Tok tok tok
"Tante ... kalau Tante tidak mau keluar, saya tidak akan mau ketemu Tante lagi."
Menunggu lama di ruang tamu membuat Gara jenuh, akhirnya ia naik ke lantai dua untuk menemui sang tante.
Ia marah bukan karena makanan yang begitu pedas, tapi ia marah karena sang tante berpihak kepada wanita yang sangat dibencinya.
"Tuh 'kan, saya yakin kamu pasti sudah menyakiti hatinya," tukas Aldin pada istrinya. "Dia tidak pernah marah seperti itu sama kamu."
Entah apa yang dilakukan istrinya hingga keponakannya itu begitu marah. Selama ini ia tidak pernah melihat Gara bersikap seperti itu kepada istrinya.
"Biarin aja, nanti juga reda. Kalau aku keluar sekarang dia pasti ngomel-ngomel, nanti aja kalau dia udah nggak marah aku temui dia."
Sisil tetap tidak mau menemui keponakannya, ia tidak mau berbicara dengan Gara karena pemuda itu karena sedang emosi.
"Ok Tante, kalau Tante tidak mau keluar, saya tidak akan datang lagi ke r
Gara sedang bersantai di teras belakang rumahnya. Halaman yang cukup luas itu ia jadikan taman untuk tempat bermain keponakannya.Ia sengaja menyuruh Yas membeli rumah dengan halaman yang luas untuk tempat bermain anak-anak.Namun, kini keponakan yang ia nantikan sudah tiada sebelum terlahir ke dunia.Suara dering ponselnya yang ada di atas meja, membuyarkan lamunan pria tampan itu. Ia pun mengambil benda pipih yang terus bergetar."Bara. Kenapa dia menelpon? Apa ada masalah lagi?" gumamnya sebelum menjawab panggilan telepon itu."Ada apa?" tanyanya setelah terhubung dengan adiknya.“Bang, kamu lagi sibuk ya?” tanya Bara kepada saudara kembarnya.“Tidak. Saya baru pulang dari kantor, memangnya ada apa?”“Aku tadi mendengar pembicaraan Tuan Indra dengan Daddy. Calon mertuaku itu ingin menjodohkanmu dengan putrinya."Walau tidak suka dengan perjodohan, tapi ia masih bersikap tenang
“Calon istri?”Yas membulatkan matanya sambil menadahkan tangan untuk menerima ponselnya.“Iya, carikan saya calon istri secepatnya!” titah Gara tidak terbantahkan.Ia sudah terlanjur bilang kepada orang tuanya kalau ia sudah mempunyai calon istri.Padahal ia belum mempunyai calon istri. Jangankan calon istri, pacar saja ia tidak punya.“Di mana saya harus mencarinya, Tuan?”Asisten CEO itu bingung di mana ia harus mencari wanita yang mau dijadikan istri oleh tuannya.Pasti banyak wanita yang mau dijadikan Nyonya Gara, tapi apakah sang tuan cocok dengan wanita pilihannya?'Apa saya harus membuka sayembara? Atau saya buka lowongan kerja untuk asisten pribadi Tuan, yang bisa mengurus semua keperluan Tuan Gara seperti seorang istri?'Gara mengangkat bahunya, lalu menjawab, "Saya juga tidak tahu di mana saya harus mencari calon istri yang baik.”Kini pria tampan itu pusi
“Kalau bukan anakku udah aku jorogin ke laut.” Andin melirik dengan sinis kepada anaknya. Lalu menoleh kepada calon menantunya. “Sayang, maaf ya kamu dapat produk gagal.”Bara bangun dari duduknya, lalu pindah ke samping sang mommy untuk memeluk wanita itu sambil menciumi pipinya dengan gemas.Andin berusaha melepas pelukan anaknya. "Bara kamu udah sikat gigi belum?" tanyanya sambil menjauhkan wajah dari Bara.“Kenapa kamu ciumi istri saya?” Haidar bertolak pinggang sambil memelototi anaknya.“Karena istri Tuan adalah wanita yang paling saya cintai sebelum Anisa.” Bara tidak memedulikan ocehan sang daddy, ia masih saja menciumi Mommy-nya.“Bee, buatkan aku kopi hitam!” titah Haidar supaya Bara melepas istrinya.“Biar saya yang buatin, Dad.” Anisa bangun dari duduknya hendak membuatkan kopi untuk calon mertua.“Tidak usah. Kamu jewer suamimu supaya tidak meng
"Buka bajumu!" titah Gara kepada office girl yang baru saja membawakan kopi panas untuknya."Maksud Bos apa? Saya bukan pelacur! Walaupun saya miskin, saya tidak akan menjual harga diri saya."Jennie menggebrak meja kerja bosnya sambil mencondongkan tubuhnya yang malah semakin mendekatkan buah dadanya pada wajah Gara.Susah payah laki-laki itu menelan ludahnya. Ia tidak ingin melihatnya, tapi pandangannya tidak mau lepas dari buah surga itu."Lalu, maksud kamu apa menunjukkan buah kenyalmu kepada saya? Kamu ingin menggoda saya 'kan?" tukas Gara sambil menarik satu sudut bibirnya mencibir gadis di hadapannya.Jennie langsung menoleh pada buah dadanya dan benar saja dua kancing bajunya terlepas, hingga aset berharganya terlihat oleh sang bos. Ia langsung menutupnya dengan nampan.Wanita itu menjadi malu sendiri, tapi ia tidak mau dipersalahkan walau ia yang teledor."Dengarkan saya! Walaupun kamu membuka seluruh pakaianmu, saya tidak ak
“Apa?!” teriak jennie dan Yas bersamaan.Ia tidak menyangka kalau laki-laki yang paling dibencinya ingin menjadikannya seorang istri.“Tuan, apa anda serius?” tanya Yas tidak percaya.Setahunya sang tuan sangat membenci wanita itu, bahkan tujuan awalnya mempertahankan office girl itu untuk tetap bekerja karena ingin memberinya pelajaran.“Apa anda sedang sakit kepala, Bos?” tanya Jennie pelan.“Saya serius,” jawabnya. “Bukannya kamu bilang akan menuruti apa pun keinginan saya tanpa protes?”“Tapi nggak gini juga kali, Bos. Saya nggak mau mempermainkan pernikahan, saya hanya ingin menikah dengan orang yang saya cintai.”“Jangan banyak protes! Kamu cukup bersikap baik di depan keluarga saya, selebihnya saya tidak akan menuntut kamu untuk jadi istri saya seutuhnya, saya hanya butuh status saja. ““Tapi tetap aja yang namanya menikah itu nggak
“Ke mana dia ? Apa dia kabur? Sudah satu jam belum kembali juga.”Pria tampan yang mengenakan setelan jas berwarna hitam itu terlihat gelisah karena calon istrinya belum kembali juga.“Mungkin rumahnya jauh, Tuan.”Walau ia mempunyai kekhawatiran yang sama dengan sang tuan, tapi Yas mencoba menenangkan pria yang duduk di hadapannya.Ketika Gara hendak berbicara lagi, tiba-tiba pintu ruangannya terbuka. Jennie masuk tanpa mengetuk pintu dulu.”"Dari mana saja kamu? Apa rumahmu sangat jauh dari sini?""Yaelah baru juga satu jam, tadi motorku kehabisan bensin," jawabnya sambil melirik dengan sinis."Kali ini saya maafkan. Lain kali jangan membuat saya menunggu terlalu lama!" tegasnya sambil menatap tajam calon istrinya itu. "Ayo kita berangkat sekarang!”CEO dingin itu bangun dan berdiri sambil mengancingkan jasnya.“Bos, boleh saya minta satu permintaan lagi?”Ucapan J
“Yas, apa Tante cantik sudah dijemput?" tanya Gara sambil berjalan menuju mobil.“Nyonya Sisil dan Tuan Rizky sudah berada di kantor catatan sipil, Tuan.”“Baiklah, kita berangkat sekarang. Kasihan mereka pasti kebingungan.”“Baik, Tuan."Jennie berjalan sangat pelan karena pakaiannya sangat membatasi langkahnya.'Preman parkiran pengin pakai kebaya,' cibir Gara dalam hatinya.Pria itu tersenyum, lalu menggendong calon istrinya yang kesusahan berjalan.“Bos, turunkan saya! Malu dilihat orang lain.”Jennie membenamkan wajahnya pada dada bidang calon suaminya karena setiap orang yang dilewatinya menatapnya sambil tersenyum.“Jangan panggil saya, Bos! Panggil Suamiku, Mas atau Sayang.”‘Kenapa aku jadi mual ngedengernya,’ batin Jennie.“Kamu dengar tidak apa yang saya bicarakan?”“Iya ....” Jennie
"Saya yang kemarin memesan makanan di Restoran Mahira Rasa," jawab Jennie pelan. "Maaf, kemarin saya udah menjelek-jelekkan keponakan Tante.""Astaga ...!" Sisil memukuli keponakannya tanpa henti. "Kamu kenapa kejam banget sama calon istrimu.""Honey, udah." Aldin menarik sang istri yang terus memukuli keponakannya. "Mereka akan menikah. Kita doakan saja supaya hubungan mereka seperti kita." Aldin memeluk istrinya supaya wanita itu tidak marah lagi kepada Gara.Sisil menengadah sambil menatap suaminya dengan sinis. "Jangan seperti kita! Apa kamu lupa apa yang dulu kamu lakukan padaku."'Salah ngomong lagi,' batin Aldin.Sisil melepaskan pelukan suaminya, lalu kembali mendekati keponakannya."Awas aja kalau kamu berani nyakitin istrimu, kamu akan berhadapan dengan Tante. Kalau kamu menyakiti wanita sama aja kamu menyakiti Mommy kamu.""Iya, Tante." Gara pasrah, ia tidak mau berdebat dengan tantenya itu.'Ternyata Tan