"Tanya aja Atala langsung kalau urusan itu. Gue suruh dia minta bantuan Papa nggak mau. Dia bilang mau urus sendiri. Tapi nggak juga ngelakuin apa-apa. Sok aja tuh anak. Tapi akhir-akhir ini teror itu udah berhenti, sih.""Nanti kalau ada lagi gimana?""Mudah-mudahan nggak deh. Gue kira orang itu udah nggak berani, kan takut sama polisi." Citra pernah cerita sepintas pada Tasya tentang teman-teman Atala yang menolong Atala di gedung terbengkalai itu."Maaf, nih, ya, Cit. Bukannya gue nggak percaya. Rasanya nggak mungkin masalahnya bisa selesai gitu aja hanya karena suara sirene polisi bohongan itu. Penjahat ulung itu nggak pandai kapok, Cit. Mereka nggak takut sama polisi. Gue rasa nih ya mereka cuman nunggu waktu yang tepat aja buat ganggu kalian lagi." Tasya bercerita panjang lebar mengemukakan pendapatnya.Citra juga takut sebenarnya, tapi dia memilih tidak terlalu memikirkan masalah itu. Gadis itu bertekad dalam hati akan memberi tahu papa soal ini seandainya orang itu menggangguny
"Keluarga gue akhir-akhir ini emang punya masalah keuangan, Cit. Bokap dan nyokap gue terlilit utang. Banyak barang-barang branded kita yang udah dijual untuk menebus utang. Mobil bokap gue juga udah dijual satu demi utang itu. Biaya UKT gue nunggak belum dibayar. Kalau bulan depan gue nggak bayar lagi, bisa-bisa gue berhenti kuliah. Gue emang lagi butuh duit banget buat bayar kuliah gue. Gue nggak tahu lagi harus minta tolong ke siapa selain lo sahabat baik gue."Kata-kata Tasya terngiang-ngiang di telinga Citra. Tidak bisa dia lupakan begitu saja. Selama ini Tasya selalu baik dan menolongnya. Mereka kenal dari masa sekolah. Sejak dulu, sejak dia masih susah tinggal bersama Eyang, Tasya selalu membantu masalah keuangannya. Tasya juga menjaminnya dan membelikannya buku-buku pelajaran dan barang-barang mahal tiap mereka jalan ke Mall. Keluarga Tasya memang dari kalangan berada. Jika Citra boleh samakan, keluarga Tasya setara dengan keluarga Atala. Tapi memang selalu ada rahasia kelam
"Ngomong apa, sih? Susah banget kedengarannya?" tanya Atala tak sabaran. Pria itu sudah menikmati martabak telurnya."Gue boleh nggak pinjamin Tasya duit?" tanya Citra takut-takut. Kentara sekali wajahnya terlihat cemas. Khawatir kalau Atala tidak mengizinkan.Atala yang sibuk mengunyah menghentikan aktivitasnya. Lelaki itu malah menatap Citra heran. "Kenapa? Nggak boleh, ya?" tanya Citra lagi. Gadis itu meringis."Tasya minjam duit ke elo?" tanya Atala memastikan.Citra mengangguk. "Iya.""Nggak salah?" Atala sungguh terheran-heran. "Dia kan anak orang tajir." Lelaki itu lalu tertawa terbahak-bahak seolah itu adalah hal yang amat lucu. "Masak dia pinjam duit ke elo sih?""Dia bilang orang tuanya akhir-akhir ini lagi ada masalah keuangan," jawab Citra. "Keluarga mereka selama ini nggak seenak yang kita kira tauk. Mereka punya banyak utang. Lo jangan cerita ke siapa-siapa tentang ini, ya. Kasihan Tasya."Atala mengangguk-angguk setelah tawanya mereda. "Emang dia pinjam duit berapa? Bua
Ada hal baru lagi yang mengganggu pikiran Citra belakangan ini. Sikap Atala yang selalu modus dengannya dan ucapan Tasya.Gadis itu mengingat momentumnya bersama Atala. Sikap manis pria itu."Gue tahu sih dia dari dulu emang suka modus, tapi ...." Citra sibuk berpikir sambil berbaring menatap langit-langit kamar. "Yang kemarin kayaknya sengaja deh." Citra merasa Atala berlebihan dan sengaja melakukan semuanya.Semua sikap modus Atala langsung terbayang kembali diingatannya."Gimana rasanya tadi malam gue cium?"Citra melotot dan menoleh ke Atala. "Lo ingat?""Iya, ingat."Citra diam saja."Kenapa? Mau dicium lagi?""Enggak!""Kalau mau juga nggak pa-pa." Atala tersenyum jahil. Senyum yang memuakkan."Atala!" Citra mencubit pinggang cowok itu hingga dia kesakitan dan minta ampun. "Jangan mesum, ya, lo!""Galak banget, sih, kan gue cuman bercanda. Siapa juga yang mau mesum sama lo, boneka santet!""Tapi kadang cowok itu nyebelin juga. Masak dia bilangin gue boneka santet, sih. Enak aja.
"Lo yakin, Cit, mau datang ke gedung terbengkalai itu?" tanya Tasya saat mereka sudah berada di mobil, menuju tempat yang baru saja mereka bicarakan. "Lo nggak takut kalau di sana tiba-tiba si peneror itu ada?""Hush, jangan ngomong yang nggak-nggak, deh. Gue yakin mereka nggak datang ke sana lagi. Lagian gue juga penasaran seperti apa, sih, tempatnya?""Gila, mau kasih suprise ke Dimas aja sampai segitunya," balas Tasya."Iyalah." Citra menoleh ke kursi di belakangnya. Di mana banyak tootbag berisi kotak-kotak kue dan kado spesial. Gadis itu tersenyum membayangkan reaksi Dimas menerima kejutannya nanti. Lelakinya itu pasti senang dan akan memaafkannya.Hari ini Citra akan melancarkan aksinya memberi Dimas suprise di gedung terbengkalai itu."Gue nggak mau kehilangan dia." Citra melempar pandang ke arah jalanan raya. "Gue akan pertahankan dia apa pun caranya, selama gue mampu." Lalu dia menoleh ke Tasya. "Do'ain, ya, semoga usaha gue lancar dan berhasil."Tasya diam saja. Sebagai tim y
"Citra! Citra! Kamu di mana?!" Citra menahan perasaan saat mendengar suara Dimas. Suara cemas lelaki itu terdengar menggema di gedung terbengkalai itu.Baru saja dia menyuruh Tasya mengirimi pesan ke Dimas, mengabarkan kalau dia ditangkap oleh si peneror itu dan di bawa ke mari. Dan Dimas datang untuk menolongnya. Sikap pria itu membuktikan kalau dia masih peduli dengan Citra, dan itu artinya Dimas masih sayang dengannya.Kini Citra bersembunyi di bilik yang lain sambil tangan sebelahnya menampung sekotak kue, sedangkan tangan sebelahnya menutup mulutnya erat-erat agar tak bersuara dan menimbulkan kecurigaan. Menunggu waktu yang tepat untuk keluar. "Citra! Hai berengsek! Ke mana lo sembunyiin pacar gue?!" teriak Dimas. Lelaki itu sangat percaya dengan pesan Tasya barusan.Citra memandang Tasya yang kini berdiri di depannya. Tasya memberi kode untuk dia segera keluar."Citra!" Dimas terus saja memanggil. Dia terlihat putus asa dan langkahnya maju hendak turun ke bawah.Dan sebelum Dim
"Kok dia ngasih syarat kayak gitu, ya?" "Udah deh lo nggak usah curigain pacar gue begitu," ketus Citra tak suka saat Tasya bertanya kenapa Dimas baru mau memaafkannya setelah membuat perjanjian.Ya, Dimas akhirnya mau memaafkan Citra dan hubungan mereka bisa harmonis lagi seperti dulu dengan perjanjian kalau Citra harus menjaga sikap dengan Atala. Citra tidak boleh terlalu baik dengan Atala atau membiarkan Atala modus dengannya. Dimas memang tidak bisa melihat interaksi Citra dan Atala. Dimas tidak tahu apa saja yang Citra lakukan di belakangnya. Namun, itulah tantangan buat Citra dan Dimas berharap Citra bisa memenuhi janjinya.Dimas menikmati kue ulang tahun yang Citra siapkan untuknya. Dimas juga menerima hadiah pemberian Citra berupa sepatu mahal bermerek Nike. Sepatu yang bisa Dimas pakai ke kampus. Setelah puas mengobrol dari hati ke hati, Citra memutuskan pulang dan terpaksa berpisah dari Dimas."Bukan curigain, tapi ....""Wajar kali, Sya, dia kasih gue syarat kayak gitu kar
"Kamu berminat buka franchise dari keluarga Tristan?" Rani mengulang pertanyaannya.Citra tertawa. Merasa lucu. Kenapa hidup ini kebetulan sekali?"Kenapa?" heran Rani melihat Citra malah tertawa."Sebenarnya gue sempat kepikiran mau buka usaha, sih, cuman masih bingung usaha apa yang bagus, gitu. Franchise minuman kayaknya boleh juga." Citra mengangguk-angguk. "Oh iya? Kebetulan banget, ya?""Iya, makanya.""Ya udah kalau gitu buka usaha franchise aja, pakai produknya keluarga Tristan aja.""Tapi gue masih mikir-mikir dulu, sih, ini. Gue juga belum punya pengalaman buka franchise.""Hmm tapi kalau udah yakin pakai produk yang ini aja. Orangnya kita kenal, jadi nggak takut ditipu." Rani terkekeh geli.Citra merasa Rani begitu ramah dan bersahabat. Dia merasa sudah kenal lama dengan gadis itu. Gadis itu tidak hanya cantik parasnya, tapi juga cantik hatinya.Apalagi dia pacarnya Atala. Biasanya perempuan akan cemburu dengan perempuan yang memiliki lelaki yang dia suka. Harusnya Rani ce