Akhirnya Jennie bisa tidur nyenyak dalam dekapan hangat suaminya hingga pagi. Ia pun membuka matanya lebih dulu, lalu buru-buru turun dari tempat tidur dan memakai bajunya sebelum sang suami terbangun.
Ia sungguh sangat malu melihat dirinya sendiri bertelanjang dada di hadapan sang suami. Ini kali pertamanya seorang laki-laki melihat tubuh sensitifnya.
Setelah berpakaian, Jennie mendekati suaminya. "Terima kasih suamiku." Jennie mengecup bibir suaminya sebelum keluar dari kamar untuk mandi sebelum rumah itu semakin ramai karena pada pukul sepuluh pagi nanti, Anisa dan Bara akan menikah.
Setelah Jennie keluar dari kamar, Gara membuka matanya, lalu tersenyum. “Wanita tidak waras itu sudah membuat saya menjadi tidak waras juga,” gumamnya sambil tersenyum -senyum sendiri.
Ada rasa yang berbeda pada sang istri yang selalu ia hina itu, tapi Gara terlalu munafik untuk mengakuinya kalau ia bahagia berada di samping istrinya.
Di luar kamar Andin
Dia adalah Gara. Laki-laki itu hendak peri ke dapur untuk membuatkan teh manis hangat untuk istrinya, tapi melihat istri dan sang mommy berbicara serius ia menghentikan langkah kakinya dan menyimak obrolan antara menantu dan mertua itu.Gara segera membuatkan minuman untuk istrinya setelah istri dan mommy-nya bubar. Setelah membuatkan minuman untuk istrinya ia segera kembali ke kamar sambil membawa secangkir teh manis. Semanis senyumannya pagi ini.Beberapa menit kemudian Jennie masuk ke dalam kamar, ia sudah selsai berpakaian, wanita itu memakai dres panjang berwarna merah.“Gara, warna baju ini aku nggak suka, tapi aku nggak ada gaun lagi, kira-kira Mommy marah nggak ya kalau aku nggak suka baju yang ia belikan.”“Baju itu saya yang beli, saya sengaja membelinya untukmu.”“Tapi, aku nggak cocok memakai warna ini,” ucapnya sambil merapikan baju yang terlihat sangat pas di badannya, namun Jennie tidak suka karena
Jennie berteriak saat ada yang melingkarkan tangan di pinggangnya dan mencium tengkuknya.Gara yang terkejut refleks melepas pelukannya. “Cuma dipeluk saja sampai berteriak-teriak. Semalam kamu bilang sudah rela mengikhlaskan tubuhmu untuk suamimu, tapi mana?”Wanita berkebaya itu memutar tubuhnya, hingga menghadap suaminya. “Maafkan aku Gara, aku nggak tahu kalau itu kamu. Lagian kamu datang diam-diam kayak gitu udah kayak maling aja.”“Kamu pikir siapa yang berani masuk kamar ini dan memelukmu? Kalau pun ada yang berani memeluk kamu, dia akan berhadapan dengan saya.” ucapnya sambil berjalan menuju tempat tidur, lalu duduk di tepiannya.“Yang bener?" Jennie tersenyum mengejek sambil berjalan menghampiri suaminya. “Jadi aku nggak boleh mencari laki-laki untuk penggantimu dong ya sebelum kita berpisah?”Ia sengaja berbicara seperti itu untuk melihat reaksi suaminya. Jennie penasaran den
"Mereka sangat aneh. Dikit-dikit berantem nanti baikan lagi. Aku kalau jadi Jennie juga kesel banget tuh sama Gara," kata Sisil sambil mengintip keponakannya dari balik pintu kamar yang terbuka sedikit."Gara persis daddy-nya. Nggak berani bilang suka, tapi nggak mau melepas juga," timpal Andin sambil melirik suaminya yang berdiri di sampingnya."Karena dia anak saya, Bee," sahut Haidar sambil terkekeh. "Kalau dia tidak mirip dengan saya ataupun kamu, itu patut dicurigai."Tiba-tiba Andin memukul lengan suaminya dengan keras. "Kamu menuduhku selingkuh?""Bukan itu maksud saya, Bee." Haidar memeluk istrinya sambil tersenyum. "Kamu ini sensitif banget sih seperti orang hamil. Apa jangan-jangan kamu lagi hamil ya?""Ya Ampun, kalian udah tua, tapi mau punya anak lagi? Sadar umur woy ...!" Seloroh Sisil sambil melirik dengan Andin dan Haidar."Aku nggak hamil," sahut Andin sambil menggeser Sisil, ia ingin melihat anak dan menantunya lagi. "Aku y
Jennie terdiam. Ia sadar ucapannya telah menyinggung suaminya. “Maafkan ucapanku,” kata Jennie dengan lembut. “Tapi, aku mohon jangan melakukannya sekarang! Besok saja kalau kita sudah pulang.”“Supaya besok kamu bisa kabur dari saya?"“Suamiku, Sayang.” Jennie menangkup wajah laki-laki yang sedang mengungkung tubuhnya. “Aku takut kedinginan lagi kalau harus keramas. Semalam aku udah pasrah, aku pikir semalam bakal mati kedinginan.”‘Benar juga apa yang dia katakan.’Akhirnya Gara bangun dan berdiri, ia kembali memakai jas yang sempat ia lempar.Jennie bangun, lalu menghampiri suaminya. Ia menangkup wajah laki-laki tampan itu. “Aku akan melayanimu selayaknya seorang istri. Aku akan tetap berada di sampingmu sampai kapan pun kalau kamu yang mengingkan aku. Dan aku akan pergi jika kamu yang menginginkannya.”Laki-laki itu melingkarkan tangannya di pinggang sang istri
Gara dan Jennie buru-buru bangun. Mereka panik mendengar teriakan sang mommy.“Aku bilang juga apa, nanti aja di rumah,” kata Jennie sambil berusaha mengancingkan kancing bajunya, tapi tidak masuk-masuk.“Biar saya bantu.” Gara membantu mengancingkan sambil memejamkan mata karena gundukan kenyal itu sangat menarik perhatiannya."Gara cepetan!""Sebentar lagi," jawab Gara sambil berusaha menenangkan dirinya yang merasa sesak napas melihat tubuh sang istri."Lama banget sih!""Sudah selesai!" Gara menegakkan tubuhnya, lalu tersenyum melihat wajah sang istri yang terlihat panik. "Tarik napas dulu!"Jennie pun menarik napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. Ia melakukannya berkali-kali sampai merasa tenang.Setelah merasa tenang Jennie segera membuka pintu kamarnya untuk menemui sang mertua."Ada apa, Mom?" tanya Jennie sambil tersenyum canggung.“Sayang, kenapa rambutmu b
“Jangan, Nak!” Sang mommy memeluk menantunya dari belakang. “Kalau ingin menjadi istri yang baik, ikuti kemauan suamimu bukan mertuamu.” Andin mencium pipi menantunya dengan penuh kasih sayang. “Kalian menantu Mommy, buatlah anak Mommy bahagia,” ucapnya sambil berurai air mata.“Aku akan berusaha membahagiakan suamiku supaya Mommy bahagia, aku sayang Mommy.” Jennie memeluk lengan wanita paruh baya itu.“Sini, Nak!” Andin melambaikan tangannya supaya sang pengantin yang sedang duduk sambil menitikkan air mata mendengar ucapan sang mertua, berjalan perlahan mendekati wanita itu.“Kalian berjanjilah sama Mommy, akan menjadi menantu Mommy selamanya! Kalau anak-anak Mommy melukai hati kalian, jangan sungkan untuk bilang sama Mommy.”Jenni dan Anisa yang sudah lama tidak merasakan kehangat pelukan seoramg ibu menjadi sangat bahagia mempunyai mertua yang baik hati seperti ibu kandung s
"Istrimu," jawab Haidar sambil berlalu dari hadapan Sisil dan Aldin."Haaah ... kalian ini sungguh menyebalkan!" pekik Sisil sambil mengangkat bibir atasnya.Aldin mendekati istrinya sambil menatap wanita paruh baya itu dengan senyuman nakal. “Apa selama ini aku kurang romantis?” Aldin menarik pinggang istrinya, hingga merapat ke tubuhnya.“Ng-nggak, Hubby, aku nggak pernah bilang seperti itu,” jawab Sisil sambil berusaha melepas tangan sang suami dari pinggangnya.Sisil celingak-celinguk ke kiri dan ke kanan, ia malu jika terlihat oleh orang di desa itu yang tidak terbiasa dengan perlakuan romantis seperti di kota yang dilakukan di depan umum.Namun, Aldin menarik kembali istrinya dan melingkarkan tangannya di dada sang istri sambil berbisik. "Cuaca di sini cocok ya untuk bulan madu."“Hubby, lepasin! Nanti ada yang melihat," kata Sisil pelan.Di rumah itu sedang ada acara pernikahan tentu saja banyak or
Sisil memeluk keponakanya dengan erat. “Tante pernah merasakan itu dan hampir bercerai dengan suamiku, tapi Om kamu mengalami kecelakaan dan saat itu Tante baru tahu kalau dia hanya dijebak.”“Itu berbeda.”“Ya ... situasi Tante saat itu memang berbeda, Om Aldin hampir melakukan itu karena dijebak, lain halnya dengan Bara dan Anisa.”Sisil mengembuskan napasnya perlahan sebelum melanjutkan ucapannya. Masih terasa sakit jika teringat akan kejadian itu. Tidak bisa dipungkiri kalau masa lalu tidak akan pernah hilang dalam ingatan. Kita hanya berusaha untuk tidak mengingatnya lagi, bukan menghilangkan ingatan itu.“Sebelum mengetahui kebenarannya, dunia Tante seakan hancur, nggak ada yang bisa Tante lakukan selain mencoba menutup luka dengan rapat. Namun, Tuhan begitu baik menitipkan malaikat kecil di rahim Tante sebagai penghapus kesedihan itu, sama halnya dengan kehadiran Jennie dalam hidupmu. Dia datang untuk mengo
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha