"Mom, aku ke depan duluan ya," izinnya kepada sang mertua sambil membawa secangkir kopi hitam untuk sang suami.
"Iya, Sayang."
‘Mertuaku baik banget, tapi sayangnya aku hanya sementara menjadi menantunya. Selama enam bulan ke depan aku akan berusaha menjadi menantu yang baik,’ ucap Jennie dalam hati sambil tersenyum.
Ia berjalan sambil tersenyum-senyum, walau suaminya sangat menyebalkan, tapi ia bersyukur keluarga suaminya sangat baik, walaupun mereka tahu tentang pernikahannya dengan Gara hanya sebuah kesepakatan.
“Ini kopinya suamiku.” Jennie memberikan cangkir kopi itu kepada suaminya.
Gara menerima cangkir kopi itu sambil tersenyum. “Terima kasih, Biggie.”
“Sama-sama, Garangan.”
“Kopi buatanmu sangat nikmat, istriku. Ternyata ada yang bisa dibanggakan darimu.”
Jennie memelototi suaminya sambil bertolak pinggang.
“Kak Jen, kita jalan-jalan di sekitar si
"Jangan kasihani aku, Anisa! Aku nggak suka dikasihani.""Bukan seperti itu. Aku juga dulu hidup sebatang kara setelah ibuku meninggal. Aku hidup susah di ibukota karena keluarga ayahku nggak mengakui aku dan ibuku karena kami orang miskin."Jennie menoleh pada Anisa sambil tersenyum. "Ternyata kita senasib, pernah hidup susah bahkan untuk makan saja harus bekerja keras dulu, kalau hari ini nggak kerja ya nggak makan.""Benar. Beruntung aku ketemu Mas Gara, dia memberiku tempat tinggal dan mencarikanku pekerjaan. Kak Jen beruntung mempunyai suami seperti Mas Gara. Dia laki-laki yang baik.""Anisa, aku sudah tahu dari tante Sisil tentang hubungan kalian. Aku dan Gara menikah karena kesepakatan.""Sejak dulu aku menganggapnya sebagai penyelamatku. Aku berharap Kak Jen dan Mas Gara selalu bersama. Kakak sangat cocok dengannya. Hanya dengan Kakak dia bisa tertawa lepas seperti itu. Selama aku mengenalnya dia tidak pernah terlihat sebahagia saat bersama
Jennie menoleh ke belakang dan ternyata laki-laki jangkung yang sudah menjadi suaminya datang menyusul bersama dengan adik kembarnya."Kalian kenapa ke sini? Apa kamu takut calon istrimu kabur?" tanya Jennie kepada adik iparnya."Dia nggak akan bisa kabur dari hatiku, Kak. Aku sudah mengikat erat Anisa di dalam hati ini," jawab Bara sambil menunjuk dadanya dengan jari telunjuknya. "Yang takut itu Bang Gara, dia takut istrinya kabur."Bara menoleh pada sang kakak sambil terkekeh. "Kalau suka jangan diam aja, Bang!""Dia tidak akan bisa kabur dari saya!" kata Gara."Kamu benar, aku nggak bisa kabur dari manusia licik kayak kamu," ucap Jennie dengan sinis.Gara melangkah mendekati Jennie. "Istri yang baik." Laki-laki itu mengacak-acak rambut istrinya sambil tersenyum.Jennie menepis tangan suaminya dengan kasar. "Gara, berilah aku waktu sedikit aja untuk tidak melihat wajahmu. Aku benci banget sama kamu.""Nanti malam saya akan me
Hari sudah semakin sore, kabut pun sudah terlihat semakin tebal. Udara makin terasa dingin sampai menusuk tulang.Jennie mengusap-usap lengannya karena sudah mulai kedinginan."Biggie, ayo kita pulang!""Kamu pulang duluan aja, aku ingin menghirup udara segar di sini. Jarang-jarang di ibukota mendapatkan udara sebersih ini."Walau sudah merasa kedinginan ia tidak mau pulang. Pemandangan itu sangat langka baginya.Memandang pegunungan dan menghirup udara segar di daerah itu membuat Jennie lebih tenang. Sejenak melupakan permasalahan hidupnya.Bukannya menuruti perintah istrinya, Gara malah menyelimuti istrinya dengan sweter tebal yang ia bawa.Kemudian laki-laki itu memeluk istrinya dari belakang. "Sebagai suami yang baik, saya akan membantu menghangatkanmu," bisiknya.Wanita itu hanya bisa mengembuskan napasnya dengan kasar. Ia tidak mau berontak karena semua akan sia-sia saja.Ia membiarkan tubuh kekar suami
Jennie hanya diam saja mendengar ucapan sang suami, ia bingung harus percaya atau tidak. Gara sudah terlalu sering membohonginya, jadi ia tidak mau kena tipu laki-laki itu lagi.Ia tidak mau terlalu berharap dengan hubungannya dengan sang suami. Yang akan dilakukannya adalah mencoba menekan perasaannya supaya tidak jatuh cinta kepada laki-laki itu.Namun, sikap Gara semakin tidak bisa ditebak. Laki-laki itu kadang bersikap seperti suami sesungguhnya, tapi terkadang membahas kesepakatan pernikahan.Dan tidak jarang juga ia selalu menjahilinya dan mempermalukan dirinya, hingga Jennie tidak bisa percaya begitu saja.Gara menautkan jari-jatinya pada jemari sang istri. "Ayo kita pulang! Udaranya sudah semakin dingin."Wanita cantik yang sejak tadi hanya diam saja itu berjalan mengikuti suaminya. Bahkan ia tidak berontak saat sang suami memperlakukannya seperti seorang kekasih.'Biarlah, aku nikmati kebersamaan ini. Seenggaknya kalau kami be
Jennie membuka kopernya, lalu mengambil celana jeans dan kaus, tidak lupa ia mengambil pakaian dalam, dan juga peralatan mandi."Gara ... apa kamu bisa tolong aku untuk mengantarku ke kamar mandi. Aku nggak tahu di mana.""Ayo!" Tanpa menolak ataupun berkata kasar seperti biasanya, laki-laki itu langsung mau menolong istrinya.Ia berjalan lebih dulu, lalu sang istri mengikutinya dari belakang sambil membawa pakaian ganti dan peralatan mandi."Ini kamar mandinya! Jangan lupa dikunci! Di sini bukan hanya ada kita saja.""Terima kasih, suamiku," ucap Jennie dengan tulus sambil tersenyum ketika sudah berada di dalam kamar mandi.Gara membalasnya dengan senyuman manis tanpa berkata-kata."Ya sudah kamu pergi sana!""Jangan lama-lama mandinya, nanti kamu kedinginan!""Iya." Jennie segera menutup pintu kamar mandi.'Aku curiga kalau dia bersikap terlalu manis kayak gini, nggak kayak biasanya. Jangan-jangan ada keju
Jennie terkejut saat ada yang memegang bahunya. Ia berbalik dan ternyata itu adalah suaminya. Lalu, ia berkata. "Kamu ngapain masuk? Bukannya mandi sana!""Saya mau mengambil handuk dan pakaian," jawab Gara dengan lembut tidak seperti biasanya. "Kamu menghalangi jalan saya untuk mengambil koper.""Apa bajumu mau aku pindahin ke lemari?" tanya Jennie."Tidak perlu, besok setelah acara selesai kita pulang duluan.""Nggak nginep lagi? Aku masih betah di sini."Jennie menyukai pemandangan di kampung halaman Anisa. Padahal ia ingin sekali berkeliling lagi, menikmati pemandangan yang jarang ditemui di ibukota."Nanti saya buatkan rumah di daerah pegunungan seperti ini supaya kamu bisa datang dan menginap kalau ingin berlibur.""Nggak usah, Gara!" Jennie menyingkir, lalu duduk di tepian tempat tidur sambil memerhatikan suaminya. 'Kayaknya ada yang salah sama tuh orang,' batin Jennie sambil mengucek rambutnya yang masih basah dengan han
Setelah sang mommy pergi, Jennie segera memakai kaus kakinya.“Ayo kita keluar!” Gara mengulurkan tangan di hadapan sang istri setelah wanita itu selesai memakai kaus kaki. Jennie pun menerima uluran tangan itu dengan terpaksa.Sejujurnya ia takut dengan perubahan sikap suaminya. Biasanya dia akan baik sebentar dan akan kembali jahil beberapa menit kemudian, tapi sejak sore tadi Gara selalu bersikap manis padanya.Pasangan pengantin itu keluar kamar sambil bergandengan tangan yang membuat semua orang bahagia melihatnya, walau mereka tahu pernikahan Gara dan Jennie tidak didasari cinta."Sepertinya Bang Gara sudah mulai bucin kayak Daddy sama Mommy," ucap Bara sambil tertawa tanpa suara ketika melihat abangnya menggandeng mesra sang istri."Bukan sepertinya lagi, tapi emang udah bucin," sahut Gilang. "Istrinya mandi aja dikawal terus.""Kakak ipar memang keren, cuma dia wanita yang berani melawan manusia es batu itu."
"Dia kedinginan," jawab Gara sambil menggosok-gosok tangan istrinya yang sedang kedinginan."Bawa ke kamar saja, Gara!" titah Haidar kepada anaknya.Pria tampan itu langsung membopong istrinya dan membawanya masuk ke dalam kamar tanpa menunggu persetujuan sang istri.Andin mengikuti anak dan menantunya sambil membawa minuman bandrek yang sudah ia buat."Kamu duduk dulu di sini, saya akan mengambilkan minyak kayu putih." Gara kembali keluar kamar setelah mendudukakan istrinya di tempat tidur.Ia menghampiri Anisa yang masih di ruang tamu dan meminta minyak kayu putih kepadanya."Nisa, apa kamu punya minyak kayu putih?""Ada, Mas," jawabnya dengan cepat. "Sebentar saya ambilkan."Anisa segera bangun dari duduknya, lalu mengambil apa yang diminta mantan kekasihnya yang sebentar lagi akan menjadi kakak iparnya.Pria berkaus hitam itu terlihat sangat mengkhawatirkan istrinya, ia menunggu dengan gelisah calon adik iparny
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha