"Ada apa, Tuan?" tanya Baron saat mendengar gumaman sang tuan yang kurang jelas.
"Tidak apa-apa," jawab Baron sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku kemeja.
Baron kembali menambah kecepatan laju kendaraannya. Ia ingin cepat-cepat bertemu dengan sang istri.
"Saya sudah bilang, fokuskan keluargamu, terutama istrimu yang sedang sakit!" omel Haidar kepada asistennya.
"Saya tadi harus memberikan kesaksian di kantor polisi, lalu saya ke rumah Tuan untuk memberikan laporan," jelas Baron pada tuannya.
"Hmmm ...." Haidar tidak menjawab apa-apa lagi.
Ia sudah sangat bosan memperingatkan asistennya untuk lebih mengutamakan keluarganya dari pada urusan lain. Terlebih lagi istrinya sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
'Apakah si Baron, belum benar-benar mencintai Tari? Kenapa dia tidak mengkhawatirkan istrinya yang sakit?' Haidar bergelut dengan pemikirannya sendiri, meragukan cinta Baron.
Padahal dalam hati Baron ia begitu men
"Sayang, lain kali ikuti perintah Tuan, dan percayalah pada suamimu ini!" kata Baron sambil membelai lembut wajah pucat sang istri. "Tuanlah yang lebih sigap membawamu ke rumah sakit. Jadi, berterima kasihlah padanya!"Tari menatap wajah sang bos sambil menitikkan air mata. "Terima kasih, Tuan," ucapnya sambil menyeka air mata yang membasahi pipinya."Sepertinya kamu harus berterima kasih pada ponselmu," kata Haidar sambil tertawa pelan."Boo ... orang sakit diketawain!" Andin memukul lengan sang suami yang berdiri di sampingnya."Kaget aku, Bee." Haidar menoleh pada sang istri sambil mengelus dada."Lagian kamu, orang sakit diketawain," balas Andin yang kembali memukul suaminya.Haidar mengapit leher sang istri sambil menutup mulut sang istri dengan telapak tangannya supaya wanita cantik itu tidak mengomel lagi."Maksud, Tuan?" Tari merasa bingung dengan apa yang diucapkan tuannya.Baron menarik laci nakas di samping ranjang T
Kecupan mesra mendarat di kening sang sekretaris cantik. Sungguh ia merasa bersalah karena tidak bisa menahan amarahnya. Itu karena Baron terlalu mencintai sang istri.Kedua pasangan itu seolah-olah menganggap orang lain tidak ada di ruangan itu. Kemesraan yang mereka tampilkan di depan bos dan istrinya membuat sang bos merasa iri.Melihat kemesraan asisten dan sekretarisnya, Haidar jadi ingin melakukan hal yang sama. Berujar kata cinta yang jarang sekali mereka ungkapkan semenjak mempunyai dua orang anak."Bee, aku mencintaimu. Apa kamu juga mencintaiku?" Pertanyaan yang konyol dari seorang suami kepada istrinya yang hampir dua tahun ia nikahi.Andin memutar bola matanya dengan malas. 'Kenapa brondong alot bertanya seperti itu, padahal aku selalu melayaninya dengan baik, apa sikapku selama ini kurang membuktikan kalau aku begitu mencintainya.'"Bee, kenapa kamu hanya diam?""Aku tidak mempunyai jawaban untuk pertanyaanmu!" Andin benar-benar
Haidar menurunkan istrinya di samping mobil mewah yang pintunya sudah dibukakan oleh sang pengawal.Andin pun segera masuk ke dalam mobil, disusul oleh sang suami. Setelah mereka berdua masuk, sang pengawal pun masuk, dan duduk di bangku kemudi.Kendaraan mewah milik keluarga Haidar itu melesat di jalanan membelah malam."Sayang, apa kamu sangat merindukanku?" Haidar menoleh pada sang istri yang duduk sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. "Kenapa kamu kembali ke Jakarta."Istri mana yang tidak merindukan suaminya saat berada jauh dari pandangannya. Selama masih ada cinta di hati, rindu itu akan selalu ada. Selama waktu terus berjalan rindu itu akan semakin berat."Aku pulang karena sangat mengkhawatirkanmu." Andin melirik laki-laki yang duduk miring sambil memandangnya."Apa kamu tidak merindukan laki-laki tampan ini?" tanya Haidar sekali lagi, "Aku akan sangat kecewa jika jawabanmu tidak."Andin terkekeh mende
Rumah mewah itu tampak gelap. Hanya ada lilin sebagai penerang di kiri dan kanan sepanjang jalan yang ditaburi kelopak bunga mawar merah.Haidar menggendong sang istri ala bridal style dan mengayunkan langkahnya melewati jalan yang ditaburi kelopak mawar itu.Andin melingkarkan tangannya di leher sang suami. Pandangannya tidak lepas dari wajah laki-laki yang mempunyai rahang tegas yang ditumbuhi rambut-rambut halus sebagai hiasan di wajahnya.Haidar terus melangkah masuk sampai di balkon kamarnya. Ia menurunkan sang istri di samping meja yang sudah dihiasi dengan taplak meja berwarna putih dan lilin besar di tengah meja itu.Sudah tersedia hidangan makan malam untuk pasangan suami istri itu."Boo, apa semua ini kamu yang melakukannya?" tanya Andin sambil melingkarkan tangannya di leher Haidar.Haidar melingkarkan tangannya di pinggang wanita cantik yang telah melahirkan dua anak untuknya."Tentu saja bukan," jawab Ha
Haidar membuka ritsleting celana Andin, lalu melucutinya hingga terlepas dari kaki bidadari mesumnya. Lidah suaminya menyapu ujung kaki hingga pangkal paha istrinya dengan lembut.Andin meliukkan tubuh montoknya saat kulitnya bersentuhan dengan benda lembut sang suami. Terasa seperti sengatan yang memabukkan saat lidah itu menyapu daerah di antara kedua pahanya walau masih terbungkus segitiga hitam.Haidar merayap di atas tubuh Andin. Tangannya mulai membuka kancing blus berwarna putih itu satu persatu. Kemudian, ia mengangkat tubuh istrinya untuk mempermudahnya melepas baju itu.Tenggorokannya terasa kering, hingga ia kesulitan menelan ludahnya saat melihat tubuh molek sang istri. Padahal ini bukan pertama kalinya ia melihat keindahan tubuh ibu dari anak-anaknya.Tidak ada lagi kesabaran dalam dirinya. Hasratnya sudah menggebu. Gejolak kenikmatan di tubuhnya membuat napas Haidar memburu. Di setiap jengkal tubuh sang istri sudah menjadi candu baginya.&nbs
Sinar mentari pagi yang masuk melalui celah gorden mengusik tidur Haidar. Ia memiringkan tubuhnya ke kiri hendak memeluk sang istri, tapi tempat tidur di sampingnya itu sudah kosong.Haidar membuka matanya, lalu terduduk. "Bee, kamu di mana?" teriak Haidar memanggil istrinya.Tidak sahutan dari siapa pun. Saat Haidar hendak turun dari tempat tidur. Ia melihat ada tumpukan bunga mawar berbentuk hati di bantal sang istri. Di atasnya ada secarik kertas berwarna putih.Boo, aku kembali ke Bandung. Sampai bertemu di sana, suamiku. Terima kasih untuk malam yang romantis semalam. Kamu lelakiku yang perkasa, aku sangat mencintaimu. Begitulah isi surat yang ditulis Andin, beserta cap bibir berwarna merah di bagian bawah.Haidar tersenyum-senyum membaca tulisan sang istri. Ia sangat bahagia mendapat surat cinta dari Andin."Dua hari lagi kita bertemu, Bee, aku sudah tidak sabar ingin segera bertemu denganmu," ucap Haidar sambil terus menyunggingkan senyumnya
Sudah dua hari berlalu, Haidar hidup sendiri tanpa anak dan istrinya. Ini lah saat nya ia bertemu dengan keluarga kecilnya.Haidar datang ke kantor pagi-pagi sekali karena sore hari harus pergi ke Bandung untuk menghadiri acara resepsi pernikahan rekan bisnisnya.Namun, saat pintu ruang kerja sang CEO dibuka, ternyata sudah ada yang lebih dulu berada di ruang kerjanya. Dia adalah Baron, sang asistennya sendiri."Baron, kenapa kamu masuk kantor? Bagaimana keadaan istrimu?" tanya Haidar saat masuk ke ruangannya ternyata Baron sudah ada di dalam ruangan itu dengan beberapa berkas di meja yang ada di depannya.Baron menoleh pada sumber suara. "Sudah membaik, Tuan," jawab Baron, "Saya harus mencari pengganti untuk Tari, mungkin dia baru bisa masuk lagi setelah dua sampai tiga bulan, sampai lukanya benar-benar sembuh," jelasnya."Tidak apa-apa, fokus saja pada kesembuhannya," jawab Haidar, lalu duduk berhadapan dengan Baron."Apa ada syarat khusus
Andin melepas rangkulan tangannya pada mempelai pengantin wanita, lalu menghampiri suaminya. 'Dia masih ingat nggak ya sama cempaka?' batin Andin.Itulah yang ada di pikiran Andin saat melihat suaminya di pesta yang sama dengannya. Pesta pernikahan wanita yang pernah menggoda sang suami atas suruhannya.Haidar melingkarkan tangannya di pinggang sang istri. "Jadi, pengantin Tuan Lexi itu sahabatmu?" tanya Haidar pada istrinya yang hanya dijawab dengan senyuman oleh istrinya."Aku pikir sahabatmu cuma Sisil?" kata Haidar, "Apa aku sudah pernah bertemu dengannya sebelum ini?""Sepertinya belum," jawab Andin berbohong.Sekali saja berbohong, kita akan terus berbohong untuk menutupi kebohongan kita sebelumnya.Haidar pun memerhatikan sahabat istrinya, ia mengenali mata indah itu, tapi ia tidak mengingatnya kapan ia pernah melihatnya.'Arum sangat berbeda malam ini, nggak mungkin juga suamiku masih mengenalinya,' ucap Andin dalam hati