"Ini." Andin memberikan alat tes kehamilan pada suaminya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Sengaja tidak memberitahukannya karena ia ingin tahu bagaimana reaksi suaminya.
"Aku harus tes juga?" tanya Haidar sembari mengambil alat tes kehamilan di tangan istrinya.
Ia membolak-balikan alat itu. Padahal di situ sudah jelas hasilnya. Haidar benar-benar tidak mengerti dengan alat itu. "Gimana cara pakainya, Bee? Aku nggak tahu."
Haidar kembali menyerahkan alat tes kehamilan pada istrinya. Ia benar-benar tidak mengerti bagaimana cara pakainya.
Andin menepok jidatnya sembari menggelengkan kepala. "Itu udah aku pakai. Aku udah nyoba tadi dan hasilnya positif."
Andin benar-benar tidak habis pikir dengan suaminya. Walaupun tidak mengerti kehamilan setidaknya dia pasti tahu kalau alat itu hanya untuk wanita.
"Apa?! Kamu kena covid, Bee?" Haidar terkejut mendengar ucapan sang istri. Ia hendak memeluk istrinya, tapi tidak jadi karena Andin terlebi
Seminggu sudah ia berada di Bandung. Niat hati ingin berbulan madu kembali bersama sang istri, tapi malah kesialan yang didapat Haidar. Tapi ia sangat bersyukur, di balik kesialan itu ada rezeki yang tiada tara, yaitu kehamilan sang istri.Walaupun kelakuannya menjadi aneh dan membuat Haidar merasa sedih karena istrinya tidak mau didekati, bahkan melihat wajahnya saja, sang istri langsung mual. Tapi, sejak minum vitamin untuk ibu hamil dan obat anti mual, ia sudah jarang muntah, hanya pagi-pagi saja mengalami morning sickness.Andin menoleh pada sang suami yang duduk di sampingnya. "Boo, apa aku boleh berhenti kuliah?" tanya Andin dengan serius kepada suaminya.Haidar langsung menghentikan mobilnya di bahu jalan. Kini mereka berada dalam perjalanan pulang ke Ibu kota."Kamu serius? Coba dipikir-pikir lagi!" Haidar memastikan niat sang istri untuk berhenti mengejar cita-citanya.D
Haidar mengerjapkan matanya, lalu kembali terpejam. "Ada apa, Bee? Apa ini sudah pagi? Tapi aku masih sangat mengantuk," ucap Haidar dengan suara serak khas bangun tidur. Matanya masih terpejam, sungguh begitu berat untuknya membuka kelopak mata."Aku mau tahu gejrot," ucapnya sembari membelai wajah suaminya.Haidar menyunggingkan senyumnya saat sang istri membelai wajahnya. Ia sudah sangat merindukan sentuhan wanita yang sangat dicintainya itu."Boo, kamu nggak mau beliin aku tahu gejrot?" ucap Andin dengan nada yang sedikit memelas.Haidar segera bangkit dari tidurnya, walaupun matanya masih terpejam. "Iya sebentar, Bee. Mataku susah untuk dibuka ini," ucapnya sambil mengucek matanya.Setalah matanya benar-benar terbuka, ia segera turun dari tempat tidur, lalu melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Setelah lima menit Haidar keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih sega
Setelah bawahannya mengirimkan alamat si penjual tahu gejrot, Baron segera meluncur ke alamat itu."Mau ke mana kita?" tanya Haidar yang tidak tahu ke mana Baron membawanya."Ke rumah penjual tahu gejrot," jawab Baron sambil melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang.Tidak butuh waktu lama untuk sampai di rumah pedagang tahu gejrot itu karena jaraknya yang tidak terlalu jauh.Setelah mereka sampai di depan rumah itu, bapak-bapak yang umurnya kira-kira lebih dari setengah abad telah menunggunya di kursi kayu depan rumah kontrakan itu. Mungkin anak buah Baron telah memberitahukannya kalau Tuan Haidar akan membeli tahu gejrot."Selamat malam, Pak," sapa Baron pada bapak tua itu. "Bapak Oding, penjual tahu gejrot?" tanya Baron memastikan, takutnya ia salah orang."Iya, benar, Pak," balas Pak Oding dengan ramah. "Bapak yang mau beli tahu gejrot?" Bapak
Hari demi hari telah berlalu, kini usia kehamilan Andin menginjak 15 minggu. Andin sudah tidak mengalami yang namanya morning sickness lagi. Setiap hari kerjaannya hanya makan dan makan."Bee, ayo kita jalan sore!" Haidar menarik dengan lembut tangan Andin yang sedang rebahan di sofa panjang yang ada di kamarnya sembari mengemil.Andin pun bangun dengan hati-hati. "Aku cuci muka dulu ya."Andin melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Ia mundur beberapa langkah setelah berjalan melewati meja rias. Ditatapnya tubuhnya yang semakin semok di cermin itu."Kenapa gue jadi kayak badut gini," ucapnya sambil mengelus-elus perut. Memiringkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri. "Boo, apa aku terlihat sedikit gemuk?" tanyanya pada sang suami yang duduk di pinggiran tempat tidur sembari memperhatikan istrinya bercermin.Haidar berjalan menghampiri istrinya. "Bukan sedikit gemuk, tapi sangat
Kini Andin dan Haidar ada di halaman belakang rumahnya untuk berolahraga kecil atau hanya sekadar mengajak Andin berjalan tanpa alas kaki."Bee, besok kamu mulai senam untuk ibu hamil ya. Aku udah nyuruh Baron memanggil instruktur senam untuk ibu hamil." Haidar berjalan tepat di belakang istri yang tubuhnya terlihat semakin lebar.Andin berbalik badan menghadap suaminya. "Kamu nggak suka ya kalau aku gendut?""Aku lebih suka kalau kamu gendut," balas Haidar dengan cepat. "Tapi, kamu juga harus sehat. Nggak apa-apa gendut yang penting sehat." Haidar menempelkan tangannya di pinggang sang istri, lalu mencium kening istrinya."Boo, kamu nggak akan berpaling dariku 'kan kalau aku udah nggak seksi kayak dulu lagi?" tanya Andin sembari memainkan kancing kemeja suaminya."Bee, aku jatuh cinta sama kamu bukan karena kamu seksi, tapi karena kamu gesrek," ucap Haidar sembari mencubit kedua pipi istrinya dengan gemas.Andin mencebikkan bibirnya.
Haidar merebahkan tubuh sang istri dengan hati-hati di tempat tidur empuknya.Kini Andin berada di bawah kungkungan Haidar yang menatapnya dengan lembut. Tatapan dingin itu berubah menjadi tatapan penuh cinta saat memandang wajah cantik istrinya."Bee, apa aku boleh nengok anakku sekarang? Sepertinya mereka rindu daddy-nya," ucap Haidar sembari mengelus perut Andin yang mulai membuncit.Andin tersenyum manis menanggapi pertanyaan suaminya menandakan ia mengizinkan si jagoan masuk ke dalam lubang keramat setelah lama tidak berkunjung pada sumur keramat itu.Perlahan Haidar menempelkan bibirnya pada bibir ranum sang istri yang terlihat semakin seksi. Haidar dan Andin sama-sama memejamkan mata merasakan kenikmatan yang sudah lama tidak ia rasakan.Rindu Haidar akan manisnya bibir lembut sang istri kini terbayar sudah. Rindu yang sudah berhari-hari bahkan berminggu-minggu ia tahan, kini tersalurkan deng
Setelah selesai bercinta, mereka segera mandi bersama. Andai saja Andin tidak sedang hamil, pasti Haidar tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk mengulang kembali pertempuran mereka di dalam bathup seperti yang biasa mereka lakukan sebelum Andin hamil.Setelah selesai mandi, mereka duduk di balkon kamarnya sambil memandang langit senja ibu kota. Andin duduk bersandar pada dada bidang Haidar. Tangan sang suami melingakr di perutnya.“Bee, besok aku mau keluar kota, tapi hanya sebentar. Nggak akan sampai menginap. Kamu ajak Sisil ke rumah buat nemenin kamu ya.” Haidar menciumi puncak kepala istrinya berulang kali.Andin menyingkirkan tangan Haidar dari perutnya. Kemudian ia bangun dari duduknya tanpa mengatakan sepatah kata pun pada sang suamI. Lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar.Haidar menyusul istrinya masuk ke dalam kamar. “Bee, kamu lagi hamil, kalau kamu ikut nanti
Setelah makan malam, Andin dan Haidar kembali bersantai di balkon kamarnya sembari memandang langit malam yang penuh bintang.“Boo, besok kamu berangkat jam berapa?” tanya Andin pada Haidar yang sedang mengusap-usap perutnya.“Pagi-pagi sekali aku berangkat supaya sore hari aku udah ada di rumah ini lagi,” balas Haidar tanpa menoleh pada istrinya. Ia tetap fokus pada perut istrinya. “Periksa kehamilannya setelah aku pulang dari luar kota aja ya.” Kini Haidar menatap wajah sang istri yang duduk di hadapannya.“Iya, Boo. Terserah kamu aja,” sahut Andin sembari tersenyum. “Semoga kerjaan kamu cepat selesai dan kembali pulang dengan selamat.” Doa Andin untuk suami tercinta yang sangat ia cintai.“Aamiin.” Haidar mengaminkan doa sang istri sembari mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya.“Kita tidur yu
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha