Rumah mewah itu tampak gelap. Hanya ada lilin sebagai penerang di kiri dan kanan sepanjang jalan yang ditaburi kelopak bunga mawar merah.
Haidar menggendong sang istri ala bridal style dan mengayunkan langkahnya melewati jalan yang ditaburi kelopak mawar itu.
Andin melingkarkan tangannya di leher sang suami. Pandangannya tidak lepas dari wajah laki-laki yang mempunyai rahang tegas yang ditumbuhi rambut-rambut halus sebagai hiasan di wajahnya.
Haidar terus melangkah masuk sampai di balkon kamarnya. Ia menurunkan sang istri di samping meja yang sudah dihiasi dengan taplak meja berwarna putih dan lilin besar di tengah meja itu.
Sudah tersedia hidangan makan malam untuk pasangan suami istri itu.
"Boo, apa semua ini kamu yang melakukannya?" tanya Andin sambil melingkarkan tangannya di leher Haidar.
Haidar melingkarkan tangannya di pinggang wanita cantik yang telah melahirkan dua anak untuknya.
"Tentu saja bukan," jawab Ha
Haidar membuka ritsleting celana Andin, lalu melucutinya hingga terlepas dari kaki bidadari mesumnya. Lidah suaminya menyapu ujung kaki hingga pangkal paha istrinya dengan lembut.Andin meliukkan tubuh montoknya saat kulitnya bersentuhan dengan benda lembut sang suami. Terasa seperti sengatan yang memabukkan saat lidah itu menyapu daerah di antara kedua pahanya walau masih terbungkus segitiga hitam.Haidar merayap di atas tubuh Andin. Tangannya mulai membuka kancing blus berwarna putih itu satu persatu. Kemudian, ia mengangkat tubuh istrinya untuk mempermudahnya melepas baju itu.Tenggorokannya terasa kering, hingga ia kesulitan menelan ludahnya saat melihat tubuh molek sang istri. Padahal ini bukan pertama kalinya ia melihat keindahan tubuh ibu dari anak-anaknya.Tidak ada lagi kesabaran dalam dirinya. Hasratnya sudah menggebu. Gejolak kenikmatan di tubuhnya membuat napas Haidar memburu. Di setiap jengkal tubuh sang istri sudah menjadi candu baginya.&nbs
Sinar mentari pagi yang masuk melalui celah gorden mengusik tidur Haidar. Ia memiringkan tubuhnya ke kiri hendak memeluk sang istri, tapi tempat tidur di sampingnya itu sudah kosong.Haidar membuka matanya, lalu terduduk. "Bee, kamu di mana?" teriak Haidar memanggil istrinya.Tidak sahutan dari siapa pun. Saat Haidar hendak turun dari tempat tidur. Ia melihat ada tumpukan bunga mawar berbentuk hati di bantal sang istri. Di atasnya ada secarik kertas berwarna putih.Boo, aku kembali ke Bandung. Sampai bertemu di sana, suamiku. Terima kasih untuk malam yang romantis semalam. Kamu lelakiku yang perkasa, aku sangat mencintaimu. Begitulah isi surat yang ditulis Andin, beserta cap bibir berwarna merah di bagian bawah.Haidar tersenyum-senyum membaca tulisan sang istri. Ia sangat bahagia mendapat surat cinta dari Andin."Dua hari lagi kita bertemu, Bee, aku sudah tidak sabar ingin segera bertemu denganmu," ucap Haidar sambil terus menyunggingkan senyumnya
Sudah dua hari berlalu, Haidar hidup sendiri tanpa anak dan istrinya. Ini lah saat nya ia bertemu dengan keluarga kecilnya.Haidar datang ke kantor pagi-pagi sekali karena sore hari harus pergi ke Bandung untuk menghadiri acara resepsi pernikahan rekan bisnisnya.Namun, saat pintu ruang kerja sang CEO dibuka, ternyata sudah ada yang lebih dulu berada di ruang kerjanya. Dia adalah Baron, sang asistennya sendiri."Baron, kenapa kamu masuk kantor? Bagaimana keadaan istrimu?" tanya Haidar saat masuk ke ruangannya ternyata Baron sudah ada di dalam ruangan itu dengan beberapa berkas di meja yang ada di depannya.Baron menoleh pada sumber suara. "Sudah membaik, Tuan," jawab Baron, "Saya harus mencari pengganti untuk Tari, mungkin dia baru bisa masuk lagi setelah dua sampai tiga bulan, sampai lukanya benar-benar sembuh," jelasnya."Tidak apa-apa, fokus saja pada kesembuhannya," jawab Haidar, lalu duduk berhadapan dengan Baron."Apa ada syarat khusus
Andin melepas rangkulan tangannya pada mempelai pengantin wanita, lalu menghampiri suaminya. 'Dia masih ingat nggak ya sama cempaka?' batin Andin.Itulah yang ada di pikiran Andin saat melihat suaminya di pesta yang sama dengannya. Pesta pernikahan wanita yang pernah menggoda sang suami atas suruhannya.Haidar melingkarkan tangannya di pinggang sang istri. "Jadi, pengantin Tuan Lexi itu sahabatmu?" tanya Haidar pada istrinya yang hanya dijawab dengan senyuman oleh istrinya."Aku pikir sahabatmu cuma Sisil?" kata Haidar, "Apa aku sudah pernah bertemu dengannya sebelum ini?""Sepertinya belum," jawab Andin berbohong.Sekali saja berbohong, kita akan terus berbohong untuk menutupi kebohongan kita sebelumnya.Haidar pun memerhatikan sahabat istrinya, ia mengenali mata indah itu, tapi ia tidak mengingatnya kapan ia pernah melihatnya.'Arum sangat berbeda malam ini, nggak mungkin juga suamiku masih mengenalinya,' ucap Andin dalam hati
Andin melirik Haidar yang duduk di sampingnya tanpa berbicara satu patah kata pun. Ibu dua anak itu sesekali melirik suaminya yang terlihat sangat marah.Di sepanjang perjalanan menuju rumah, baik Andin ataupun Haidar sama-sama diam.'Gimana cara ngejelasinnya?' Andin bertanya-tanya dalam hatinya. Ia sedang memikirkan bagaimana cara memulai pembicaraan dengan laki-laki yang sedang marah itu.Sementara Haidar sedang menunggu penjelasan dari sang istri. Ia sungguh kecewa pada sang istri karena meragukannya.Sampai mobil mewah itu berhenti di depan rumah neneknya, Andin belum juga menjelaskan apa pun."Boo, kita mandi dulu ya! Nanti aku jelasin semuanya." Haidar merangkulkan tangannya di lengan kekar sang suami, tapi Haidar tidak merespons sedikit pun."Kok kalian bisa barengan?" tanya sang Bunda pada anak dan menantunya saat berpapasan di bawah tangga."Iya, Bun. Kebetulan suami dari sahabat Andin rekan bisnis saya," jawab Haidar dengan
Andin kembali ke kamarnya setelah kenyang makan mie rebus. Ia membuka pintu perlahan, melongok ke dalam kamar untuk mengintip suaminya. "Ternyata dia belum tidur. Dia tambah marah nggak ya, aku tinggalin lama," gumam Andin pelan. Kemudian, wanita cantik itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar, ia berjalan mengendap-endap, padahal Haidar belum tertidur. Andin naik ke tempat tidur, mendekati suaminya. "Boo, maaf ya lama, aku abis makan mie rebus dulu, biar nggak gemeteran lihat singaku marah," ucap Andin yang tak dihiraukan suaminya. "Ternyata aku gemetaran karena belum makan," ucapnya sambil menyeringai. Haidar masih menatap layar ponselnya dengan wajah yang sulit ditebak. "Boo ... hmm ... itu ...." Andin menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan sebelum mulai menjelaskan semuanya kepada sang suami. "Aku yang menyuruh Baron untuk menjadikan Cempaka sebagai sekretarismu untuk sementara. Kamu jangan marahi Baron
"Boo, kamu udah tidur?" Andin melongok untuk melihat wajah suaminya, ternyata ia sudah tertidur. "Kamu jahat banget sih." Andin menyeka air matanya, lalu merebahkan tubuhnya di samping sang suami. "Aku tidur aja lah."Perutnya yang terasa kenyang membuat ia begitu mengantuk. "Besok kita harus bicara, sekarang aku tidur dulu," ucapnya sambil menguap.Ia terlihat sudah sangat mengantuk, akhirnya ibu muda itu pun memejamkan matanya, melupakan masalahnya sejenak.Terdengar dengkuran halus beberapa menit kemudian, menandakan wanita cantik itu sudah tertidur pulas. Andin gampang sekali tertidur kalau perutnya sudah terasa kenyang.Haidar memiringkan tubuhnya menghadap sang suami, ia menatap wajah cantik istrinya sambil membelai dengan lembut."Aku sangat mencintaimu, Bee," ucapnya, lalu mencium kening istrinya dengan penuh cinta. "Aku nggak akan menduakan cintamu."Laki-laki yang mempunyai brewok tipis itu terus menatap istrinya yang s
Bunda Anin mengetuk pintu kamar anaknya sambil membawa sepiring nasi beserta lauknya karena sejak pagi Andin belum makan apa pun.Tidak ada sahutan dari dalam, sang bunda pun mencoba memutar kenop pintu dan mendorong daun pintu itu perlahan. Ternyata tidak dikuncinya.Ia berjalan mendekati sang anak yang masih berada di tempat tidur. Melihat bundanya datang, Andin bangun dan terduduk.“Din, kamu kenapa? Kamu sakit?” tanya sang bunda sambil meraba kening anaknya. “Kenapa muka kamu sembab gitu? Kamu nangisin apa?”Sang bunda menaruh nampan berisi makanan itu di atas nakas. Lalu, duduk di samping sang anak yang sedang duduk sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran tempat tidur.Andin langsung memeluk bundanya, “Bun, suamiku mau menikah lagi,” kata Andin sambil terisak, “Aku tadi melihat dia lari pagi bersama wanita lain.”“Lari pagi?” tanya sang bunda sambil melepas pelukannya. &l