Aiden diam sejenak. Tidak ingin langsung marah atau ingin tahu lebih lanjut terpancing oleh kalimat Robert. "Ku sarankan untuk tidak menyentuhnya lagi selagi aku masih baik." Robert terkekeh. "Kau masih menginginkannya?""Itu bukan urusanmu."Robert mengedikkan bahu. "Lalu kenapa kau mencarinya lagi. Tidak perlu bertanya itu sudah terlihat olehmu." "Ada yang perlu kami selesaikan. Sepertimu, dia juga berhutang sesuatu padaku." Aiden memilah kata dengan baik."Bagaimana jika... aku mulai menyukainya." Robert tidak henti-hentinya membuat emosi Aiden meningkat. Masih jelas terekam saat itu raut Robert tampak serius. Tidak bermaksud memainkan Aiden, justru Robert mengatakan itu karena ingin mengungkapkan apa yang telah mengganggunya akhir-akhir ini."Maksudmu?" tanya Aiden ingin memperjelas tebakannya. "Kau sudah mendengarnya. Sebagai laki-laki terhadap perempuan. Aku tidak menemukan apa yang dia miliki dari perempuan lain." Robert mungkin sudah gila. Bagaimana bisa ia menyukai perem
Selain kisah cintanya yang jadi berantakan, bisnis Aiden juga sedang diuji tiada henti. Dari penggelapan dana yang belum terlihat siapa pelakunya, lagi-lagi satu kantor cabang terbakar, atau bisnisnya yang tidak beroperasi semulus yang ia kira. "Yulio tolong carikan ini," kata Aiden memberikan map pada Yulio. "Di dalam situ ada daftar nama pemegang saham untuk hotel. Nama yang aku lingkari adalah nama yang mungkin mendapat komisi atas penggelapan dana."Yulio mengangguk menerima map yang Aiden berikan. Lalu laki-laki itu yang sudah membawa laptopnya di ruang Aiden langsung mengerjakan pekerjaannya. Memeriksa mutasi rekening Perusahaan yang tertuju pada para pemegang saham. Kiranya sudah lebih dari dua belas jam mereka bekerja. Selama bekerja dengan Aiden, Yulio tampak patuh dan tidak pernah mengeluh tentang jam kerja yang melebihi ketentuan. Untung saja bonus bulanannya lebih besar dari gaji pokoknya. Inilah yang membuat Yulio memiliki dedikasi tinggi untuk Aiden. "Ini sudah seles
Dewi mengusap-usap pundak Luna menenangkan perempuan itu. "Ini memang melelahkan, tapi jangan sampai mereka tahu kau menangis." Dewi berbisik mengingatkan. Luna dengan segera mengusap air mata di pipinya dan kembali fokus merajut. Kedua alisnya menyatu sebab menahan sesak didada. Mereka menyelesaikan pekerjaan begitu jarum jam menunjukkan pukul tiga sore. Meski dipulangkan kembali ke penginapan, Luna dan Dewi tidak dapat langsung beristirahat. Mereka masih harus bersih-bersih bersama tawanan yang lain. "Aku akan membuang ini." Luna pamit pada Dewi. Membawa kantong plastik berukuran besar berwarna hitam. Melihat itu, Dewi langsung menghampiri Luna dan membantu membawanya. "Ini berat! biar aku saja."Luna tersenyum. "Tidak seberat itu."Dewi menggeleng. "Jangan paksakan dirimu, kau sedang hamil tua. Ingat mereka tidak membayar ketika perutmu kontraksi. Jadi tetaplah berhati-hati."Mendengar itu Luna akhirnya luluh. Ia harus mengutamakan bayinya sekarang. "Maaf jadi merepotkanmu ter
"Kau menginginkan bayi ini?" tanya Luna gamblang. Zack menggeleng. "Tidak, aku hanya bertugas untuk membuatmu sengsara." "Siapa yang menugaskanmu?" tanya Luna lagi. "Kau akan tahu sendiri ketika nanti sampai ke London." Luna diam. Sekarang ia dibuat penasaran. Jika Zack adalah teman Aiden, apakah benar yang menugaskan Zack adalah Aiden?Luna tidak pernah menyangka bahwa laki-laki itu justru menyiksanya seperti ini. Dan mungkin saja Aiden telah mengetahui kehamilannya. Apa perlu ia menunjukkan dirinya yang menyedihkan seperti ini agar laki-laki itu puas? "Aku akan berkemas dulu." Luna memutuskan untuk kembali ke London. Entah apa yang akan terjadi pada dirinya nanti yang bisa ia lakukan hanyalah pasrah dengan hidupnya. *******Aiden dan yang lain telah tiba di tempat terakhir dimana lukisan itu terbeli. Namanya pusat rajut. Ada gambar benang wol pada plang depan bangunan. Ia yakin disinilah tempatnya sesuai dengan gambar teka-teki yang Robert berikan.Tapi tampak sepi. Pintunya
Dewi menatap Aiden diam, is mencerna dulu bahasa yang Aiden gunakan hingga is mengerti. Tetapi agak susah menjawabnya dengan bahasa laki-laki itu.Yulio yang mengerti atas gerak-gerik Dewi yang kesusahan bicara itu mendekat dan menyerahkan tabnya. Sudah ada halaman web translate agar mempermudah pembicaraan mereka. Dewi menerima tab tersebut, menuliskan apa yang ia ketahui tentang Luna. Juga menanyakan apakah Luna yang mereka maksud adalah Luna yang sama. Aku mengenal Luna. Dia dari London, sedang hamil tua delapan bulan. Rambutnya panjang, keemasan. Tapi di pangkal rambut berwarna coklat. Matanya indah dan bulu matanya lentik. Apakah perempuan ini memiliki ciri-ciri yang sama seperti yang Anda cari?Selesai menulis, Dewi memberikan benda persegi itu pada Yulio. Tapi dengan cepat Aiden langsung merebutnya. Terlalu bertele-tele juga jika melewati Yulio dulu. Aiden membaca setiap kata yang perempuan itu tulis. Memang benar ciri-cirinya ada pada Luna. Terlebih Luna sedang hamil saat
Senyum wanita itu merekah kala mobil Zack berhenti. Zack turun dari mobil menghampiri wanita itu."Kau masih tetap menawan meski melahirkan anak satu," puji Zack membual demi komisi yang lebih banyak. Selena terhibur. Tapi dia lebih tertarik pada perempuan yang tertidur di bangku belakang mobil Zack. Mengerti arah pandang Selen, Zack ikut menoleh ke mobilnya. "Dia tertidur, sudah ku tahan tadi. Jadi ku suruh tidur sebelum mati di mobilku." "Kau terlalu keras padanya." Selena berkomentar meski merasa puas dengan siksaan yang Zack berikan pada Luna. Zack terkekeh saja sebagai balasan. Ia mendongak melihat gedung kosong di belakang Selena yang cukup tinggi. "Kau menyuruhnya tinggal disini?" Zack memicing melihat kondisi gedung yang tidak layak huni. Sangat tidak layak huni. "Kau membuatku seperti iblis. Jangan seperti itu. Aku masih cukup baik tidak menyuruhnya tinggal disini. Itu mudah, dan dia bisa kabur." "Lalu?""Kita akan bertemu seseorang setelah ini." Selena tampak memandang
Mendengar dimana posisi Luna saat ini, Aiden segera melakukan penerbangannya ke Korea. Namun pesawatnya harus delay, dan ia menunggu cukup lama hingga akhirnya pukul sembilan malam berhasil menginjakkan kakinya di Korea. Ia perlu mandi dan mengistirahatkan diri sembari menunggu kabar berikutnya. Tubuhnya sangat lelah, tapi Aiden tidak bisa tidur tenang. Beberapa jam sekali terbangun dan memeriksa ponsel. Begitu seterusnya, sudah menghilangkan kegelisahannya dengan bermain game atau mengecek laporan. Tetap saja, matanya mengantuk tapi kesadarannya penuh enggan untuk tidur. Banyak yang terpikirkan. Tangan Aiden menekan ikon galeri. Disana, selain foto pekerjaan dan proses bisnisnya. Ada satu folder yang menarik perhatian Aiden. Folder yang ia beri nama Laluna. Dan tentu saja isinya tidak jauh dari paras cantik perempuan itu. Dari foto yang Aiden ambil diam-diam. Foto selfi mereka berdua, foto yang sengaja ia ambil ketika berlibur. Foto pernikahan mereka. Semua memori itu berkumpul d
Luna mengerjap-kerjapkan matanya kala sebuah cahaya yang silau menusuk kelopak mata. Begitu terbuka, bola matanya bergerak ke kanan dan kiri. Nuansa putih, gorden yang sedikit terbuka dengan kilau matahari pagi. Lalu infus yang terpasang di punggung tangannya, membuat Luna yakin bahwa kini ia berada di rumah sakit. Siapapun yang membawanya kemari, asalkan bukan dua penculik kemarin Luna sangat berterima kasih. "Kau sudah bangun?" suara laki-laki yang mengenakan snelli putih masuk lalu membuka tirai pada bangkor."Bagaimana perasaanmu?" tanya laki-laki tersebut. Luna tidak bisa membaca nama dari name tag dokter itu karena bertuliskan hangeul. Namun bahasa inggris yang terucap bergitu fasih."Aku hanya merasa pusing." Luna menjawab dengan lirih. Dokter Kim Jong Min mengangguk. "Kau dehidrasi. Dari keadaanmu yang hamil kenapa kau tidak makan dan minum lebih dari tujuh jam?" Jong Min lantas memeriksa Luna. "Aku mengalami hal buruk." Luna menjawab disela dirinya sedang diperiksa. Mende