“Ke mana dia ? Apa dia kabur? Sudah satu jam belum kembali juga.”
Pria tampan yang mengenakan setelan jas berwarna hitam itu terlihat gelisah karena calon istrinya belum kembali juga.
“Mungkin rumahnya jauh, Tuan.”
Walau ia mempunyai kekhawatiran yang sama dengan sang tuan, tapi Yas mencoba menenangkan pria yang duduk di hadapannya.
Ketika Gara hendak berbicara lagi, tiba-tiba pintu ruangannya terbuka. Jennie masuk tanpa mengetuk pintu dulu.”
"Dari mana saja kamu? Apa rumahmu sangat jauh dari sini?"
"Yaelah baru juga satu jam, tadi motorku kehabisan bensin," jawabnya sambil melirik dengan sinis.
"Kali ini saya maafkan. Lain kali jangan membuat saya menunggu terlalu lama!" tegasnya sambil menatap tajam calon istrinya itu. "Ayo kita berangkat sekarang!”
CEO dingin itu bangun dan berdiri sambil mengancingkan jasnya.
“Bos, boleh saya minta satu permintaan lagi?”
Ucapan J
“Yas, apa Tante cantik sudah dijemput?" tanya Gara sambil berjalan menuju mobil.“Nyonya Sisil dan Tuan Rizky sudah berada di kantor catatan sipil, Tuan.”“Baiklah, kita berangkat sekarang. Kasihan mereka pasti kebingungan.”“Baik, Tuan."Jennie berjalan sangat pelan karena pakaiannya sangat membatasi langkahnya.'Preman parkiran pengin pakai kebaya,' cibir Gara dalam hatinya.Pria itu tersenyum, lalu menggendong calon istrinya yang kesusahan berjalan.“Bos, turunkan saya! Malu dilihat orang lain.”Jennie membenamkan wajahnya pada dada bidang calon suaminya karena setiap orang yang dilewatinya menatapnya sambil tersenyum.“Jangan panggil saya, Bos! Panggil Suamiku, Mas atau Sayang.”‘Kenapa aku jadi mual ngedengernya,’ batin Jennie.“Kamu dengar tidak apa yang saya bicarakan?”“Iya ....” Jennie
"Saya yang kemarin memesan makanan di Restoran Mahira Rasa," jawab Jennie pelan. "Maaf, kemarin saya udah menjelek-jelekkan keponakan Tante.""Astaga ...!" Sisil memukuli keponakannya tanpa henti. "Kamu kenapa kejam banget sama calon istrimu.""Honey, udah." Aldin menarik sang istri yang terus memukuli keponakannya. "Mereka akan menikah. Kita doakan saja supaya hubungan mereka seperti kita." Aldin memeluk istrinya supaya wanita itu tidak marah lagi kepada Gara.Sisil menengadah sambil menatap suaminya dengan sinis. "Jangan seperti kita! Apa kamu lupa apa yang dulu kamu lakukan padaku."'Salah ngomong lagi,' batin Aldin.Sisil melepaskan pelukan suaminya, lalu kembali mendekati keponakannya."Awas aja kalau kamu berani nyakitin istrimu, kamu akan berhadapan dengan Tante. Kalau kamu menyakiti wanita sama aja kamu menyakiti Mommy kamu.""Iya, Tante." Gara pasrah, ia tidak mau berdebat dengan tantenya itu.'Ternyata Tan
"Memangnya tidak bisa menikah di sini saja?" tanya Gara yang mulai waswas kalau sang tante akan menghambat pernikahannya."Tante tahu alasan kamu menikah cepat. Sekarang ikuti saja perkataan Tante atau kamu jangan menikah sekarang!""Baiklah, terserah Tante saja."Sisil menatap asisten keponakannya setelah Gara setuju. "Yas, kamu urus semuanya!""Baik, Nyonya."Yas dan satu pengawalnya pergi lebih dulu ke kantor urusan agama. Sementara Sisil masih mengobrol bersama suaminya.Sisil menoleh pada suaminya, lalu mengangguk. Kemudian mendekati calon istri keponakannya."Jennie, boleh kita bicara sebentar?" tanya Sisil kepada calon istri Gara."Boleh, Tante," jawab Jennie pelan.'Kira-kira Ibu itu mau ngomong apa ya? Duh jadi deg-degan gue,' ucap Jennie dalam hati sambil berjalan mengikuti sang tante."Hanya berdua!" ucap Sisil dengan tegas saat Gara hendak mengikutinya."Iya, Tante." Gara terpa
"Jennie, sebelumnya tante ingin meminta maaf karena telah mengganggu acara pernikahan kalian."'Aku malah senang, Tante. Aku berharap Tante menyelamatkanku dari perjanjian terkutuk ini.'Jennie hanya menjawabnya di dalam hati. Tentu saja ia tidak berani mengatakan yang sejujurnya karena ia takut ucapan bosnya akan dibuktikan. Ia tidak mau keluarganya susah karenanya."Tante tahu, kalian menikah bukan atas dasar cinta."Sisil menatap gadis cantik itu yang menatapnya tanpa ada rasa cemas atau gugup."Apa kamu yakin akan menikah dengan keponakan, Tante?""Yakin, Tante." Jennie menjawabnya tanpa ragu."Apa kamu tidak dipaksa oleh Gara?"Jennie menggeleng. "Saya nggak mau menjilat ludah saya sendiri. Jadi, saya akan memenuhi keinginan Bang Gara.""Apa pun alasan kalian menikah, Tante berharap kalian bisa menghargai ikatan suci ini. Pernikahan bukan sebuah permainan. Bukan hanya perjanjian antara kamu dan Gara, tapi perjanjian
Gara tersenyum mendengar Jennie memanggilnya Abang.'Apa saya tidak salah dengar,' batinnya."Menggelikan sekali melihat dia berpura-pura menjadi wanita waras." Gara tersenyum sembari melangkahkan kakinya menyusul Jennie.Jennie terus memandang calon suaminya yang berjalan mendekatinya. "Kenapa dia cengar-cengir kayak orang gila?"Pasangan pengantin itu sama-sama tidak menyukai pasangannya. Apakah mereka bisa bersatu? Mengalahkan ego masing-masing?Pria tampan dengan sejuta pesona itu mencondongkan wajahnya saat ia sudah berada di depan Jennie."Apa kamu sudah tidak sabar ingin secepatnya menjadi Nyonya Gara?" bisik pria tampan itu pada calon istrinya yang berdiri di samping mobil."Aku ingin segera mengakhiri permainan ini," jawab Jennie sambil masuk ke dalam mobil.Maksudnya ia ingin segera menikah supaya perjanjiannya cepat selesai. Tapi, Gara berpikir lain tentang Jennie.'Maksudnya apa? Apa dia ingin mem
"Kalian mau langsung pulang?" tanya Sisil kepada keponakan dan istrinya."Iya, Tante, kami akan langsung pulang. Saya sudah lelah sekali. Terima kasih, Tante dan Om sudah menemani saya," ucap Bara sambil mencium pipi sang tante. "Om, terima kasih." Gara memeluk kakak kandung dari sang mommy."Om berharap kalian bisa menghargai ikatan suci ini.""Iya, Om.""Baiklah, kalau begitu Tante pulang duluan."Sisil menghampiri istri keponakannya. "Nak, Tante nggak tahu kamu bahagia atau nggak dengan pernikahan ini, tapi yang pasti kami sangat senang kamu menjadi menantu kami. Kami sangat bahagia dengan pernikahan kalian." Sisil tersenyum sambil membelai pipi menantunya. "Kalau Gara menyakitimu bilang sama Tante ya.""Iya, Tante, terima kasih banyak." Jennie tersenyum tulus kepada sang tante.Setelah berpamitan Sisil dan Aldin pulang lebih dulu meninggalkan pasangan pengantin itu."Apa aku juga harus pulang ke rumahmu?" tanya Jennie kepad
"Maafkan saya." Gara membuka ikatan dasi di tangan istrinya.Ia sangat menyesal karena telah menyakiti wanita yang sudah banyak membantunya.Walau tidak pernah terucap kata terima kasih dari mulutnya kepada wanita itu, tapi sejujurnya ia merasa tertolong dengan kehadiran Jennie.Jennie memukuli suaminya tanpa henti setelah tangannya terlepas dari ikatan. Ia juga mencakar leher CEO dingin itu hingga meninggalkan jejak cakaran yang memerah, bahkan hingga sedikit berdarah.Namun, laki-laki itu tidak marah. Ia begitu pasrah dengan perlakuan istrinya karena ia sadar akibat perbuatannya sang istri terjatuh dari kursi."Maafkan suamimu ini ya." Gara tersenyum sambil mengatupkan kedua tangannya.Pandangannya tertuju pada benjolan yang membiru di kening istrinya.'Keningnya benjol, apa dia tidak merasakan sakit? Semoga saja dia tidak tahu,' batin Gara sambil menahan senyumnya."Badanku sakit semua." Jennie menangis sambil memegangi leng
Bara menempelkan bibirnya pada bibir sang istri, lalu melumatnya dengan lembut sambil memejamkan mata.Jennie membelalakkan matanya, tapi ia tidak memberontak. Dadanya bergemuruh, napasnya mulai memburu.Ia tidak tahu harus berbuat apa. Tubuhnya terasa lemas saat sang suami menyesapi bibirnya. Ia tidak kuasa untuk memberontak. Ia menyukainya, tapi malu untuk mengakuinya.Gara melepas ciumannya, lalu mengusap bibir sang istri dengan ibu jarinya, "Ini hukuman untukmu. Kalau kamu membahas Anisa lagi, aku akan menghukummu lebih lama dari ini."Jennie meraba bibirnya, lalu menangis sejadi-jadinya sambil memukuli sang suami."Kenapa? Kurang?" Gara terkekeh melihat tingkah istrinya. "Maaf, saya belum ahli dalam berciuman. Jadi, belum bisa memuaskan dirimu," ucap Gara pelan sambil memegangi tangan sang istri.Jennie menarik tangannya dari cengkeraman sang suami. "Kamu udah ngambil ciuman pertamaku," ucap Jennie, lalu menutup wajahnya dengan kedua te