sudah menjadi suaminya datang menyusul bersama dengan adik kembarnya."Kalian kenapa ke sini? Apa kamu takut calon istrimu kabur?" tanya Jennie kepada adik iparnya."Dia nggak akan bisa kabur dari hatiku, Kak. Aku sudah mengikat erat Anisa di dalam hati ini," jawab Bara sambil menunjuk dadanya dengan jari telunjuknya. "Yang takut itu Bang Gara, dia takut istrinya kabur."Bara menoleh pada sang kakak sambil terkekeh. "Kalau suka jangan diam aja, Bang!""Dia tidak akan bisa kabur dari saya!" kata Gara."Kamu benar, aku nggak bisa kabur dari manusia licik kayak kamu," ucap Jennie dengan sinis.Gara melangkah mendekati Jennie. "Istri yang baik." Laki-laki itu mengacak-acak rambut istrinya sambil tersenyum.Jennie menepis tangan suaminya dengan kasar. "Gara, berilah aku waktu sedikit aja untuk tidak melihat wajahmu. Aku benci banget sama kamu.""Nanti malam saya akan me
Hari sudah semakin sore, kabut pun sudah terlihat semakin tebal. Udara makin terasa dingin sampai menusuk tulang.Jennie mengusap-usap lengannya karena sudah mulai kedinginan."Biggie, ayo kita pulang!""Kamu pulang duluan aja, aku ingin menghirup udara segar di sini. Jarang-jarang di ibukota mendapatkan udara sebersih ini."Walau sudah merasa kedinginan ia tidak mau pulang. Pemandangan itu sangat langka baginya.Memandang pegunungan dan menghirup udara segar di daerah itu membuat Jennie lebih tenang. Sejenak melupakan permasalahan hidupnya.Bukannya menuruti perintah istrinya, Gara malah menyelimuti istrinya dengan sweter tebal yang ia bawa.Kemudian laki-laki itu memeluk istrinya dari belakang. "Sebagai suami yang baik, saya akan membantu menghangatkanmu," bisiknya.Wanita itu hanya bisa mengembuskan napasnya dengan kasar. Ia tidak mau berontak karena semua akan sia-sia saja.Ia membiarkan tubuh kekar suami
Jennie hanya diam saja mendengar ucapan sang suami, ia bingung harus percaya atau tidak. Gara sudah terlalu sering membohonginya, jadi ia tidak mau kena tipu laki-laki itu lagi.Ia tidak mau terlalu berharap dengan hubungannya dengan sang suami. Yang akan dilakukannya adalah mencoba menekan perasaannya supaya tidak jatuh cinta kepada laki-laki itu.Namun, sikap Gara semakin tidak bisa ditebak. Laki-laki itu kadang bersikap seperti suami sesungguhnya, tapi terkadang membahas kesepakatan pernikahan.Dan tidak jarang juga ia selalu menjahilinya dan mempermalukan dirinya, hingga Jennie tidak bisa percaya begitu saja.Gara menautkan jari-jatinya pada jemari sang istri. "Ayo kita pulang! Udaranya sudah semakin dingin."Wanita cantik yang sejak tadi hanya diam saja itu berjalan mengikuti suaminya. Bahkan ia tidak berontak saat sang suami memperlakukannya seperti seorang kekasih.'Biarlah, aku nikmati kebersamaan ini. Seenggaknya kalau kami be
Jennie membuka kopernya, lalu mengambil celana jeans dan kaus, tidak lupa ia mengambil pakaian dalam, dan juga peralatan mandi."Gara ... apa kamu bisa tolong aku untuk mengantarku ke kamar mandi. Aku nggak tahu di mana.""Ayo!" Tanpa menolak ataupun berkata kasar seperti biasanya, laki-laki itu langsung mau menolong istrinya.Ia berjalan lebih dulu, lalu sang istri mengikutinya dari belakang sambil membawa pakaian ganti dan peralatan mandi."Ini kamar mandinya! Jangan lupa dikunci! Di sini bukan hanya ada kita saja.""Terima kasih, suamiku," ucap Jennie dengan tulus sambil tersenyum ketika sudah berada di dalam kamar mandi.Gara membalasnya dengan senyuman manis tanpa berkata-kata."Ya sudah kamu pergi sana!""Jangan lama-lama mandinya, nanti kamu kedinginan!""Iya." Jennie segera menutup pintu kamar mandi.'Aku curiga kalau dia bersikap terlalu manis kayak gini, nggak kayak biasanya. Jangan-jangan ada keju