"Aku akan berangkat sekarang," jawab Gara sambil merapikan bajunya.
"Kenapa mendadak?" Bara duduk di tepian tempat tidur sambil memandang saudara kembarnya yang sudah sangat rapi.
Seperti biasa, penampilan Gara sangat rapi dengan rambut yang klimis.
"Ini tidak mendadak. Asistenku sudah menyiapkan semuanya sejak semalam."
"Kenapa Abang nggak bilang?"
"Tadinya aku akan tetap pergi besok sesuai rencana awal, tapi pekerjaan di sana benar-benar menungguku."
Gara berbalik menghadap adiknya yang sedang duduk di tepian tempat tidur. "Doakan aku, semoga kerjaanku lancar, dan cepat kembali ke rumah!"
"Aku pasti mendoakanmu," sahut Bara, "Abang hati-hati di sana! Sukses terus, Bang."
Bara bangun dan berdiri, lalu memeluk saudara kembarnya. Kemudian melepasnya. "Aku akan sangat merindukanmu."
"Tapi, aku tidak," sahut Gara dengan serius.
"Jangan bercanda!" Bara menonjok pelan lengan saudara kembarnya. Lag
"Bee, kalo dia anak setan, kita biangnya setan dong," sahut Haidar."Ini semua gara-gara kamu, bikin adonannya nggak bener, dapat anak kembar, tapi yang satu bantet.""Kok, aku yang disalahkan?Kamu juga 'kan ikut andil!" protes Haidar kepada istrinya."Kamu tuh ngaduknya kurang lama."Andin tidak mau kalah berdebat dengan suaminya yang selalu membela anaknya."Selamat berdebat, biangnya setan," kata Bara sambil terkekeh geli melihat kedua orang tuanya perang mulut.Sebelum sang bunda kembali memukulnya, Bara segera berlari menapaki tangga menuju kamarnya yang ada di lantai dua.Andin segera menyusul anaknya dengan langkah yang cepat. Ia sangat kesal dengan kelakuan anaknya."Bee, hati-hati!"Haidar pun menyusul istrinya, ia khawatir wanita yang sangat dicintainya itu terjatuh karena berjalan sangat cepat saat menapaki tangga.Dalam hitungan detik, Andin sudah berada di depan kamar sang anak.
"Bercanda, Mom." Bara menangkap irisan timun yang dilempar oleh sang mommy, lalu memakannya. "Nanti kalau dia libur kerja, aku ajak ke sini.""Bara, apa pun yang terjadi nanti jika kamu jujur tentang dirimu, kamu harus siap. Tapi, bukan berarti kamu lepas tanggung jawab kepada dia," kata Haidar, "Ingat pesan abangmu. Kamu tidak boleh menyakiti gadis itu!""Ok, Dad. Aku tidak akan menyakiti dia. Andaikan dia marah, aku akan terus berusaha meyakinkan Anisa kalau cintaku ori nggak kayak orangnya yang kw," ucapnya dengan serius."Ya pasti marah lah markonah," kesal Andin.Entah kenapa ia selalu gemas dengan kelakuan anaknya. Ada aja ucapannya yang membuat ia marah."Bara, Bun, Bara ... bukan Markonah! Aku laki-laki tulen buatan Tuhan bukan buatan manusia," jawab Bara sambil memasukkan irisan timun ke mulutnya, lalu mengunyahnya dengan kesal."Terus ... gimana caranya kamu ungkap semua ini?"Ia ingin tahu bagaimana caranya sang anak mengat
Uhuk uhuk uhukDengan sigap Bara meraih botol air minum, lalu memberikannya pada sang daddy setelah membuka tutupnya terlebih dulu.Haidar segera mengambil botol air mineral itu, lalu segera meneguknya sampai tersisa setengah.Wajah laki-laki yang sudah mempunyai dua anak terlihat memerah."Astaga, Bee, kamu mau bunuh aku?" tanya Haidar pada istrinya setelah ia sudah merasa lebih baik.Andin tidak menjawab pertanyaan suaminya, tapi ia malah balik bertanya. "Siapa yang lagi ngidam? Istri siapa yang hamil? Istrimu yang mana? Yang ke berapa?" cerocos Andin sambil memukuli suaminya."Pukul terus, Mom! Sampai Daddy ngaku." Bara malah memanas-manasi mommynya.Laki-laki yang berusia dua puluh lima tahun itu terkekeh melihat orang tuanya bertengkar."Bara! Bantuin Daddy! Kenapa kamu malah tertawa ngelihat kami berantem?" Haidar melempar irisan buah mangga ke wajah anaknya. "Pegangin Mommy kamu!" titahnya."Berani ikut campur, Mo
Pagi-pagi sekali, Bara sudah ada di depan rumah Anisa, tapi gadis itu tidak ada di rumah. Ia sedang pergi ke pasar, membeli bahan makanan untuk dimasak. Seperti biasanya sang kekasih akan datang, dan makan siang bersama.Namun, kali ini laki-laki playboy itu sudah berada di depan rumah kekasihnya, tepatnya kekasih abangnya yang sudah ia miliki, bahkan sudah ia tiduri sebelum menikah. Setelah menunggu lama, akhirnya gadis yang ditunggunya pulang.“Mas Bara, sudah menunggu lama?” tanya Anisa yang baru datang sambil membawa kantung belanjaan. “Tumben masih pagi udah ada di sini?” Anisa duduk di kursi yang ada di teras depan rumahnya berhadapan dengan sang kekasih. Ia menaruh belanjaan itu di bawah meja. “Ada apa, Mas?”“Aku mau ngajak kamu ke rumahku,”sahut Bara sembari tersenyum. Laki-laki tampan itu memegang tangan kekasihnya. “Apa kamu mau memaafkanku kalau aku berbuat kesalahan fatal?”“Ma
"Ayo kita mandi, abis itu kita ke rumahku." Bara membopong Anisa masuk ke dalam kamar mandi yang dekat dapur."Aku masih lemas, Mas," jawab wanita yang ada dalam gendongan Bara."Nanti aku mandikan." Bara mengecup bibir Anisa yang terbuka karena sedang mengatur napas yang masih tersengal-sengal."Nggak usah, Mas." Anisa turun dari gendongan kekasihnya.Wanita itu berjalan mendekati bak mandi, lalu segera menyiram tubuhnya yang lengket dengan peluh kenikmatan. Walau ia masih terasa sangat lelah setelah membuat adonan, tapi dengan cepat ia membersihkan seluruh badannya yang dijilati sang kekasih."Hahaha ... kamu takut bergairah lagi ya, akibat sentuhanku," tukas Bara sembari tertawa geli melihat sang kekasih yang mandi terburu-buru.Anisa tidak menyahuti ucapan kekasihnya karena apa yang diucapkannya memang benar. Ia segera meraih handuknya, lalu melilitkan pada tubuhnya. "Mas, aku duluan ya."Anisa segera keluar dari kamar
"Yuk!" Bara menarik tangan Anisa, hendak menuntunnya ke tempat tidur.Namun, Anisa menepis tangan kekasihnya. Lalu mengambil handuk yang tergeletak di lantai. Kemudian, melilitkan kembali pada tubuh polosnya."Kalau mau minta nambah, boleh aja, tapi ... setelah kita menikah," kata Anisa sembari terkekeh geli."Sekali lagi aja," bujuk Bara sembari melingkarkan tangannya pada tubuh sang kekasih."Boleh. Tapi, setelah itu aku nggak mau ke rumahmu, dan nggak mau menikah denganmu!" ancam Anisa."Ya udah iya, ayo cepat pakai bajumu! Kita ke rumahku sekarang supaya kita cepat menikah." Bara mengalah, lalu duduk di tepian tempat tidur, menatap sang kekasih yang sedang memakai pakaian sembari menelan air liurnya.Ia menurut saja pada gadis sederhana itu. Padahal Anisa tidak sungguh-sungguh mengatakannya. Mana mungkin ada seorang wanita yang sudah ditiduri kekasihnya tidak mau dinikahi, kecuali seorang wanita bayaran."Ayo, Mas!" Anisa me
“Kenapa?” “Namaku bukan Gara,” jawab laki-laki itu dengan serius tanpa menoleh pada gadis yang dicintainya. “Memangnya nama asli kamu siapa, Mas?” tanya Anisa sembari tersenyum. Ia pikir laki-laki itu sedang bercanda. Bara tidak menjawab pertanyaan kekasihnya. Ia pasrahkan semuanya kepada sang mommy. “Kita sudah sampai,” ucapnya. Anisa, dan Bara segera keluar mobil setelah kedua pengawal sang daddy membukakan pintu mobil untuk mereka. “Ini rumah Mas Gara?” Anisa mengedarkan pandangannya melihat rumah mewah kediaman keluarga Haidar. “Ini bukan rumahku, tapi rumah orang tuaku,” jawab Bara sembari menghampiri Anisa, lalu mengulurkan tangannya pada gadis manis itu. “Ayo!” ajaknya karena kekasihnya itu hanya berdiri saja tanpa mau menggerakkan kakinya. ‘Apa mereka mau menerimaku?’ batin Anisa. ‘Itu sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Siapa aku? Aku harus sadar diri. Ternyata aku salah memilih laki-laki pendamping.’ “Sayang,
“Aku memang pembohong, tapi cintaku asli, aku sungguh-sungguh mencintaimu, Sayang.” Bara menatap gadis cantik yang duduk di sampingnya.“Aku perlu waktu untuk bisa memahami ini semua.” Anisa menyeka air matanya yang sejak tadi mengalir membasahi pipinya.Anisa tidak tahu sejak kapan Bara membohonginya, memperdayanya dengan wajah yang begitu mirip dengan laki-laki yang menolongnya.Bara melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang menuju tempat yang sepi, yang nyaman untuk Anisa meluapkan emosinya. Tidak ada yang memulai pembicaraan lagi. Sesekali Bara menoleh pada gadis yang sedang sibuk menyeka air matanya.Anisa menoleh pada laki-laki yang sedang fokus dengan kemudinya. “Kamu mau bawa aku ke mana? Aku mau pulang.”Aku harus menjelaskan semuanya sejak awal aku menjadi Gara,” kata Bara tanpa menoleh pada gadis yang sangat dicintainya.“Untuk apa? Mau menambah sakit hatiku? Mau m
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha