"Boo, kamu udah tidur?" Andin melongok untuk melihat wajah suaminya, ternyata ia sudah tertidur. "Kamu jahat banget sih." Andin menyeka air matanya, lalu merebahkan tubuhnya di samping sang suami. "Aku tidur aja lah."
Perutnya yang terasa kenyang membuat ia begitu mengantuk. "Besok kita harus bicara, sekarang aku tidur dulu," ucapnya sambil menguap.
Ia terlihat sudah sangat mengantuk, akhirnya ibu muda itu pun memejamkan matanya, melupakan masalahnya sejenak.
Terdengar dengkuran halus beberapa menit kemudian, menandakan wanita cantik itu sudah tertidur pulas. Andin gampang sekali tertidur kalau perutnya sudah terasa kenyang.
Haidar memiringkan tubuhnya menghadap sang suami, ia menatap wajah cantik istrinya sambil membelai dengan lembut.
"Aku sangat mencintaimu, Bee," ucapnya, lalu mencium kening istrinya dengan penuh cinta. "Aku nggak akan menduakan cintamu."
Laki-laki yang mempunyai brewok tipis itu terus menatap istrinya yang s
Bunda Anin mengetuk pintu kamar anaknya sambil membawa sepiring nasi beserta lauknya karena sejak pagi Andin belum makan apa pun.Tidak ada sahutan dari dalam, sang bunda pun mencoba memutar kenop pintu dan mendorong daun pintu itu perlahan. Ternyata tidak dikuncinya.Ia berjalan mendekati sang anak yang masih berada di tempat tidur. Melihat bundanya datang, Andin bangun dan terduduk.“Din, kamu kenapa? Kamu sakit?” tanya sang bunda sambil meraba kening anaknya. “Kenapa muka kamu sembab gitu? Kamu nangisin apa?”Sang bunda menaruh nampan berisi makanan itu di atas nakas. Lalu, duduk di samping sang anak yang sedang duduk sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran tempat tidur.Andin langsung memeluk bundanya, “Bun, suamiku mau menikah lagi,” kata Andin sambil terisak, “Aku tadi melihat dia lari pagi bersama wanita lain.”“Lari pagi?” tanya sang bunda sambil melepas pelukannya. &l
"Oouh ... sakit, Mas." Desahan diiringi rintihan gadis bernama Anisa yang sedang melakukan malam pertamanya walau mereka belum menikah.Ia terkena bujuk rayu laki-laki yang mirip dengan kekasihnya untuk melakukan hubungan terlarang di luar pernikahan. Bukan hanya sekedar mirip, tapi mereka serupa walau tak sama."Tahan, Sayang! Lama-lama kamu juga akan menikmatinya," sahut Bara yang terus menghentakkan pinggulnya memasuki lubang rahasia kekasih saudara kembarnya."Mas ... Ouhh ...." Anisa kembali meliuk-liukkan tubuhnya saat Bara meremas buah kenyal yang belum terjamah siapa pun.'Kamu nikmat sekali calon kakak ipar,' ucap Bara di dalam hati sambil terus menggerakkan pinggulnya dengan cepat, walau gadis di bawah kungkungannya merintih kesakitan. "Liangmu begitu menggigit, ini sangat nikmat. Kamu legit sekali, Anisa.Bara membungkam bibir gadis polos itu supaya ia melupakan rasa perih di pusat intinya. Sekujur tubuh Anisa tidak lepas dari sapuan lid
"Mas Gara, apa minggu depan kita jadi menemui orang tuamu?" tanya Gadis manis yang sedang memeluk tubuh laki-laki yang baru saja menikmati keperawanannya. 'Abang sudah seserius ini dengan Anisa, bagaimana caranya aku mengatakan semua ini,' ucap Bara dalam hatinya. "Mas Gara kenapa diam saja? Aku mau melakukan hubungan ini karena aku yakin kamu laki-laki yang bertanggung jawab," kata Anisa lagi. "Tentu saja kita akan menemui keluargaku. Kamu tenang saja ya, aku akan bertanggung jawab," balas Bara, lalu mencium kening gadis itu dengan mesra. "Kamu nggak usah pulang ya, menginap saja di sini!" titah Bara pada kekasih abangnya. "Nanti malam kita akan melakukannya lagi. Kali ini aku yakin kamu pasti nggak akan merasakan sakit lagi," kata laki-laki yang mendapat predikat playboy tampan. "Mas Gara ... aku malu." Anisa membenamkan wajahnya pada dada bidang laki-laki yang masih polos tanpa busana. Bara semakin erat memeluk tubuh kekasih saudara
"Bang Gara pergi ke luar negeri itu artinya, dia nggak akan membawa Anisa ke rumah dalam waktu dekat ini. Aku harus memikirkan bagaimana caranya untuk mengatakan semua ini pada Abang," gumam Bara.Anisa mengejutkan Bara yang sedang melamun, gadis itu melingkarkan tangannya di leher laki-laki yang baru saja merenggut kesuciannya dengan izin sang empu."Sayang, kamu kenapa turun? Kamu lapar?" tanya Bara sambil mengusap wajah gadis manis yang berdiri di belakangnya.Ia menengadahkan wajahnya hingga wajah gadis itu menjadi sangat dekat dengannya.Anisa menggeleng pelan, "Aku hanya ingin bersamamu, di kamar sepi," ucapnya."Ya udah sini duduk!" Bara menepuk sofa di sampingnya, menyuruh gadis itu duduk.Anisa pun menurut, ia duduk di samping Bara. Gadis itu hanya diam saja sambil menunduk. Sejujurnya ia sangat malu dengan apa yang sudah mereka lakukan.Bara menarik Anisa, hingga gadis itu jatuh dipelukannya. Ia membelai rambut Anisa dengan
"Sayang, kamu tolong elus batangku! Dia butuh belaianmu," titah Bara sambil mengarahkan tangan sang gadis untuk menyentuh pusakanya."Bagaimana caranya, Mas?" Anisa sama sekali tidak tahu harus berbuat apa. Ia belum pernah melihat benda tumpul itu sebelumnya, selain milik Bara. 'Apa setiap laki-laki memiliki barang sebesar ini?' Anisa bertanya-tanya dalam hatinya sambil memegang batang panjang itu."Kamu elus saja seperti mengelus anak kucing!" titah Bara sambil terkekeh.Benar saja, Anisa langsung melakukan apa yang disuruh Bara, bahkan gadis itu sesekali mengajaknya berbicara selayaknya ia sedang berbicara pada anak kucing. Dan itu membuat Bara tertawa geli.'Astaga, ternyata benar-benar ada gadis sepolos ini, bukan terangsang, tapi aku malah geli melihat dia seperti itu. 'Anisa kamu memang istimewa. Pantas saja manusia es itu meleleh,' batin Bara sambil tersenyum."Sayang, coba kamu lihat ini!" Bara mengambil ponselnya lalu menunjukkan video sep
Anisa terkulai lemas dalam dekapan Bara setelah melakukan pertempuran ke duanya di hari itu. Wanita itu menjadi sangat liar setelah merasakan nikmatnya bercinta."Aku capek, Mas," ucap Anisa pelan sambil memeluk Bara yang masih duduk memangkunya."Kamu hebat, Sayang," puji Bara pada gadis itu sambil mencium puncak kepala Anisa. "Kamu berhasil memuaskanku. Aku bisa mencapai puncak kenikmatan bersama denganmu karena goyanganmu yang aduhai," ucapnya sambil menepuk-nepuk bemper kenyal Anisa.Dalam pergulatannya yang kedua, Bara tidak melakukan gerakan pada pinggulnya, semua berada dalam kendali Anisa. Laki-laki itu hanya memberikan sentuhan-sentuhan di daerah sensitif gadisnya yang membuat gerakannya semakin aduhai mengguncang keperkasaan Bara.Bara bangun dari duduknya sambil memeluk Naya. Ia tidak melepaskan gadis yang terus memeluknya itu. Bahkan keperkasaannya yang masih menegang belum ia cabut dari lubang kenikmatan kekasih abangnya itu.Ia berjal
"Kenapa minta maaf?" tanya Anisa."Aku udah membuatmu sakit seperti ini," jawab Bara, "Dan terima kasih sudah memberiku kenikmatan, kamu wanitaku yang luar biasa."Bara menatap lekat wajah cantik Anisa. Lalu, beralih menatap ladang yang dia garap ketika melihat gadis itu meringis.'Pantas saja dia meringis, bibir ini terlihat membengkak dan memerah,' kata Bara dalam hatinya sambil terus memandang ladang gundul yang bersih itu."Mas Gara, jangan dipandangi terus! Aku malu." Anisa menutup wajahnya saat Bara terus memandang mahkotanya."Apa terasa begitu sakit?" tanya Bara sambil mengusap dengan lembut ladang gundul itu.Anisa menggeleng, "Nggak sakit, cuma sedikit perih aja," jawab gadis manis itu.Bara mencium lahan gundul itu dengan sangat mesra. "Biar cepet sembuh," ucapnya setelah mencium daerah keramat itu sambil menyeringai. Lalu menutupnya dengan selimut.Ia segera memakai boxer dan kaus berwarna hitam, kemudian naik ke te
"Setelah Abang kembali dari luar negeri, gue harus jujur pada semuanya," gumam Bara saat ia hendak membuka pintu kamar mandi.Saat pintu terbuka ternyata Anisa masih berdiri di depan kamar mandi, menunggu laki-laki tampan itu keluar.Bara melangkah menghampiri Anisa."Kamu kenapa masih di situ? Apa kamu mau aku ...." Bara menarik pinggang gadis manis itu hingga tubuh mereka bersentuhan."Mas Gara ... lepasin!" Anisa meronta, tapi wangi tubuh sang pujaan hati begitu harum, menyeruak ke dalam penciumannya yang menenangkan hati. Ia tidak lagi memberontak saat Bara kembali melumat bibir ranumnya."Aku harus mendapatkan vitamin ini setiap hari untuk menjaga imun," ucapnya sambil terkekeh setelah melepas ciumannya."Ada-ada aja," sahut Anisa sambil menggelengkan kepalanya, lalu berjalan cepat pergi keluar dari kamar itu sambil memegangi bibir dengan senyum yang tidak pernah sirna dari wajahnya.Bara segera memakai pakaian, lalu menyusul Anisa ke la
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha