Mandi bukan sekadar mandi. Tentu saja, mandi hanyalah selipan kegiatan yang Aiden maksudkan. Laki-laki itu tentu saja mengambil kesempatan lain. Menggerayangi tubuh Luna, menciumi bibir istrinya itu. Meremas kedua pantat kenyal Luna, mengulum buah dada Luna yang kali ini terlihat dengan jelas.Didalam bath up apapun yang ingin Aiden lakukan, ia lakukan. Laki-laki itu bahkan melakukan kegiatan dewasa melebihi empat kali. Luna lemas dibuatnya. Istrinya tertidur begitu Aiden menggendongnya keluar kamar mandi. Aiden sampai harus memakaikan pakaian pada tubuh istrinya. Meski hatinya sedang bergemuruh senang, ya laki-laki akan terlampaui bahagia setelah melakukan adegan dewasa. Begitu pakaian telah terpakai di tubuh Luna, Aiden harus mengeringkan rambut istrinya dengan keadaan Luna sambil tertidur di kasur.Untungnya hair dryer milik Luna tidak memiliki suara yang nyaring. Jadi perempuan itu tidak perlu terganggu hingga terbangun. Ketika semuanya telah beres, barulah keduanya tidur. Tent
Aiden menjawil hidung Luna pelan. "Itu klien yang aku sebutkan dichat tadi. Tahu tidak? Itu gadis yang kemarin dekat dengan Zack.""Ahh.. jadi itu! Cantik juga. Bagaimana ceritanya? Apa masih berlanjut Zack dengan gadis itu?" Tanya Luna antusias. Ia suka dengan cerita cinta orang-orang.Tetapi Aiden menggeleng. "Tidak, makanya Zack sedih.""Aku kira Zack adalah tipe laki-laki yang mudah berpaling."Aiden terkekeh mendengarnya. "Kenapa begitu?""Entahlah, hanya dari wajahnya saja.""Seperti pemain ya?" Tebak Aiden akan pikiran Luna.Luna mengangguk. Perempuan itu lantas beranjak dari pangkuan Aiden, kembali pada meja rias untuk membersihkan riasannya. Sudah malam dan Luna perlu segera beristirahat.Begitu Luna telah selesai mandi dan berganti dengan gaun tidur, Aiden sudah di kasur tetapi mengenakan kacamata bacanya dan ada tab ditangan."Masih bekerja ya?" Tanya Luna naik ke kasur. Merebahkan diri di samping Aiden dan menarik selimut. Luna mengintip apa yang sedang Aiden kerjakan."It
Selena melambaikan tangan ketika melihat atensi Luna. Tetapi Luna hanya diam terpaku pada pasangan yang Selena gandeng."Itu temanmu," kata Aiden mengetahui Selena sedang melempar senyum pada istrinya. Namun istrinya hanya diam tidak merespon apa-apa hingga Selena berjalan ke arah mereka dengan pasangannya.Aiden tersenyum menyambut, meski Selena adalah teman Luna tetapi sebagai suami ia juga harus bersikap ramah."Hai Luna. Hai Aiden," sapa Selena.Aiden mengangguk sebagai balasan sapaan Selena. "Perkenalkan ini kekasihku. Darren," ujar Selena memperkenalkan laki-laki disampingnya itu sebagai kekasih pada Luna dan Aiden.Luna mengernyitkan kening. Dapat ia lihat Darren juga menyimpan sesuatu dari raut wajahnya. Seperti ada banyak yang ingin lelaki itu beritahukan."Hai kau yang waktu itu kan? Kita sudah berkenalan." Aiden mengingatnya, ketika menghampiri Luna yang lari pagi dan bertemu dengan Darren. Tapi tak urung Aiden dan Darren tetap berjabat tangan sebagai bentuk sopan santun di
Kai menatap Darren sengit. Sedang Hana menatap Darren dengan ilfeel . Luna sendiri sebagai tujuan Darren mendekati meja mereka hanya dapat diam. Dalam otak Luna mencerna, sejak kapan laki-laki itu ada disini? atau apakah laki-laki itu mendengar apa yang mereka bicarakan?"Ah, teman-teman aku sepertinya memang perlu bicara dengan Darren." Luna akhirnya membuka mulut mencairkan suasana mencekam yang teman-temannya ciptakan. "Kau yakin hal seperti itu masih harus dibicarakan?" tanya Hana dengan nada acuh tak acuhnya. "Lagipula kau juga sudah bersuami," sahut Kai yang membuat Luna menahan napas. Kenapa Kai semudah itu membeberkan status perkawinannya. Luna perlu mengatakan ini secara langsung dan dari mulutnya sendiri pada Darren. Namun kalau dipikir-pikir apa gunanya juga? Toh mereka ini sudah mantan. Luna segera beranjak dari duduknya dan mengajak Darren untuk menjauh dari meja teman-temannya. Keduanya pun memilih meja di ujung ruangan yang tidak begitu terlihat. "Jadi?" tanya Luna
Luna menghembuskan napasnya. Energinya habis selesai berbincang dengan Darren. Malam ini ia mengatakan pada Aiden akan pulang bersama teman-temannya. Aiden tidak perlu menjemput. Memang benar, Hana dan Kai mengantarnya sampai Apartemen. Tapi kemudian perempuan itu berjalan gontai menjauhi Apartemen. Luna memerlukan waktu sendiri dulu untuk kembali cerita dihadapan Aiden nanti.Jadi langkah Luna berjalan menuju sungai yang tidak jauh dari Apartemen. Suasanannya memang tidak seramai biasanya, dan memang ini yang Luna perlukan.Perempuan itu lantas melepas heels yang terpasang dikaki sejak jam 7 pagi. Ia lelah, tentu saja kakinya bahkan sampai gemeteran terlalu lama mengenakan heels. Namun daripada itu, batin Luna lebih lelah.Hidupnya sekarang memang berbeda drastis dari sebelumnya. Apa yang Luna impikan terwujud, bekerja di Perusahaan bergengsi, memiliki keluarga besar yang terpandang, menikahi laki-laki tampan dan kaya raya yang penuh kasih sayang, meski semua itu palsu.Ada perasaan
"Dia mafia di Spanyol. Sekali itu disebut hutang, selamanya akan menjadi hutang."Dari sini Luna mulai menyesali keputusannya. Ia sudah salah bersedia menjadi pengantin pengganti. Posisinya tidak lagi aman dan semakin sulit."Jika dia tahu aku membayar untuk hutang Harris Devaux, tanpa bercerita apa alasannya semuanya akan terungkap. Bahkan jati dirimu sebagai istri Aiden Ellworth." Arthur menambahkan.Luna tidak bisa lagi menjawab. Ia hanya mengatupkan bibirnya rapat. Tidak tahu lagi apakah ia masih diperlukan disini atau tidak. Yang pasti ia sudah pasrah jika kembali ke kehidupannya yang lama."Dan jika Aiden tahu semua sandiwara ini, keluarga Wilson yang akan hancur."Luna meneguk ludahnya. Bahkan kali ini kepalanya hanya menunduk tidak berani untuk menatap Arthur.******Aiden melirik Luna yang ada di kursi penumpang dengan tatapan kosong ke jalanan. Jika ketika tadi berangkat dan tiba di rumah Luna tampak senang dengan wajah berseri. Kali ini istrinya itu hanya diam dan murung. S
Luna sudah berlarian menikmati suasana Paris. Hey, akhirnya apa yang ia idam-idamkan tercapai. Kakinya menginjak Paris sekarang. Aiden tersenyum di belakangnya. Laki-laki itu tampak tampan dengan setelan santai. Sweater Ralph Lauren, celana kain dan sepatu berwarna coklat muda.Senang rasanya melihat Luna kembali ceria menikmati suasana liburan. Tidak murung terus seperti kemarin. "Aiden sini!" teriak Luna memanggil suaminya agar cepat menghampiri. Aiden terkekeh mempercepat langkahnya untuk menuju Luna. Istrinya itu sudah mengangkat tangannya tinggi dengan ponsel di genggaman. Bersiap mengambil foto dengan pemandangan di belakangnya. Aiden mendekat, berdiri di samping Luna lalu memeluk pinggang istrinya itu. Begitu dirasa sudah siap dengan ekspresi wajah masing-masing, Luna menekan tombol untuk mengabadikan potret mereka. Aiden berganti gaya, melingkari bahu Luna dengan tangannya. Luna mengerucutkan bibir membentuk duck face. Luna mendekatkan ponselnya, ia melihat beberapa pot
Robert Mariano mengetuk-ketuk jari pada meja kerjanya. Otaknya berpikir dan terus mencerna. Sekali lagi, ia melihat foto istri Aiden. Ia merasa janggal pada perempuan itu, tapi semua latar belakangnya bersih. Laluna Wilson merupakan mahasiswi lulusan kedokteran Stanford. Murni berasal dari keluarga Wilson. Bahkan perempuan itu pemilik saham di Perusahaan mode Bellagas. Meski Robert tahu ini bukan urusannya dan tidak penting untuk dipikirkan apalagi dicari tahu. Langkah seseorang membuat kepalanya mendongak dan teralihkan dari foto-foto Luna. Sekretarisnya datang tergopoh-gopoh dengan tangan memegang ponsel. "Harris Devaux gagal memberikan dollar lagi. Ini info dari kepala cabang." Bryan, sekretarisnya memberi informasi kalau ada nasabah yang menunggak dan membangkang. "Sudah ku katakan berkali-kali. Itu bukan urusanku. Itu urusan kalian. Urusan kepala cabang, beresi semuanya. Aku tidak mau tahu."Bryan menangguk dan meminta maaf. Sebenarnya ia memberikan informasi ini ke bosnya, a
Luna melepas pelukannya, ia menatap Aiden dalam diam lalu membawanya keluar ruangan. "Mau ke mana?" tanya Aiden dengan langkah yang terus mengikuti Luna. Setelah berada di taman belakang, barulah Luna berhenti. "Aku punya ide." Luna lalu duduk dan menarik tangan Aiden untuk duduk juga. "Apa itu?""Bagaimana jika aku meninggalkanmu?" Aiden langsung berdecak tidak suka dengan pertanyaan itu. "Mau ke mana lagi? jangan coba-coba untuk meninggalkanku Luna.""Ini hanya sebuah ide. Jika aku selalu dijadikan tawanan untuk Robert atau entah nanti siapapun itu karena mereka tahu aku adalah kelemahanmu. Bagaimana jika kita berpura-pura berpisah saja. Jadi ada atau tidaknya aku di hidupmu itu tidak akan membuatmu lemah." Luna menjelaskan. Tapi melihat raut tidak suka Aiden membuatnya harus meyakinkan laki-laki itu. Luna mengambil tangan Aiden dan menggenggamnya. "Kita harus menyelesaikan ini. Dan kita harus menang."Aiden hanya diam sembari menatap pada kedua mata Luna. Semua yang dikatakan
Luna sedang menyusui Aaron begitu Aiden datang. Wajahnya langsung berseri melihat putra mereka yang sedang minum. Sebelum melepas jasnya, Aiden mendekat untuk mencium puncak kepala Aaron lalu berganti mencium pipi Luna. Ia sangat adil untuk hal ini. Luna tidak banyak berkomentar, ia hanya tersenyum dan ekor matanya melihat ke arah Aiden yang masuk ke kamar mandi. Dalam hati banyak menyesali kenapa dirinya mudah diperdaya hingga menyakiti banyak orang. Mungkin saja jika sedari awal tidak menerima tawaran Selena hidupnya akan damai, walau hidup tanpa kekasih akibat diputuskan waktu itu. Tidak masalah, laki-laki bukanlah satu-satunya tujuan hidup bukan?Tapi tidak boleh berpikir begitu, sekarang sudah ada Aiden yang rela melakukan apapun untuknya. Ia akan aman.Bertepatan dengan Aaron yang sudah memejamkan mata, Aiden keluar dari kamar mandi dengan aroma sabun yang menguar. "Sudah tidur?" tanya Aiden dengan suara pelan. Luna mengangguk. Aiden membuka lemari dengan perlahan takut j
Tidak ada yang menduga bahwa kegiatan panas mereka ternyata menjadi sebuah ancaman untuk Aiden. Entah mendapat dari mana namun kini Luna telah menodong pistol yang sontak membuat Aiden langsung mundur ke belakang.Kedua alisnya menyatu menjauh dari tubuh Luna.Istrinya itu dengan wajah yang masih memerah akibat gairah, juga deru napas yang belum teratur memegang pistol dengan erat."What happen Luna?" Tanya Aiden terbata dengan kebingungan.Itu bukan pistol bohongan. Aiden mengenali nomor seri pada emboss pada bagian sampingnya. Dimana Luna mendapatkan itu?Aiden sudah memastikannya sendiri bahwa nama Luna bersih. Benar-benar bersih bukan merupakan agen intel, seorang tangan kanan mafia, atau sebagainya itu. Lagipula yang kini Aiden bingungkan hanyalah, apa yang sedang terjadi sekarang.Tapi melihat mata Luna berkaca dengan wajah yang sok dikuatkan itu membuat Aiden mengerti sesuatu."Siapa yang menyuruhmu?" Tanya Aiden lembut ia bergerak ke samping kasur dan duduk dengan tenang meski
Luna kembali bersama Aiden. Ia pulang ke Seoul duduk di samping suaminya. Jong Min masih di Jeju. Sengaja menambah masa liburannya dan Giselle telah membantu Jong Min untuk membawa Krystal ke sana melancarkan lamaran yang Jong Min rencanakan. Tidak butuh waktu lama mereka sudah mendarat di Incheon Airport. Giselle sangat senang mendorong troli bayi dimana Baby A tertidur disana.Luna dan Aiden saling bertaut tangan menyembuhkan rasa rindu. Ngomong-ngomong Aiden sudah menyiapkan nama untuk anaknya. Aaron Santana Ellworth. Kata Luna anak mereka lahir sebelum natal tepat ketika salju turun. Entah kenapa nama itu yang terpikirkan dalam kepala Aiden. Tapi jika melihat bayinya, kulit seputih salju itu cocok dengan nama tersebut. Luna tersenyum kala kedua pandangan Aiden terus memandangi troli yang Giselle dorong. Mertuanya itu langkahnya lebih dulu ada di depan mereka. "Terima kasih," kata Aiden sedikit mendekatkan dirinya pada Luna agar terdengar. "Terima kasih untuk apa?" tanya Luna
"Maaf aku terlambat, sesuatu yang hectic terjadi tadi haha.." Aiden terkejut. Ia diam memandang Luna dengan balutan gaun putih berbahan tipis itu. Begitu juga Giselle yang tidak mampu berkata apapun. Memastikan lagi apakah ia salah lihat atau bagaimana. "Luna?" Aiden mencoba menyebutkan nama itu. Barangkali ia salah orang akibat terlalu lama memikirkan istrinya. Tapi perempuan yang ia sebut Luna itu juga terkejut. Suasana menjadi hening untuk beberapa saat dan Jong Min menebak apa yang sedang terjadi. "Kalian saling mengenal?" tanya Jong Min dengan raut cerianya. Kebetulan yang membahagiakan bukan? orang yang kau kenal mengenal teman barumu. Aiden beranjak dari duduknya mengabaikan pertanyaan Jong Min. Ia menatap Luna untuk beberapa saat. Bagaimana mata itu kembali menatapnya. "I found you," lirih Aiden langsung menarik tangan Luna membawanya pergi dari meja. Ada banyak yang harus mereka obrolkan secara empat mata. Giselle yang melihat kepergian mereka hanya dapat berdoa semog
Senyum Jong Min merekah melihat Aiden berjalan ke arahnya. Tamu yang ia tunggu tunggu datang juga. "Sudah lama menunggu?" tanya Aiden juga tersenyum. "Tidak begitu, aku baru datang juga. Ibumu?" Jong Min beralih pada wanita di samping Aiden. Aiden mengangguk memperkenalkan Ibunya pada Jong Min. "Bu ini Jong Min dia sempat menolongku waktu itu."Senyum Giselle merekah. Entah bantuan apa yang Jong Min lakukan pada Aiden, tapi itu sudah menjadi hal baik baginya. Tidak semua orang saling membantu ketika belum mengenal bukan?"Giselle," ucap Giselle memperkenalkan namanya. "Aku Jong Min. Sangat disayangkan, kau lebih cocok menjadi kakak Aiden daripada Ibu." Jong Min memuji wajah Giselle yang tampak awet muda. Mendengar itu Giselle jadi tertawa renyah. Ia suka sebuah pujian. Mereka pun segera duduk pada kursi yang telah disediakan. Di atas meja telah terhidang beberapa makanan yang baru saja tiba ketika mereka sedang asik berkenalan tadi. Pada sela makan malam, Giselle bertanya-tanya
Keduanya saling menceritakan satu sama lain. Dimana Aiden membuka jati dirinya sebagai seorang pengusaha, dan Jong Min mengatakan bahwa profesinya adalah seorang dokter. "Jadi kau seorang dokter?"Jong Min mengangguk menunjukkan lesung pipinya. "Belajar sangat tidak mudah. Bagaimana mungkin ada manusia menghafal buku setebal lima belas senti."Aiden tertawa melihat wajah Jong Min yang putus asa. "Hei buktinya kau bisa. Kau mematahkan pikiran burukmu itu.""Benar juga, aku hampir kehilangan mobilku jika tidak segera menghafal."Lagi-lagi Aiden tertawa. "Ibumu menyitanya.""Benar sekali. Kau sering begitu juga? Ibu mu menyita kartu? atau mobil ketika kau menjadi bebal." Jong Min begitu ingin tahu. Yang ia lihat Aiden tampak seperti lelaki baik-baik. "Aku tidak pernah menjadi bebal. Ketika tua aku baru bebal.""HAHAHAHA.." Kini giliran Jong Min yang tertawa. "Apa yang menjadi keributan pak tua ini?""Sial," umpat Aiden dengan sisa senyumnya. Tangannya meraih gelas kecil yang telah beri
Aiden dan Giselle menuju hotel dengan perasaan yang tidak dapat dijelaskan. Giselle tertangkap basah, masih memiliki harapan untuk bertemu dengan Luna. Sebetulnya, perasaan Giselle lebih sakit melihat anak semata wayangnya terus larut dalam kesedihan. Tetapi jika hanya Luna yang menjadi kebahagiaan Aiden ia akan turut serta mengabulkannya. Hari telah gelap. Aiden melambaikan tangan sebagai sirat pamitnya untuk Giselle. Membiarkan Ibunya untuk beristirahat dulu hari ini. Aiden juga perlu istirahat. Semakin hari rasanya semakin berat. Ia masih belum menemukan Luna. Mendapatkan informasinya saja tidak. Terkadang, ia berpikir untuk menyerah saja. Mengubur kenangan mereka dan melanjutkan hidupnya. Namun disisi itu, Aiden juga sempat berpikir bagaimana jika ia menikah lagi dan ketika sudah mau memulai hidup baru Luna kembali dihadapannya tanpa ia cari. Aiden tidak ingin menyesal lagi untuk kehilangan Luna. Hal seperti tadi tak seharusnya mampir ke pikirannya. Laki-laki itu lantas m
"Tapi mungkin kau bisa mencari tahu melalui Selena. Barangkali lepasnya Luna hanya akal-akalannya saja." Robert memberi saran dan itu terdengar masuk akal. Akhirnya setelah berbincang lama dan membahas hal lain, tanpa sadar keduanya menjadi dekat lagi. Hmm lebih tepatnya melupakan yang telah terjadi. Robert datang ke Korea juga tidak dengan tangan kosong. Ia membawakan Aiden seperti jinjingan berisi sepatu mahal, beserta dokumen dokumen yang Aiden perlukan. Seperti yang Robert tahu, temannya itu sedang merintis bisnis dibidang keuangannya. Jdi Robert membantu memberikan nama nasabah yang dulunya pernah menjadi nasabahnya. Hal itu berguna, jikamana spam iklan Perusahaan Aiden masuk ke nomor nasabah. "Terima kasih." Aiden tersentuh. Lihat bukan? Tanpa perlu ia membalas dendam, Robert akan tahu sendiri letak kesalahannya dan penyesalannya. Tidak semua hal dapat diselesaikan dengan balas dendam. Itu khusus untuk orang-orang yang paham. "Aku kembali dulu. Semoga kau segera menem