Selamat membaca.Aku memang kembali dengan kekuatan, tetapi itu tidak cukup untuk menghancurkan istana ini. Lemah, gagal—tidak ada yang bisa aku artikan lagi pada hidupku. Seolah semuanya kacau, tetapi tertutupi oleh kata baik-baik saja.Duduk diam memandang abstrak ke arah cermin, dengan ribuan pertanyaan mengapa aku harus bertahan sampai sejauh ini, berada disini? Sampai, dia datang dan membuyarkan lamunanku—aku menatap ke arah tangan Baginda yang sedang menyentuh bahuku. "Aku gagal." Kataku memandang ke arah cermin. Ke arah mata tajam yang begitu lembut menatapku malam ini. "Aku ketakutan.""Mengapa kau takut, bukankah aku bersama denganmu?"Baginda melepas setiap pernak pernik yang menghias kepalaku pelan. Tak ingin menyakitiku. "Kalau pada akhirnya kita tidak bersama bagaimana?" tanyaku yang membuatnya menghentikan aktivitasnya singkat. Menghembuskan nafasnya kasar. Mungkinkah dia marah padaku?!"Tatapannya itu. "Aku tidak suka akhir yang seperti itu."Aku tersenyum mendengar apa
Selamat membaca.Di tempat yang sangat jauh, diantara kerusuhan dan peperangan dunia yang semakin memanas. Orang-orang berpakaian serba merah tampak memadati sebuah lorong gelap dan kelam, menuju ke arah sebuah pintu dengan simbol berukiran Gratarus yang ditulis miring dengan cat emas berkilauan."Yang mulia, Anda sudah kembali?"Tanya seorang pria berpakaian bangsawan tinggi, terlihat gagah namun tubuhnya menunduk memberi hormat pada pria dengan pakaian lebih sederhana darinya yang baru saja memasuki ruangan. Duduk dikursi utama meja rapat, yang diikuti oleh beberapa orang lainnya.Pria berpakaian bangsawan itu tampak melihat ke arah belakang, pintu tempat masuk orang yang baginya sangatlah berkuasa. "Anda, tidak bersama dengan Emabell? Apakah yang mulia, butuh bantuan Gratarus?!" tanyanya dengan alis yang mengakat ke atas—dia adalah Raja Nesabulla Safalis dan para pengikutnya. Menghadap langsung ke arah pria yang dipanggil mereka sebagai yang mulia."Mengapa kau cemas?" Tampak santa
Selamat membaca.BOAM!!!Suara ledakan terdengar sangat dekat, sampai membuat aku sampai tersentak kaget. "Dimulai!" Baginda menggandeng tanganku, terbang ke luar. Ke atas istana hitam. Dan menyaksikan sendiri pemberontakan yang sedang mengepung istana hitam—dari sini aku bisa melihat kekompakan untuk melawan sang raja yang membelok dari hukum aturan dunia.Mengecap bibirku. Dengan mata yang berkaca-kaca, antara sedih dan senang. Apalagi saat melihat seluruh Clossiana Frigga ada diantara banyaknya makhluk abadi. Yang sedang menatapku dengan tatapan kasihan."KEMBALIKAN EMABELL KAMI!""Tidak bisa."Baginda tiba-tiba saja menarikku semakin dekat. "Dia milikku!" ujar Baginda sembari menatap begis ke arah ayahku yang terlihat marah karena merasa kalau aku dikekang dan dicuci otak oleh Baginda. "Dan yang telah menjadi milikku tidak akan pernah keluar dari Utara.""Sombong sekali Anda!" Beberapa pria berpakaian serba biru masuk yang lainnya berpakaian serba hitam. Dan semua orang membukakan
Selamat membaca.PRANGGG!Damor turun ke bawah namun seekor bintang menghalanginya untuk bergantian dengan Sirrius. "Rulyria!" ucap Almosa. "DAMOR! AWAS DIBELAKANGMU!" DEG! Damor tak waspada. Tapi untung saja Zurra cepat tanggap, meski sedang kesusahan. Baginda mencoba melindungi Zurra dari segala yang mengganggu pria itu. "Berhati-hatilah bodoh!" tegas Zurra kesal karena Damor hanya memakai emosinya. "Maaf.""Sirrius!""Dimengerti."Mereka bertukar, dan itu membuat Edanosa menatap ke arahku dengan tatapan terkejut. Aku tahu, ini adalah rencana yang telah mereka buat…lebih tepatnya, dibuat oleh Nesesbula dan Darka ll.Sementara ayah dan ibu serta yang lainnya, berdiri tepat di belakang Darka ll yang sedang kesulitan menyiapkan rencana untuk mencapaiku yang dilindungi sangat ketat. Meski hanya Almosa dan Sirius yang saat ini berada di sampingku, tapi kekuatan kegelapan Baginda yang seperti cincin api. Melingkar di beberapa titik istana.Seperti pengendali, bahkan Baginda tak harus me
Selamat membaca.Di ruang rapat yang kini penuh retakan. Kami semua duduk di kursi yang telah disediakan, untuk membicarakan masalah mengapa mereka tidak menyerang Utara dengan benar—meski mereka tahu mereka dapat melumpuhkan pertahanan istana hitam."Mereka tahu akibat dari penyerangan besar-besaran yang sedang kau pikirkan Emabell!" Penjelasan Baginda membuat aku membulatkan mataku terkejut. Karena Baginda begitu peka dengan raut wajahku yang menunjukan isi hatiku. "Begitu ya." Aku menghembuskan nafasku kasar. "Dan apa akibatnya? Bisakah aku mengetahuinya juga?!"Mereka semua yang ada dalam ruangan ini saling tatap. Dan ya. Mereka menyembunyikan sesuatu, yang bisa dengan jelas aku dapatkan jawabannya dengan mudah—bagaimana kalau berpura-pura tak tahu saja.Ternyata. Alasan mereka tidak menyerang adalah karena aku, karena impianku bisa hancur dan mengapa mereka begitu peduli? "Mengapa, pria itu terlihat takut menghancurkan dunia ini?" tanyaku tiba-tiba yang membuat Baginda menarik l
Selamat membaca."Sulit kan?" Sakana tiba-tiba saja muncul di samping Ar, sembari menatap ke arahku yang kian hari semakin menjauh dari pandangan mereka—tidak mereka ketahui, aku tersenyum membelakangi mereka."Emabell itu, benar-benar berbeda.""Ya." jawab Ar dengan tatapan datarnya. "Karena sampai kapanpun, aku tidak akan pernah setara dengan kakakku sendiri. Dia selalu menang."Aku memiliki alasan yang kuat mengapa aku begitu mencintai Killian, semua karena dia mengenal bagaimana seorang manusia bermimpi.***Tap!Tap!Tap!Bugh!"Awwww. Sttt!" Aku meringis karena kepalaku membentur sesuatu yang keras. Mengerutkan keningku sembari mengelus-elus dahiku yang memerah. Aku menatap ke arah penghalang yang menghalangiku. "Baginda?" Menatap ke arah hiasan pakaiannya yang menyakitiku barusan."Gadis nakal.""Hah?"Deg! Mataku melebar, sadar kalau Baginda sedang marah padaku dan yap. Aku mengobati leherku. Mungkinkah dia akan marah padaku? "Emmm," Mengaruk tengkukku yang tak gatal sebelum m
Selamat membaca."Lepas! Aku mau menemui Emabell!" Dari balik pintu kamar yang tutup rapat, di tengah-tengah cahaya yang masuk dari antara lupang kunci. Aku terbangun, menahan berat badanku untuk mengambil posisi duduk—menyakitkan. "Akh?" Aku mendesah setelahnya. Sebelum….Bukh!Pintu terbuka. Menampakan wajah Damor dan Sirrius yang memaksa masuk dengan membela pintu menjadi dua dan terpaksa melumpuhkan Almosa dan Zurra dengan racun Damor.Deg! Tapi setelahnya mereka terdiam, mata mereka membelalak. Berkaca-kaca saat melihat bentuk dan rupaku yang tidak ada bedanya dari tahanan seumur hidup. Dengan siksaan setiap harinya—tersenyum. Aku mencoba menguatkan mereka."Jangan tersenyum." "Damor, Sirr…""KUBILANG JANGAN TERSENYUM!" Damor mendekat namun ia bahkan tak berani memelukku karena takut aku terluka. Tubuhku penuh dengan luka dan lebam yang terlihat begitu jelas di mata mereka saat ini. "Aku mohon…Da-damor, Almosa dan Zurra,""APA YANG KALIAN BERDUA LAKUKAN PADA ZURRA DAN ALMOSA?!"
Selamat membaca.Suara lonceng berdentang. Samar, aku melihat gaun berwarna putih. Juga uluran tangan seseorang, darah dan sebuah cincin. Gelap—berangin.KRAK!KRAK!KRAK!Suara ranting kayu diinjak. Istana hitam, mengapa tampak begitu jauh dan mengapa? Aku sedang menggandeng tangan seseorang? Tunggu…mengapa langkahku berjalan semakin jauh? Tidak. Kumohon. Berhenti…aku mau Baginda, Utara. Bersama mereka.Sebelum panas menggerogoti tubuhku.***Hah. Aku bangun dalam keterkejutan sesaat pandanganku tertuju pada perban yang melilit pinggangku. Dibawah gaun sederhana nan nyaman. "Baginda." Aku berlari mencari-cari Baginda karena rencanaku berhasil.Sebelumnya. Aku mendengar suara hati yang begitu familiar dan perasaan akan sesuatu yang berbahaya, itu sebabnya aku meminta Baginda bersandiwara karena merasa ada yang mengawasiku dengan senyuman penuh kemenangan saat berada di atas awan—tak mudah membujuk Baginda untuk berakting seakan kehilangan kepercayaan agar aku bisa mendapatkan sedikit