"Kenapa minta maaf?" tanya Anisa.
"Aku udah membuatmu sakit seperti ini," jawab Bara, "Dan terima kasih sudah memberiku kenikmatan, kamu wanitaku yang luar biasa."
Bara menatap lekat wajah cantik Anisa. Lalu, beralih menatap ladang yang dia garap ketika melihat gadis itu meringis.
'Pantas saja dia meringis, bibir ini terlihat membengkak dan memerah,' kata Bara dalam hatinya sambil terus memandang ladang gundul yang bersih itu.
"Mas Gara, jangan dipandangi terus! Aku malu." Anisa menutup wajahnya saat Bara terus memandang mahkotanya.
"Apa terasa begitu sakit?" tanya Bara sambil mengusap dengan lembut ladang gundul itu.
Anisa menggeleng, "Nggak sakit, cuma sedikit perih aja," jawab gadis manis itu.
Bara mencium lahan gundul itu dengan sangat mesra. "Biar cepet sembuh," ucapnya setelah mencium daerah keramat itu sambil menyeringai. Lalu menutupnya dengan selimut.
Ia segera memakai boxer dan kaus berwarna hitam, kemudian naik ke te
"Setelah Abang kembali dari luar negeri, gue harus jujur pada semuanya," gumam Bara saat ia hendak membuka pintu kamar mandi.Saat pintu terbuka ternyata Anisa masih berdiri di depan kamar mandi, menunggu laki-laki tampan itu keluar.Bara melangkah menghampiri Anisa."Kamu kenapa masih di situ? Apa kamu mau aku ...." Bara menarik pinggang gadis manis itu hingga tubuh mereka bersentuhan."Mas Gara ... lepasin!" Anisa meronta, tapi wangi tubuh sang pujaan hati begitu harum, menyeruak ke dalam penciumannya yang menenangkan hati. Ia tidak lagi memberontak saat Bara kembali melumat bibir ranumnya."Aku harus mendapatkan vitamin ini setiap hari untuk menjaga imun," ucapnya sambil terkekeh setelah melepas ciumannya."Ada-ada aja," sahut Anisa sambil menggelengkan kepalanya, lalu berjalan cepat pergi keluar dari kamar itu sambil memegangi bibir dengan senyum yang tidak pernah sirna dari wajahnya.Bara segera memakai pakaian, lalu menyusul Anisa ke la
"Apa kamu sudah menawan anak gadis orang?" Andin melempar irisan timun kepada Bara.Bara malah terkekeh geli melihat mommy-nya marah. "Sebentar lagi dia kan jadi istriku. Sah sah aja dong kalau dia aku ajari dari sekarang supaya menjadi istri yang baik.""Anak sialan! Siapa yang ngajarin kamu kayak gitu?" Andin sangat marah dengan ucapan anaknya. 'Kenapa penyakitmu kamu wariskan ke anakku, Lang,' ucap Andin dalam hatinya."Otak mesum kamu menurun pada Bara," kata Haidar sambil terkekeh geli."Tapi, aku nggak melakukan sebelum halal," elak Andin.Haidar terkekeh melihat raut wajah istrinya. "Sabar, Bee!""Iya, Mom," timpal Bara sambil terkekeh."Kamu harus secepatnya menikah! Bawa perempuan itu ke rumah!" titah Haidar pada Bara."Siap, Dad," jawab Bara sambil tersenyum bahagia.Gara menoleh pada saudara kembarnya lalu berkata, "Kalau sudah menikah, jangan nakal lagi!""Maafkan aku ya, Bang,"
“Mommy nggak mau bantuin kamu,” sahut Andin, “Kamu aja jarang pulang, udah nggak sayang lagi sama Mommy.”Andin pura-pura merajuk pada anaknya karena Bara jarang sekali pulang ke rumah. “Siapa bilang aku nggak sayang? Mommy adalah permaisuri di hatiku, nggak ada yang lain. Nyonya Haidar Mannaf adalah wanita tercantik di muka bumi ini.” Bara bangun dari duduknya, berjalan menghampiri sang mommy, lalu mencium kedua pipi wanita cantik itu. “Bantu aku ya.”“Kamu sudah besar, jangan cium Mommy lagi!” protes Haidar pada anaknya.“Memangnya kenapa?” tanya Bara sambil memeluk sang mommy dari belakang. “Wanita cantik ini punya aku dan Abang, bukan cuma Daddy aja.”“Daddy nggak kebagian dong! Sejak kalian lahir, Mommy kamu sudah jarang cium Daddy,” sahut Haidar. “Kalian cepatlah menikah! Daddy dan Mommy mau produksi anak baru, biar kita bisa barengan
“Aww … sakit banget tahu, Mom.” Bara mengusap-usap kepalanya yang dipukul nampan oleh sang Mommy.“Jawab!” bentak Andin kepada anaknya.Wanita cantik itu sangat kesal dengan kelakuan Bara yang tidak jauh beda dengan sepupunya, Gilang. Kelakuan sang anak sama persis dengan Om-nya sebelum menikah.“Semuanya aman kok, Mom. Aku selalu pakai pengaman. Hanya semalam aja aku bablas karena aku sengaja menitipkan benih di rahim wanita yang aku cintai itu,” jawab Bara dengan jujur kepada mommy-nya.Andin kembali melayangkan nampan kepada sang anak, tapi kali ini Bara berhasil menghindar. “Anak sialan! Siapa gadis itu? Kalian cepatlah menikah!”“Nanti aku bawa ke rumah kalau Abang pulang dari luar negeri,” jawab Bara dengan serius sambil memegangi kepalanya.“Abangmu sekitar satu bulan di sana, bahkan lebih. Dia harus mengurus perusahaannya yang di sana.” Andin memerhatikan
Andin dan putranya langsung menoleh kepada suara yang sangat mereka kenali.“Daddy!” ucap Bara dan sang mommy bersamaan.Laki-laki yang sangat Bara takuti jika sampai rahasianya terbongkar kini ada di hadapannya. Ucapan sang mommy tentang daddy masih terngiang di telinganya.“Kenapa kalian melihat Daddy seperti itu?” Haidar merasa heran dengan anak dan istrinya. Wajah mereka terlihat pucat saat melihat dirinya.‘Tamatlah riwayatmu, Bara. Petualanganmu cukup sampai di sini,’ ucap Bara dalam hatinya sambil berusaha menelan ludahnya dengan susah payah karena tiba-tiba saja tenggorokkannya menjadi kering.Tidak ada yang menjawab pertanyaan Haidar. Bara ataupun istrinya sama-sama diam seribu bahasa.“Kenapa kalian diam saja? Cepat katakan!” bentak Haidar, “Apa perlu Daddy panggil Abang supaya dia juga mendengar pengakua kamu?” Haidar menatap anaknya dengan tajam.Tatapan laki-laki
"Biasalah, Sayang. Kelakuan adikmu yang membuat kepala Mommy pusing," jawab Andin sambil memijat kepalanya."Jangan terlalu dipikirkan, Mom! Bukannya Mommy sudah biasa dengan kelakuan anak nakal itu. Dari kecil sampai dewasa dia masih tetap nakal." Gara terkekeh sambil memeluk sang mommy yang sedang duduk."Anak itu selalu bikin Mommy naik darah. Tapi, kalau nggak ada dia sepi banget," kata Andin sembari menggelengkan kepala."Jangan marah-marah lagi! Nanti Mommy cepat tua," ucapnya setelah mencium pipi wanita yang telah melahirkan dan membesarkannya."Dewasa apanya?" kata sang mommy mencibir anaknya. "Dia itu selalu berbuat sesuatu tanpa berpikir dulu.""Bang, apa kamu akan tetap menganggapku saudara, walaupun aku merebut yang kamu miliki?" Bara menatap lekat wajah abangnya yang begitu mirip, seperti sedang berdiri di hadapan cermin.'Apa yang akan anak itu katakan? Kalau Gara tahu masalah ini sebelum pergi ke luar negeri. Pikirannya
“Calon kakak iparmu? Entah di mana dia sekarang, aku nggak tahu,” jawab Gara sambil terkekeh. “Aku belum ingin menikah.”Gara terpaksa berbicara seperti itu supaya adiknya tidak merasa bersalah lagi. Ia bisa merasakan kegelisahan yang dialami adiknya.“Maksud Abang?” Bara mengerutkan dahinya mendengar ucapan Gara.Laki-laki itu mengira kalau abangnya sudah mengetahui tentang dirinya dan Anisa. Gara itu terlalu baik, sehingga Bara benar-benar merasa bersalah karena telah bermain-main dengan kekasih saudara kembarnya itu.“Jodoh itu rahasia Tuhan. Contohnya Mommy dan Daddy,” jawab Gara, “Daddy menikah dengan calon adik iparnya.” Ucapan Gara mengejutkan semua orang, termasuk kedua orang tuanya yang tidak tahu kalau sang anak mengetahui kisah cinta mereka.Gara tertawa geli jika membayangkan pernikahan orang tuanya yang penuh drama. Tapi, akhir dari pernikahan itu ternyata sangatlah inda
“Bang, coba ceritakan tentang Mommy dan Dady!” Bara melipat satu kaki kirinya, sedangkan kaki kanannya dibiarkan menjuntai.“Minta ceritakan sama Nenek! Aku juga baru tahu sedikit.” Gara bangun dari duduknya, lalu pindah ke tempat duduk Bara sebelumnya.“Ish … Abang. Aku pindah ke sini, kamu malah pindah ke situ.”Bara sudah siap-siap ingin mendengarkan kisah cinta orang tuanya, tapi saudara kembarnya itu malah pergi menjauh.“Aku tidak mau melihat wajahmu,” kata Gara sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi.“Kenapa?” Bara meraba wajahnya, lalu melihat wajah abangnya dengan seksama. “Wajah kita ‘kan nggak ada perbedaan.”“Itulah kenapa aku tidak mau melihatmu karena aku sendiri sudah bosan melihat wajahku dicermin,’ balas Gara sembari terkekeh.Bara pun tergelak mendengar ucapan saudara kembarnya. Padahal ia sudah sangat khawatir
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha