Jennie menoleh ke belakang dan ternyata laki-laki jangkung yang sudah menjadi suaminya datang menyusul bersama dengan adik kembarnya.
"Kalian kenapa ke sini? Apa kamu takut calon istrimu kabur?" tanya Jennie kepada adik iparnya.
"Dia nggak akan bisa kabur dari hatiku, Kak. Aku sudah mengikat erat Anisa di dalam hati ini," jawab Bara sambil menunjuk dadanya dengan jari telunjuknya. "Yang takut itu Bang Gara, dia takut istrinya kabur."
Bara menoleh pada sang kakak sambil terkekeh. "Kalau suka jangan diam aja, Bang!"
"Dia tidak akan bisa kabur dari saya!" kata Gara.
"Kamu benar, aku nggak bisa kabur dari manusia licik kayak kamu," ucap Jennie dengan sinis.
Gara melangkah mendekati Jennie. "Istri yang baik." Laki-laki itu mengacak-acak rambut istrinya sambil tersenyum.
Jennie menepis tangan suaminya dengan kasar. "Gara, berilah aku waktu sedikit aja untuk tidak melihat wajahmu. Aku benci banget sama kamu."
"Nanti malam saya akan me
Hari sudah semakin sore, kabut pun sudah terlihat semakin tebal. Udara makin terasa dingin sampai menusuk tulang.Jennie mengusap-usap lengannya karena sudah mulai kedinginan."Biggie, ayo kita pulang!""Kamu pulang duluan aja, aku ingin menghirup udara segar di sini. Jarang-jarang di ibukota mendapatkan udara sebersih ini."Walau sudah merasa kedinginan ia tidak mau pulang. Pemandangan itu sangat langka baginya.Memandang pegunungan dan menghirup udara segar di daerah itu membuat Jennie lebih tenang. Sejenak melupakan permasalahan hidupnya.Bukannya menuruti perintah istrinya, Gara malah menyelimuti istrinya dengan sweter tebal yang ia bawa.Kemudian laki-laki itu memeluk istrinya dari belakang. "Sebagai suami yang baik, saya akan membantu menghangatkanmu," bisiknya.Wanita itu hanya bisa mengembuskan napasnya dengan kasar. Ia tidak mau berontak karena semua akan sia-sia saja.Ia membiarkan tubuh kekar suami
Jennie hanya diam saja mendengar ucapan sang suami, ia bingung harus percaya atau tidak. Gara sudah terlalu sering membohonginya, jadi ia tidak mau kena tipu laki-laki itu lagi.Ia tidak mau terlalu berharap dengan hubungannya dengan sang suami. Yang akan dilakukannya adalah mencoba menekan perasaannya supaya tidak jatuh cinta kepada laki-laki itu.Namun, sikap Gara semakin tidak bisa ditebak. Laki-laki itu kadang bersikap seperti suami sesungguhnya, tapi terkadang membahas kesepakatan pernikahan.Dan tidak jarang juga ia selalu menjahilinya dan mempermalukan dirinya, hingga Jennie tidak bisa percaya begitu saja.Gara menautkan jari-jatinya pada jemari sang istri. "Ayo kita pulang! Udaranya sudah semakin dingin."Wanita cantik yang sejak tadi hanya diam saja itu berjalan mengikuti suaminya. Bahkan ia tidak berontak saat sang suami memperlakukannya seperti seorang kekasih.'Biarlah, aku nikmati kebersamaan ini. Seenggaknya kalau kami be
Jennie membuka kopernya, lalu mengambil celana jeans dan kaus, tidak lupa ia mengambil pakaian dalam, dan juga peralatan mandi."Gara ... apa kamu bisa tolong aku untuk mengantarku ke kamar mandi. Aku nggak tahu di mana.""Ayo!" Tanpa menolak ataupun berkata kasar seperti biasanya, laki-laki itu langsung mau menolong istrinya.Ia berjalan lebih dulu, lalu sang istri mengikutinya dari belakang sambil membawa pakaian ganti dan peralatan mandi."Ini kamar mandinya! Jangan lupa dikunci! Di sini bukan hanya ada kita saja.""Terima kasih, suamiku," ucap Jennie dengan tulus sambil tersenyum ketika sudah berada di dalam kamar mandi.Gara membalasnya dengan senyuman manis tanpa berkata-kata."Ya sudah kamu pergi sana!""Jangan lama-lama mandinya, nanti kamu kedinginan!""Iya." Jennie segera menutup pintu kamar mandi.'Aku curiga kalau dia bersikap terlalu manis kayak gini, nggak kayak biasanya. Jangan-jangan ada keju
Jennie terkejut saat ada yang memegang bahunya. Ia berbalik dan ternyata itu adalah suaminya. Lalu, ia berkata. "Kamu ngapain masuk? Bukannya mandi sana!""Saya mau mengambil handuk dan pakaian," jawab Gara dengan lembut tidak seperti biasanya. "Kamu menghalangi jalan saya untuk mengambil koper.""Apa bajumu mau aku pindahin ke lemari?" tanya Jennie."Tidak perlu, besok setelah acara selesai kita pulang duluan.""Nggak nginep lagi? Aku masih betah di sini."Jennie menyukai pemandangan di kampung halaman Anisa. Padahal ia ingin sekali berkeliling lagi, menikmati pemandangan yang jarang ditemui di ibukota."Nanti saya buatkan rumah di daerah pegunungan seperti ini supaya kamu bisa datang dan menginap kalau ingin berlibur.""Nggak usah, Gara!" Jennie menyingkir, lalu duduk di tepian tempat tidur sambil memerhatikan suaminya. 'Kayaknya ada yang salah sama tuh orang,' batin Jennie sambil mengucek rambutnya yang masih basah dengan han
Setelah sang mommy pergi, Jennie segera memakai kaus kakinya.“Ayo kita keluar!” Gara mengulurkan tangan di hadapan sang istri setelah wanita itu selesai memakai kaus kaki. Jennie pun menerima uluran tangan itu dengan terpaksa.Sejujurnya ia takut dengan perubahan sikap suaminya. Biasanya dia akan baik sebentar dan akan kembali jahil beberapa menit kemudian, tapi sejak sore tadi Gara selalu bersikap manis padanya.Pasangan pengantin itu keluar kamar sambil bergandengan tangan yang membuat semua orang bahagia melihatnya, walau mereka tahu pernikahan Gara dan Jennie tidak didasari cinta."Sepertinya Bang Gara sudah mulai bucin kayak Daddy sama Mommy," ucap Bara sambil tertawa tanpa suara ketika melihat abangnya menggandeng mesra sang istri."Bukan sepertinya lagi, tapi emang udah bucin," sahut Gilang. "Istrinya mandi aja dikawal terus.""Kakak ipar memang keren, cuma dia wanita yang berani melawan manusia es batu itu."
"Dia kedinginan," jawab Gara sambil menggosok-gosok tangan istrinya yang sedang kedinginan."Bawa ke kamar saja, Gara!" titah Haidar kepada anaknya.Pria tampan itu langsung membopong istrinya dan membawanya masuk ke dalam kamar tanpa menunggu persetujuan sang istri.Andin mengikuti anak dan menantunya sambil membawa minuman bandrek yang sudah ia buat."Kamu duduk dulu di sini, saya akan mengambilkan minyak kayu putih." Gara kembali keluar kamar setelah mendudukakan istrinya di tempat tidur.Ia menghampiri Anisa yang masih di ruang tamu dan meminta minyak kayu putih kepadanya."Nisa, apa kamu punya minyak kayu putih?""Ada, Mas," jawabnya dengan cepat. "Sebentar saya ambilkan."Anisa segera bangun dari duduknya, lalu mengambil apa yang diminta mantan kekasihnya yang sebentar lagi akan menjadi kakak iparnya.Pria berkaus hitam itu terlihat sangat mengkhawatirkan istrinya, ia menunggu dengan gelisah calon adik iparny
Jennie tidak berani bertanya ataupun bersuara. Ia hanya diam saja merasakan kehangatan saat sang suami memeluknya dan mengusap-usap punggungnya.Walau ia sangat gugup saat berpelukan dengan sang suami dalam keadaan bertelanjang, tapi ia mencoba menenangkan dirinya supaya tidak memberontak saat sang suami melakukannya."Lain kali dengarkan kata suamimu ini! Saya melarangmu bukan tanpa alasan," ucap Gara sambil terus mengusap-usap punggung istrinya. "Cuaca di sini sangat berbeda dengan ibukota. Angin malam di sana tidak sedingin di sini."Laki-laki itu mencoba tenang dan mengatur napasnya saat merasakan benda kenyal sang istri menempel padanya.'Ternyata dia nggak seperti yang aku pikirkan,' batin Jennie yang semakin merasa bersalah setelah berburuk sangka kepada suaminya. 'Dia hanya membantu menghangatkan tubuhku.'Wanita itu meneteskan air mata sambil memeluk erat suaminya. Ia baru menyadari kalau sang suami laki-laki yang baik dari keturunan yang
Akhirnya Jennie bisa tidur nyenyak dalam dekapan hangat suaminya hingga pagi. Ia pun membuka matanya lebih dulu, lalu buru-buru turun dari tempat tidur dan memakai bajunya sebelum sang suami terbangun.Ia sungguh sangat malu melihat dirinya sendiri bertelanjang dada di hadapan sang suami. Ini kali pertamanya seorang laki-laki melihat tubuh sensitifnya.Setelah berpakaian, Jennie mendekati suaminya. "Terima kasih suamiku." Jennie mengecup bibir suaminya sebelum keluar dari kamar untuk mandi sebelum rumah itu semakin ramai karena pada pukul sepuluh pagi nanti, Anisa dan Bara akan menikah.Setelah Jennie keluar dari kamar, Gara membuka matanya, lalu tersenyum. “Wanita tidak waras itu sudah membuat saya menjadi tidak waras juga,” gumamnya sambil tersenyum -senyum sendiri.Ada rasa yang berbeda pada sang istri yang selalu ia hina itu, tapi Gara terlalu munafik untuk mengakuinya kalau ia bahagia berada di samping istrinya.Di luar kamar Andin