Perlahan Tari membuka matanya, ia menoleh pada Andin dan tersenyum. “Mbak,” ucapnya pelan.
“Mbak Tari mau minum?” tanya Andin pada istri dari asisten suaminya.
Tari menganggukkan kepalanya perlahan, “Iya,” jawabnya.
Andin mengambilkan air minum yang ada di atas nakas, lalu membantu Tari minum memakai sedotan.
“Terima kasih, Mbak Andin,” ucap Tari sambil tersenyum, “Mbak bukannya ada di Bandung ya?” tanya Tari kepada istri sang bos.
“Aku baru sampai,” jawab Andin, “Mbak Tari, maafkan kami ya, gara-gara masalah keluarga Mannaf, Mbak Tari jadi korban,” ucapnya dengan tulus sambil menggenggam jemari tangan Tari.
“Harusnya saya yang minta maaf, tidak mengikuti perintah Tuan Haidar. Padahal setiap perintahnya pasti demi kebaikan. Termasuk dijodohkan dengan Tuan Baron. Saat itu saya bersyukur mengikuti perintahnya, Saya janji, mulai saat ini apa pun yang terja
Haidar melihat nama pemanggil yang nampak dari layar ponsel asistennya. Terlihat ada tulisan Nyonya penakluk singa."Siapa Nyonya penakluk singa?" tanya Haidar sambil menempelkan benda pipih itu di telinganya.Baron hanya diam saja, ia tidak menjawab pertanyaan tuannya. 'Kenapa saya bisa lupa tidak mengganti nama kontak Nyonya,' ucap Baron dalam hatinya."Baron, cepat kamu ke sini, Mbak Tari sudah sadar!" titah Andin sekali lagi kepada asistennya."Bee, kamu ada di sini?" tanya Haidar dengan pelan."Kamu ke mana aja? Dari pagi aku telepon nggak pernah dijawab. Kamu lagi ngapain sekarang? Bikin aku jantungan aja!" omel Andin pada istrinya.'Tahu dari mana dia masalah di kantor?' Haidar bertanya-tanya dalam hatinya."Boo, kenapa kamu diam aja? Kamu udah nggak anggap aku sebagai istrimu lagi?" kembali sang istri mengomel. "Kalau saja pengawal Ayah nggak bilang, apa kamu juga akan menyembunyikan semuanya dari aku?"'Aku lupa
"Ada apa, Tuan?" tanya Baron saat mendengar gumaman sang tuan yang kurang jelas."Tidak apa-apa," jawab Baron sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku kemeja.Baron kembali menambah kecepatan laju kendaraannya. Ia ingin cepat-cepat bertemu dengan sang istri."Saya sudah bilang, fokuskan keluargamu, terutama istrimu yang sedang sakit!" omel Haidar kepada asistennya."Saya tadi harus memberikan kesaksian di kantor polisi, lalu saya ke rumah Tuan untuk memberikan laporan," jelas Baron pada tuannya."Hmmm ...." Haidar tidak menjawab apa-apa lagi.Ia sudah sangat bosan memperingatkan asistennya untuk lebih mengutamakan keluarganya dari pada urusan lain. Terlebih lagi istrinya sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit.'Apakah si Baron, belum benar-benar mencintai Tari? Kenapa dia tidak mengkhawatirkan istrinya yang sakit?' Haidar bergelut dengan pemikirannya sendiri, meragukan cinta Baron.Padahal dalam hati Baron ia begitu men
"Sayang, lain kali ikuti perintah Tuan, dan percayalah pada suamimu ini!" kata Baron sambil membelai lembut wajah pucat sang istri. "Tuanlah yang lebih sigap membawamu ke rumah sakit. Jadi, berterima kasihlah padanya!"Tari menatap wajah sang bos sambil menitikkan air mata. "Terima kasih, Tuan," ucapnya sambil menyeka air mata yang membasahi pipinya."Sepertinya kamu harus berterima kasih pada ponselmu," kata Haidar sambil tertawa pelan."Boo ... orang sakit diketawain!" Andin memukul lengan sang suami yang berdiri di sampingnya."Kaget aku, Bee." Haidar menoleh pada sang istri sambil mengelus dada."Lagian kamu, orang sakit diketawain," balas Andin yang kembali memukul suaminya.Haidar mengapit leher sang istri sambil menutup mulut sang istri dengan telapak tangannya supaya wanita cantik itu tidak mengomel lagi."Maksud, Tuan?" Tari merasa bingung dengan apa yang diucapkan tuannya.Baron menarik laci nakas di samping ranjang T
Kecupan mesra mendarat di kening sang sekretaris cantik. Sungguh ia merasa bersalah karena tidak bisa menahan amarahnya. Itu karena Baron terlalu mencintai sang istri.Kedua pasangan itu seolah-olah menganggap orang lain tidak ada di ruangan itu. Kemesraan yang mereka tampilkan di depan bos dan istrinya membuat sang bos merasa iri.Melihat kemesraan asisten dan sekretarisnya, Haidar jadi ingin melakukan hal yang sama. Berujar kata cinta yang jarang sekali mereka ungkapkan semenjak mempunyai dua orang anak."Bee, aku mencintaimu. Apa kamu juga mencintaiku?" Pertanyaan yang konyol dari seorang suami kepada istrinya yang hampir dua tahun ia nikahi.Andin memutar bola matanya dengan malas. 'Kenapa brondong alot bertanya seperti itu, padahal aku selalu melayaninya dengan baik, apa sikapku selama ini kurang membuktikan kalau aku begitu mencintainya.'"Bee, kenapa kamu hanya diam?""Aku tidak mempunyai jawaban untuk pertanyaanmu!" Andin benar-benar
Haidar menurunkan istrinya di samping mobil mewah yang pintunya sudah dibukakan oleh sang pengawal.Andin pun segera masuk ke dalam mobil, disusul oleh sang suami. Setelah mereka berdua masuk, sang pengawal pun masuk, dan duduk di bangku kemudi.Kendaraan mewah milik keluarga Haidar itu melesat di jalanan membelah malam."Sayang, apa kamu sangat merindukanku?" Haidar menoleh pada sang istri yang duduk sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. "Kenapa kamu kembali ke Jakarta."Istri mana yang tidak merindukan suaminya saat berada jauh dari pandangannya. Selama masih ada cinta di hati, rindu itu akan selalu ada. Selama waktu terus berjalan rindu itu akan semakin berat."Aku pulang karena sangat mengkhawatirkanmu." Andin melirik laki-laki yang duduk miring sambil memandangnya."Apa kamu tidak merindukan laki-laki tampan ini?" tanya Haidar sekali lagi, "Aku akan sangat kecewa jika jawabanmu tidak."Andin terkekeh mende
Rumah mewah itu tampak gelap. Hanya ada lilin sebagai penerang di kiri dan kanan sepanjang jalan yang ditaburi kelopak bunga mawar merah.Haidar menggendong sang istri ala bridal style dan mengayunkan langkahnya melewati jalan yang ditaburi kelopak mawar itu.Andin melingkarkan tangannya di leher sang suami. Pandangannya tidak lepas dari wajah laki-laki yang mempunyai rahang tegas yang ditumbuhi rambut-rambut halus sebagai hiasan di wajahnya.Haidar terus melangkah masuk sampai di balkon kamarnya. Ia menurunkan sang istri di samping meja yang sudah dihiasi dengan taplak meja berwarna putih dan lilin besar di tengah meja itu.Sudah tersedia hidangan makan malam untuk pasangan suami istri itu."Boo, apa semua ini kamu yang melakukannya?" tanya Andin sambil melingkarkan tangannya di leher Haidar.Haidar melingkarkan tangannya di pinggang wanita cantik yang telah melahirkan dua anak untuknya."Tentu saja bukan," jawab Ha
Haidar membuka ritsleting celana Andin, lalu melucutinya hingga terlepas dari kaki bidadari mesumnya. Lidah suaminya menyapu ujung kaki hingga pangkal paha istrinya dengan lembut.Andin meliukkan tubuh montoknya saat kulitnya bersentuhan dengan benda lembut sang suami. Terasa seperti sengatan yang memabukkan saat lidah itu menyapu daerah di antara kedua pahanya walau masih terbungkus segitiga hitam.Haidar merayap di atas tubuh Andin. Tangannya mulai membuka kancing blus berwarna putih itu satu persatu. Kemudian, ia mengangkat tubuh istrinya untuk mempermudahnya melepas baju itu.Tenggorokannya terasa kering, hingga ia kesulitan menelan ludahnya saat melihat tubuh molek sang istri. Padahal ini bukan pertama kalinya ia melihat keindahan tubuh ibu dari anak-anaknya.Tidak ada lagi kesabaran dalam dirinya. Hasratnya sudah menggebu. Gejolak kenikmatan di tubuhnya membuat napas Haidar memburu. Di setiap jengkal tubuh sang istri sudah menjadi candu baginya.&nbs
Sinar mentari pagi yang masuk melalui celah gorden mengusik tidur Haidar. Ia memiringkan tubuhnya ke kiri hendak memeluk sang istri, tapi tempat tidur di sampingnya itu sudah kosong.Haidar membuka matanya, lalu terduduk. "Bee, kamu di mana?" teriak Haidar memanggil istrinya.Tidak sahutan dari siapa pun. Saat Haidar hendak turun dari tempat tidur. Ia melihat ada tumpukan bunga mawar berbentuk hati di bantal sang istri. Di atasnya ada secarik kertas berwarna putih.Boo, aku kembali ke Bandung. Sampai bertemu di sana, suamiku. Terima kasih untuk malam yang romantis semalam. Kamu lelakiku yang perkasa, aku sangat mencintaimu. Begitulah isi surat yang ditulis Andin, beserta cap bibir berwarna merah di bagian bawah.Haidar tersenyum-senyum membaca tulisan sang istri. Ia sangat bahagia mendapat surat cinta dari Andin."Dua hari lagi kita bertemu, Bee, aku sudah tidak sabar ingin segera bertemu denganmu," ucap Haidar sambil terus menyunggingkan senyumnya
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha