Ada hal baru lagi yang mengganggu pikiran Citra belakangan ini. Sikap Atala yang selalu modus dengannya dan ucapan Tasya.Gadis itu mengingat momentumnya bersama Atala. Sikap manis pria itu."Gue tahu sih dia dari dulu emang suka modus, tapi ...." Citra sibuk berpikir sambil berbaring menatap langit-langit kamar. "Yang kemarin kayaknya sengaja deh." Citra merasa Atala berlebihan dan sengaja melakukan semuanya.Semua sikap modus Atala langsung terbayang kembali diingatannya."Gimana rasanya tadi malam gue cium?"Citra melotot dan menoleh ke Atala. "Lo ingat?""Iya, ingat."Citra diam saja."Kenapa? Mau dicium lagi?""Enggak!""Kalau mau juga nggak pa-pa." Atala tersenyum jahil. Senyum yang memuakkan."Atala!" Citra mencubit pinggang cowok itu hingga dia kesakitan dan minta ampun. "Jangan mesum, ya, lo!""Galak banget, sih, kan gue cuman bercanda. Siapa juga yang mau mesum sama lo, boneka santet!""Tapi kadang cowok itu nyebelin juga. Masak dia bilangin gue boneka santet, sih. Enak aja.
"Lo yakin, Cit, mau datang ke gedung terbengkalai itu?" tanya Tasya saat mereka sudah berada di mobil, menuju tempat yang baru saja mereka bicarakan. "Lo nggak takut kalau di sana tiba-tiba si peneror itu ada?""Hush, jangan ngomong yang nggak-nggak, deh. Gue yakin mereka nggak datang ke sana lagi. Lagian gue juga penasaran seperti apa, sih, tempatnya?""Gila, mau kasih suprise ke Dimas aja sampai segitunya," balas Tasya."Iyalah." Citra menoleh ke kursi di belakangnya. Di mana banyak tootbag berisi kotak-kotak kue dan kado spesial. Gadis itu tersenyum membayangkan reaksi Dimas menerima kejutannya nanti. Lelakinya itu pasti senang dan akan memaafkannya.Hari ini Citra akan melancarkan aksinya memberi Dimas suprise di gedung terbengkalai itu."Gue nggak mau kehilangan dia." Citra melempar pandang ke arah jalanan raya. "Gue akan pertahankan dia apa pun caranya, selama gue mampu." Lalu dia menoleh ke Tasya. "Do'ain, ya, semoga usaha gue lancar dan berhasil."Tasya diam saja. Sebagai tim y
"Citra! Citra! Kamu di mana?!" Citra menahan perasaan saat mendengar suara Dimas. Suara cemas lelaki itu terdengar menggema di gedung terbengkalai itu.Baru saja dia menyuruh Tasya mengirimi pesan ke Dimas, mengabarkan kalau dia ditangkap oleh si peneror itu dan di bawa ke mari. Dan Dimas datang untuk menolongnya. Sikap pria itu membuktikan kalau dia masih peduli dengan Citra, dan itu artinya Dimas masih sayang dengannya.Kini Citra bersembunyi di bilik yang lain sambil tangan sebelahnya menampung sekotak kue, sedangkan tangan sebelahnya menutup mulutnya erat-erat agar tak bersuara dan menimbulkan kecurigaan. Menunggu waktu yang tepat untuk keluar. "Citra! Hai berengsek! Ke mana lo sembunyiin pacar gue?!" teriak Dimas. Lelaki itu sangat percaya dengan pesan Tasya barusan.Citra memandang Tasya yang kini berdiri di depannya. Tasya memberi kode untuk dia segera keluar."Citra!" Dimas terus saja memanggil. Dia terlihat putus asa dan langkahnya maju hendak turun ke bawah.Dan sebelum Dim
"Kok dia ngasih syarat kayak gitu, ya?" "Udah deh lo nggak usah curigain pacar gue begitu," ketus Citra tak suka saat Tasya bertanya kenapa Dimas baru mau memaafkannya setelah membuat perjanjian.Ya, Dimas akhirnya mau memaafkan Citra dan hubungan mereka bisa harmonis lagi seperti dulu dengan perjanjian kalau Citra harus menjaga sikap dengan Atala. Citra tidak boleh terlalu baik dengan Atala atau membiarkan Atala modus dengannya. Dimas memang tidak bisa melihat interaksi Citra dan Atala. Dimas tidak tahu apa saja yang Citra lakukan di belakangnya. Namun, itulah tantangan buat Citra dan Dimas berharap Citra bisa memenuhi janjinya.Dimas menikmati kue ulang tahun yang Citra siapkan untuknya. Dimas juga menerima hadiah pemberian Citra berupa sepatu mahal bermerek Nike. Sepatu yang bisa Dimas pakai ke kampus. Setelah puas mengobrol dari hati ke hati, Citra memutuskan pulang dan terpaksa berpisah dari Dimas."Bukan curigain, tapi ....""Wajar kali, Sya, dia kasih gue syarat kayak gitu kar
"Kamu berminat buka franchise dari keluarga Tristan?" Rani mengulang pertanyaannya.Citra tertawa. Merasa lucu. Kenapa hidup ini kebetulan sekali?"Kenapa?" heran Rani melihat Citra malah tertawa."Sebenarnya gue sempat kepikiran mau buka usaha, sih, cuman masih bingung usaha apa yang bagus, gitu. Franchise minuman kayaknya boleh juga." Citra mengangguk-angguk. "Oh iya? Kebetulan banget, ya?""Iya, makanya.""Ya udah kalau gitu buka usaha franchise aja, pakai produknya keluarga Tristan aja.""Tapi gue masih mikir-mikir dulu, sih, ini. Gue juga belum punya pengalaman buka franchise.""Hmm tapi kalau udah yakin pakai produk yang ini aja. Orangnya kita kenal, jadi nggak takut ditipu." Rani terkekeh geli.Citra merasa Rani begitu ramah dan bersahabat. Dia merasa sudah kenal lama dengan gadis itu. Gadis itu tidak hanya cantik parasnya, tapi juga cantik hatinya.Apalagi dia pacarnya Atala. Biasanya perempuan akan cemburu dengan perempuan yang memiliki lelaki yang dia suka. Harusnya Rani ce
From: Rani (PPP) Gawat, La, gawat. Istri lo tanya-tanya. Mati gue!Isi pesan Rani itu membuat mata Atala yang tinggal lima watt jadi segar seketika. Lelaki itu baru saja tidur siang di kamarnya. Dan masih dalam keadaan mengantuk lelaki itu bangun kala terdengar ponselnya berdering, telepon dari Rani.Lelaki itu langsung mengetik pesan.To: Rani (PPP)Gawat kenapa sih? Emangnya dia tanya apaan?Balasan Rani yang cukup lama membuat Atala langsung menelepon gadis itu."Halo, kamu di mana, nih? Dia tanya apaan?" Atala langsung saja bicara begitu ketika sambungan teleponnya diangkat."Ya elah itu pesan aku udah basi, kamu kelamaan jawabnya," jawab Rani di seberang.Atala mengernyit. "Dia tanya apaan?" Pria itu masih penasaran."Macam-macam. Dia juga bilang kalau kita tuh nggak kayak orang pacaran. Kita tuh lebih kayak temenan. Untungnya semua pertanyaannya bisa aku jawab, jadi aman.""Kamu yakin dia nggak curiga?""Yakin. Udah kamu tenang aja. Semuanya udah teratasi.""Kok dia bisa tanya
Singkat cerita sop ayam buatan Citra sudah jadi. Bi Rahma membantu menyiapkannya dalam mangkuk dan mengambilkan nasi. Setelah semuanya terhidang di meja makan, Bi Rahma memanggil Atala yang ternyata sibuk nge-gym di ruang olahraga di lantai dua.Dengan senyum semringah, Atala duduk di kursi makan, bersiap menyantap sop ayam yang tampak warna-warni menggugah selera itu."Bi, makan, Bi." Atala menawarkan Bi Rahma."Silakan makan saja, Tuan." Bi Rahma kini sibuk memasukkan sate ubi mentah ke dalam tempat kukus. Bersiap untuk dikukus."Cit, temenin gue makan, yuk." Atala memandang Citra yang masih berdiri di sana sejak tadi. "Duduk di sini." Atala menepuk-nepuk kursi di sebelahnya.Tapi gadis itu tak menggubrisnya dan malah berlalu dari sana. Gadis itu masuk ke kamarnya."Dia ngindarin gue atau perasaan gue aja, ya?" gumam Atala seorang diri.Mulai hari itu dan dua hari kemudian, Atala merasakan bahwa Citra benar-benar menjauhinya, entah karena apa.Tapi sebenarnya Atala tidak masalah deng
Mereka menghabiskan waktu bersama eyang dan Kak Shinta sambil menikmati makan siang di meja makan. Menjelang sore Kak Shinta pulang setelah mengambilkan pakaian eyang yang dia siapkan dalam tas. Dan meninggalkan eyang di rumah itu.Citra menyiapkan sendiri kamar untuk eyangnya, yakni di kamar tamu. Sebenarnya Citra mau menemani eyang tidur. Tapi orang tua itu tidak mau. Katanya dia masih bisa tidur sendiri. Dan dia tak ingin Citra meninggalkan Atala tidur sendiri."Malam ini untuk sementara terpaksa kita tidur sekamar," ucap Citra saat dia sudah berdua di kamar dengan Atala. "Lo tidur di sofa, ya, gue tidur di kasur lo." Citra mengatur.Atala pun mengiyakan saja.Citra menghela napas dan menghempaskan tubuhnya di pinggir kasur. "Untung aja cuman semalam. Kalau lebih dari semalam nggak sanggup gue. Gue emang nggak sanggup eyang tinggal di sini, gue nggak bisa." Citra menggeleng-geleng sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.Atala yang kini bersandar di sofanya menatap aksi