“Aww … sakit banget tahu, Mom.” Bara mengusap-usap kepalanya yang dipukul nampan oleh sang Mommy.
“Jawab!” bentak Andin kepada anaknya.
Wanita cantik itu sangat kesal dengan kelakuan Bara yang tidak jauh beda dengan sepupunya, Gilang. Kelakuan sang anak sama persis dengan Om-nya sebelum menikah.
“Semuanya aman kok, Mom. Aku selalu pakai pengaman. Hanya semalam aja aku bablas karena aku sengaja menitipkan benih di rahim wanita yang aku cintai itu,” jawab Bara dengan jujur kepada mommy-nya.
Andin kembali melayangkan nampan kepada sang anak, tapi kali ini Bara berhasil menghindar. “Anak sialan! Siapa gadis itu? Kalian cepatlah menikah!”
“Nanti aku bawa ke rumah kalau Abang pulang dari luar negeri,” jawab Bara dengan serius sambil memegangi kepalanya.
“Abangmu sekitar satu bulan di sana, bahkan lebih. Dia harus mengurus perusahaannya yang di sana.” Andin memerhatikan
Andin dan putranya langsung menoleh kepada suara yang sangat mereka kenali.“Daddy!” ucap Bara dan sang mommy bersamaan.Laki-laki yang sangat Bara takuti jika sampai rahasianya terbongkar kini ada di hadapannya. Ucapan sang mommy tentang daddy masih terngiang di telinganya.“Kenapa kalian melihat Daddy seperti itu?” Haidar merasa heran dengan anak dan istrinya. Wajah mereka terlihat pucat saat melihat dirinya.‘Tamatlah riwayatmu, Bara. Petualanganmu cukup sampai di sini,’ ucap Bara dalam hatinya sambil berusaha menelan ludahnya dengan susah payah karena tiba-tiba saja tenggorokkannya menjadi kering.Tidak ada yang menjawab pertanyaan Haidar. Bara ataupun istrinya sama-sama diam seribu bahasa.“Kenapa kalian diam saja? Cepat katakan!” bentak Haidar, “Apa perlu Daddy panggil Abang supaya dia juga mendengar pengakua kamu?” Haidar menatap anaknya dengan tajam.Tatapan laki-laki
"Biasalah, Sayang. Kelakuan adikmu yang membuat kepala Mommy pusing," jawab Andin sambil memijat kepalanya."Jangan terlalu dipikirkan, Mom! Bukannya Mommy sudah biasa dengan kelakuan anak nakal itu. Dari kecil sampai dewasa dia masih tetap nakal." Gara terkekeh sambil memeluk sang mommy yang sedang duduk."Anak itu selalu bikin Mommy naik darah. Tapi, kalau nggak ada dia sepi banget," kata Andin sembari menggelengkan kepala."Jangan marah-marah lagi! Nanti Mommy cepat tua," ucapnya setelah mencium pipi wanita yang telah melahirkan dan membesarkannya."Dewasa apanya?" kata sang mommy mencibir anaknya. "Dia itu selalu berbuat sesuatu tanpa berpikir dulu.""Bang, apa kamu akan tetap menganggapku saudara, walaupun aku merebut yang kamu miliki?" Bara menatap lekat wajah abangnya yang begitu mirip, seperti sedang berdiri di hadapan cermin.'Apa yang akan anak itu katakan? Kalau Gara tahu masalah ini sebelum pergi ke luar negeri. Pikirannya
“Calon kakak iparmu? Entah di mana dia sekarang, aku nggak tahu,” jawab Gara sambil terkekeh. “Aku belum ingin menikah.”Gara terpaksa berbicara seperti itu supaya adiknya tidak merasa bersalah lagi. Ia bisa merasakan kegelisahan yang dialami adiknya.“Maksud Abang?” Bara mengerutkan dahinya mendengar ucapan Gara.Laki-laki itu mengira kalau abangnya sudah mengetahui tentang dirinya dan Anisa. Gara itu terlalu baik, sehingga Bara benar-benar merasa bersalah karena telah bermain-main dengan kekasih saudara kembarnya itu.“Jodoh itu rahasia Tuhan. Contohnya Mommy dan Daddy,” jawab Gara, “Daddy menikah dengan calon adik iparnya.” Ucapan Gara mengejutkan semua orang, termasuk kedua orang tuanya yang tidak tahu kalau sang anak mengetahui kisah cinta mereka.Gara tertawa geli jika membayangkan pernikahan orang tuanya yang penuh drama. Tapi, akhir dari pernikahan itu ternyata sangatlah inda
“Bang, coba ceritakan tentang Mommy dan Dady!” Bara melipat satu kaki kirinya, sedangkan kaki kanannya dibiarkan menjuntai.“Minta ceritakan sama Nenek! Aku juga baru tahu sedikit.” Gara bangun dari duduknya, lalu pindah ke tempat duduk Bara sebelumnya.“Ish … Abang. Aku pindah ke sini, kamu malah pindah ke situ.”Bara sudah siap-siap ingin mendengarkan kisah cinta orang tuanya, tapi saudara kembarnya itu malah pergi menjauh.“Aku tidak mau melihat wajahmu,” kata Gara sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi.“Kenapa?” Bara meraba wajahnya, lalu melihat wajah abangnya dengan seksama. “Wajah kita ‘kan nggak ada perbedaan.”“Itulah kenapa aku tidak mau melihatmu karena aku sendiri sudah bosan melihat wajahku dicermin,’ balas Gara sembari terkekeh.Bara pun tergelak mendengar ucapan saudara kembarnya. Padahal ia sudah sangat khawatir
Gara memegangi lehernya yang tidak sengaja tercekik oleh Bara, ketika sang adik melompat dan mengalungkan lengannya di leher sang kakak."Apa kamu ingin membunuh abangmu ini, hah?" Bentak Gara kepada adiknya.Bara yang mempunyai salah pada saudara kembarnya itu selalu merasa tersinggung, walau Gara hanya bercanda."Maafkan aku, Bang," ucap Bara sambil menundukkan kepalanya. "Aku nggak bermaksud menyakitimu."Gara berjalan mendekati Bara, lalu mengulurkan tangan kepada adiknya. Ia tertawa terbahak melihat wajah adiknya yang pucat akibat bentakkannya."Kenapa kamu seperti seorang perempuan." Gara masih mengulurkan tangannya di hadapan sang adik. "Kamu seperti orang hamil, sensitif sekali," ucapnya sembari terkekeh geli.'Aku kira dia beneran, marah,' batin Bara sambil menatap abangnya yang terus tertawa.Bara menerima uluran tangan Gara yang ia sebut manusia es. "Wajahmu nggak bisa diajak bercanda," kata Bara sambil mencebikkan bibir.
"Aku akan berangkat sekarang," jawab Gara sambil merapikan bajunya. "Kenapa mendadak?" Bara duduk di tepian tempat tidur sambil memandang saudara kembarnya yang sudah sangat rapi. Seperti biasa, penampilan Gara sangat rapi dengan rambut yang klimis. "Ini tidak mendadak. Asistenku sudah menyiapkan semuanya sejak semalam." "Kenapa Abang nggak bilang?" "Tadinya aku akan tetap pergi besok sesuai rencana awal, tapi pekerjaan di sana benar-benar menungguku." Gara berbalik menghadap adiknya yang sedang duduk di tepian tempat tidur. "Doakan aku, semoga kerjaanku lancar, dan cepat kembali ke rumah!" "Aku pasti mendoakanmu," sahut Bara, "Abang hati-hati di sana! Sukses terus, Bang." Bara bangun dan berdiri, lalu memeluk saudara kembarnya. Kemudian melepasnya. "Aku akan sangat merindukanmu." "Tapi, aku tidak," sahut Gara dengan serius. "Jangan bercanda!" Bara menonjok pelan lengan saudara kembarnya. Lag
"Bee, kalo dia anak setan, kita biangnya setan dong," sahut Haidar."Ini semua gara-gara kamu, bikin adonannya nggak bener, dapat anak kembar, tapi yang satu bantet.""Kok, aku yang disalahkan?Kamu juga 'kan ikut andil!" protes Haidar kepada istrinya."Kamu tuh ngaduknya kurang lama."Andin tidak mau kalah berdebat dengan suaminya yang selalu membela anaknya."Selamat berdebat, biangnya setan," kata Bara sambil terkekeh geli melihat kedua orang tuanya perang mulut.Sebelum sang bunda kembali memukulnya, Bara segera berlari menapaki tangga menuju kamarnya yang ada di lantai dua.Andin segera menyusul anaknya dengan langkah yang cepat. Ia sangat kesal dengan kelakuan anaknya."Bee, hati-hati!"Haidar pun menyusul istrinya, ia khawatir wanita yang sangat dicintainya itu terjatuh karena berjalan sangat cepat saat menapaki tangga.Dalam hitungan detik, Andin sudah berada di depan kamar sang anak.
"Bercanda, Mom." Bara menangkap irisan timun yang dilempar oleh sang mommy, lalu memakannya. "Nanti kalau dia libur kerja, aku ajak ke sini.""Bara, apa pun yang terjadi nanti jika kamu jujur tentang dirimu, kamu harus siap. Tapi, bukan berarti kamu lepas tanggung jawab kepada dia," kata Haidar, "Ingat pesan abangmu. Kamu tidak boleh menyakiti gadis itu!""Ok, Dad. Aku tidak akan menyakiti dia. Andaikan dia marah, aku akan terus berusaha meyakinkan Anisa kalau cintaku ori nggak kayak orangnya yang kw," ucapnya dengan serius."Ya pasti marah lah markonah," kesal Andin.Entah kenapa ia selalu gemas dengan kelakuan anaknya. Ada aja ucapannya yang membuat ia marah."Bara, Bun, Bara ... bukan Markonah! Aku laki-laki tulen buatan Tuhan bukan buatan manusia," jawab Bara sambil memasukkan irisan timun ke mulutnya, lalu mengunyahnya dengan kesal."Terus ... gimana caranya kamu ungkap semua ini?"Ia ingin tahu bagaimana caranya sang anak mengat