“Bee, kita malam mingguan yuk!” ajak Haidar setelah pergulatan nikmatnya selesai. Kini mereka sedang bersantai di balkon kamarnya menikmati udara sore hari menjelang petang.
Andin menoleh pada suaminya yang sedang menyesapi kopi hitam yang masih ngebul. “Beneran, Bee?” Andin memastikan keseriusan suaminya.
“Iya, dong!” jawabnya segera setelah menaruh cangkir kopi di atas meja kecil di depannya.
“Tapi, pake motor ya,” pinta Andin sambil mengedipkan matanya. “Nggak seru kalo kencan pake mobil, apalagi pake mobil mewah kayak gitu, yang ada jadi pusat perhatian orang lain. Aku ingin kencan seperti anak muda zaman sekarang.”
“Apa pun asal kamu bahagia, aku turuti.” Haidar mengedipkan sebelah matanya pada sang istri.
Kepercayaan dirinya meningkat setelah pulang dari salon. Ia sudah terlihat lebih muda d
“Adek, kok sama Nabil, suamimu mana? Apa dia belum sembuh?” tanya Bunda Anin pada putrinya yang baru datang bersama salah satu pelayan keluarganya.Setelah mengantar nona mudanya, Nabil langsung pulang lagi. Ia hanya ditugaskan mengantar istri majikannya dengan selamat sampai rumah bundanya.“Aku mau malam mingguan sama dia. Biar lebih berdebar-debar kayak orang pacaran, aku nunggu di sini, nanti dia yang jemput,’ jelas Andin pada bundanya setelah Nabil pergi.“Astaga! Kalian kayak anak abg lagi pacaran aja.” bunda Anin menggelengkan kepalanya.“Ini ‘kan kencan pertamanya, Bun,” sahut Andin sambil terkekeh. “Ayo masuk, Bun! Aku mau ganti baju dulu.”Andin segera masuk kamar dan berganti pakaian. Ia hanya memakai kaus oblong berwarna putih dan celana jeans yang sobek di bagian lututnya.Setelah
“Bunda kami pergi dulu,” pamit Andin dan Haidar pada Bunda Anin.“Hati-hati ya! Jangan pulang larut malam,” pesan Bunda Anin sambil tersenyum. Ia bersikap seolah-olah sebagai ibu dari gadis yang dikencani pacarnya.“Iya, Bunda,” sahut Andin sembari tertawa geli. Ia merasa seperti remaja yang hendak kencan dengan pacar barunya.“Kita ke mana, Bee?” tanya Haidar setelah mereka berada di atas kuda besi itu.“Kita ke tempat Pak Mamat aja, mau nggak?” tanya Andin pelan, takut sang suami tidak menyetujuinya karena itu tempat biasa dia dan Roy nongkrong.“Mau makan sate atau mau mengenang waktu sama Roy?” tanya Haidar dengan dingin.“Boo, aku udah punya kamu. Kamu segalanya bagiku. Kamu laki-laki terhebat yang pernah singgah di hatiku,” kata Andin. “Ya udah kalo gitu kita ke ta
Ternyata begini rasanya kencan sama orang yang kita sayangi,” ucap Haidar sambil melirik pada wanita yang ada di sampingnya. Kini Andin dan Haidar berada di taman dekat tenda sate Pak Mamat. Mereka berbaring di atas rumput sambil menatap langit malam Ibu kota.“Bee, apa dulu kamu juga melakukan hal yang sama bersama Roy seperti yang kita lakukan sekarang ini?” tanya Haidar tanpa menoleh pada istrinya. Pandangannya tetap mengarah ke langit malam, tanpa adanya bintang satu pun. Sepertinya karena mendung, sehingga cahaya bintang tertutup awan kelabu.Andin menoleh pada suaminya. “Aku dan Roy nggak pernah kencan berdua seperti ini. Kita selalu kumpul bareng. Walaupun Roy terlihat seperti berandal, tapi ia laki-laki yang baik, tidak pernah memperlakukanku tidak sopan.”Haidar menoleh pada istrinya. “Dia memang laki-laki yang baik.”“Maaf, Boo. Aku nggak berm
Lantai garasi tiba-tiba terbuka, perlahan muncul motor sport berwarna ungu muda, warna kesukaan Andin. Andin sangat menyukai kejutan yang diberikan oleh suaminya.Andin melingkarkan tangannya di leher sang suami, lalu mencium pipi suaminya berkali-kali. “Terima kasih, Boo. Kamu emang yang terbaik.”Haidar kembali memencet tombol pada remot yang ia pegang. Motor itu kembali ke dalam garasi bawah tanah.“Sekarang ayo kita tidur!” Haidar membopong sang istri masuk kembali ke dalam kamarnya.“Boo, apa kamu mau menghukumku lagi?” tanya Andin. Sebenarnya ia merasa sangat lelah, tapi ia sudah terlanjur berucap.“Kita tidur aja ya, kepalaku sedikit pusing, mungkin karena kehujanan.” Haidar berjalan santai sambil membopong sang istri.“Aku mencintaimu.” Andin berkali-kali mencium pipi suaminya. “Sebenar
Andin melayangkan tangannya hendak memeluk Haidar. Namun, sang suami sudah tidak ada di sampingnya. “Boo, kamu di mana.” Dengan mata yang masih terpejam, Andin meraba tempat tidur suaminya.Ia terpaksa membuka mata, walau masih sangat mengantuk. Ia menyipitkan mata untuk memperjelas penglihatannya. “Baru jam enam pagi. Ke mana dia? Bukannya dia masih cuti,” gumam Andin sambil menguap.Andin turun dari tempat tidur dengan malas. Dengan langkah yang gontai ia masuk ke kamar mandi untuk mencuci mukanya. Ia masih sangat mengantuk karena mereka tidur sudah terlalu larut malam.Andin keluar dari kamarnya masih menggunakan baju tidur bergambar kelinci, baju yang sama dengan baju yang dipakai Haidar.“Ini bukti yang kuat untuk melawan mereka.” Baron menyodorkan amplop besar berwarna coklat kepada tuannya. Kini mereka berada di taman samping rumah. Di saung kecil di pinggir
“Boo, Baron mau ngapain pagi-pagi banget udah ke sini?” tanya Andin setelah mereka berada di dalam kamar.“Ada berkas yang harus aku tanda tangani,” jawab Haidar sambil tersenyum. Ia terpaksa berbohong pada istrinya supaya sang istri tidak kepikiran terus dengan masalahnya.“Boo, aku masih ngantuk, kita tidur lagi yuk!” Andin hendak naik ke tempat tidur. Namun dicegah oleh suaminya.“Kita lari pagi aja yuk!” ajaknya pada sang istri. “Kita lari di taman sekalian nyari sarapan.”“Kalau itu aku mau. Kita ke taman selatan ya, aku mau makan bubur.” Andin segera berlari ke ruang ganti untuk mengganti baju.Haidar menggelengkan kepala sambil menyunggingkan senyumnya. “Kenapa dia selalu bersemangat kalau diajak jajan di pinggir jalan,” gumam Haidar pelan.Setelah memakai baju olah rag
‘Astaga! Dia beneran mau ngehukum gue?’ Andin bertanya dalam hatinya. ‘Abis makan langsung dipompa, bagaimana nasib perut gue. Mau nolak, tapi takut dosa. Ah nikmatin aja dah.’Tubuh Andin terbaring di tempat tidur dengan kaki yang menjunati ke bawah. Haidar berdiri di depannya sudah tidak memakai sehelai benang pun di tubuhnya.‘Astaga si jagoan segede itu, pantas saja kalau dia masuk, rahim gue terasa penuh,’ gumam Andin sambil menelan ludahnya melihat sang jagoan yang sudah berdiri tegak bagaikan tiang pancang.Andin memejamkan mata sambil menggigit bibir bawahnya, menikmati setiap permainan jari sang suami yang sedang menari-nari di liang keramatnya. Sementara bibirnya menyesapi mulut sang istri dengan rakus karena ada sensasi yang berbeda.Rasa panas dari gairah yang mereka ciptakan dan rasa pedas dari bibir Andin setelah makan bubur sambel menciptakan sensasi
Seminggu sudah Haidar menghabiskan waktunya di rumah saja dengan sang istri. Hari ini dia sudah mulai bekerja kembali.“Boo, di luar ada Baron. Apa dia belum tahu kalau hari ini kamu masuk kerja?” tanya Andin sambil memasang dasi suaminya.“Tahu. Makanya dia ke sini. Mulai hari ini dia akan menjemput dan mengantarku kerja,” jawab Haidar sambil mengecup kening istrinya. “Terima kasih, Bee,” ucapnya setelah Andin selesai memasangkan dasi untuknya.“Dia beralih profesi menjadi supir kamu?” ucap Andin sambil terkekeh.“Dia bisa jadi apa aja. Aku benar-benar beruntung bisa bertemu dengan orang seperti Baron,” ucap Haidar dengan tulus.Baron adalah pemuda yang ditolong Papi Mannaf dari kejaran warga saat ia kedapatan mencuri makanan untuk ibunya yang sedang sakit, waktu itu umurnya baru lima belas tahun. Papi Mannaf melatih Ba
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha