Kesunyian sekian menit melingkupi kami dibuyarkan oleh sapaan Fakih yang berjalan menuruni tangga. Sosoknya tampil dalam outfit seni formal dan cuma membalas senyumku dengan sedikit tarikan bibir saja. Huufffh. Masih marah rupanya.
"Hai bro, sudah ketemu dengan Arumi?" sapaannya ditujukan pada Erland, sedangkan aku cuma dilirik sekilas."Belum, dia masih dengan assistennya di belakang." sahutan Erland terdengar lega, mungkin dia merasa bebas dari sindiran atau interogasiku selanjutnya"Temuilah dulu, habis itu kita keluar. ada yang asik nih?" Fakih menunjukkan sesuatu di layar ponselnya, sepertinya suatu hal yang hanya menarik bagi kaum adam saja."Bukannya Merlin sudah menunggumu?" sergah Erland sambil melirikku sekilas."Kami tidak ada acara, tujuannya datang buat bertemu mami dan Arumi saja?" Kali ini kutangkap jelas nada sindiran untuk kebiasaanku mengambil hati keluarga Fakih, lalu kujadikan tamengku bila kami berseteru."Kecanggungan yang sekian menit tercipta diantara kami akhirnya dibuyarkan oleh sapaan Fakih, abang Arumi itu mengenakan outfit semiformal berjalan menuruni tangga. "Hai bro, sudah ketemu dengan Arumi?" disalaminya aku lalu duduk menjejeri. Entah mereka sudah bertemu sebelumnya, Merlin justru diabaikan. Barangkali hanya perasaanku saja, seperti ada jarak tak kasat mata di antara pasangan kekasih ini."Belum, tadi kulihat masih dengan assistennya di belakang." "Temui saja dulu, setelah itu kita jalan. Lihat ada yang asik nih?" Fakih lantas menunjukkan layar ponselnya padaku. Undangan Launching Produk Fotographi di sebuah klub pria."Bukannya Merlin sudah menunggumu?" kilahku melirik tunangannya yang baru saja berhasil membuatku risau."Kami tidak ada acara, dia datang cuma mau bertemu mami dan Arumi?" sahutan Fakih direspon senyum tipis di wajah datar Merlin yang sempat mengiterogasiku tadi."Oke, kita jalan sebentar lagi. Kutung
"Alia, kamu saja yang menghadiri acara ini, fullday. jadi kalau selesai bisa pulang. Lumayan sorenya main sama baby Ghaazi, kan?" ujar bu Yani tersenyum penuh pengertian, menyerahkan selembar undangan dengan kop surat dinas. "Trimakasih Bu, memang acaranya cuma setengah hari saja kah?" tanyaku sambil sekilas membaca undangan."Undangan Workshop biasanya RKTL di pe-erkan. Di meja desk nanti ditunjuk notulen yang menggabungkan hasil diskusi kelompok. Biasanya pukul tiga-an sudah penutupan dan bubar." Bu Yani menjelaskan lalu kemudian meninggalkan meja kerjaku.Senang hatiku mendengarnya. Kupesan taksi online seraya bergegas akan berangkat. Hari bergulir tak terasa sudah memasuki minggu ketiga aktivitasku bekerja masuk pukul delapan dan pulang pukul lima sore yang sejauh ini kujalani dengan lancar. Acara baru akan dimulai ketika aku tiba, sedikit canggung karena perdana menghadiri forum semacam ini. Di tengah kegiatan workshop saat menyimak materi
"Ternyata Alia mengadu pada mertuanya, Tyas. Sekarang tante Netty dan om Kaffa sudah tahu pernikahanmu dengan Erland?" Ucapan Merlin sudah pasti membuatku terkesima. Sore ini Merlin singgah setelah sebelumnya menelponku minta bertemu."Mereka juga mertuaku, suka tidak suka tapi itu kenyataan. Apa Alia berharap tante Netty akan memihak padanya?" sergahku rada emosi, terpancing kata-kata Merlin."Tante Netty dan suami sih netral, semua keputusan dikembalikan pada Erlan dan Alia. Tapi beliau mendukung Alia yang ambil kesempatan bekerja di Surabaya. Bisa dekat dengan cucu, itu sih yang membahagiakan om Kaffa dan tante Netty sekarang?""Bisa mengisahkan sejelas itu, kamu dapat info dari siapa?" tukasku bingung. Kutatap Merlin ingin tahu siapa informannya."Aku ambil cuti buat pulang mudik, jadi kusempatkan mengunjungi tante Netty. Awalnya aku jadi banyak bertanya tuh, karena kebetulan anaknya Alia sedang sama omanya...."Aku terdiam. Pantas s
"Saya akan mundur dari kehidupan Erlan, tante. Hubungan kami masih sebatas suka sama suka, tidak ada perasaan dan komitmen mendalam?" Kuucapkan perkataan itu dengan sungguh-sungguh sementara tante Netty terhenyak dengan pandangan tak percaya. Barangkali di mata beliau aku terlalu berani."Tyas, itu jalan yang terbaik. Berarti kamu menjaga perasaan Alia dan om-tante. Juga persahabatan terjalin diantara kamu, Feysa, Arumi dan Erlan kan? " ucap tante Netty disertai mata yang berkaca. Ah, dari dulu beliau kukenal memang sangat baik."Maafkan Tyas, tante?" lirihku menyusut sudut mata."Iya, tentu saja sayang?" tante Netty memelukku. Semoga belum sempat tertanam di benak beliau rasa kesal yang berlebihan terhadapku. Rasanya selama berteman Feysa dan sering di ajak main ke sini, mama-papa Erland selalu menanamkan kebaikan dan kenyamanan padaku dan Merlin. Karena ingin memiliki anak perempuan, maka Feysa dan sahabatnya lah yang dimanja. Tak ing
Pagi hari saat akan memesan taksi online aku terkejut mendapati pesan Restu. Agak siang nanti dia akan menjemput baby Ghaazi dan suster untuk diajak jalan bersama Nayla. Begitu kuketik pesan untuk menjawab justru panggilannya yang masuk."Hallo Al, aku sudah di depan rumahmu." ucapnya begitu hubungan tersambung."Hahh? Sepagi ini anakku belum siap diajak kemana-mana, Res?""Oh, bukan itu. Aku kebetulan keluar cari sarapan jadi sekalian mau ngantar kamu ke kantor?""Oh, kirain kamu sudah dengan Nayla? Nggak papa tunggu sebentar, masih bersiap nih?""Oke," Hubungan diputus. Aku keluar kamar mendapati putraku sedang disuapi oleh suster. Kuambil alih sebentar kegiatan itu untuk memberi waktu juga ke suster, siapa tahu ada keperluan ke belakang. Putraku sudah mulai tak bisa diam, berjalan meniti pinggiran sofa atau merangkak menggunakan lutut dan kedua tangan. Genggaman mungilnya tak henti meraih dan melempar anek
Ternyata Restu dan putrinya berada di rumah mertuaku, sehabis mengajak Nayla dan baby Ghaazi bermain di playground rupanya Restu mengunjungi papa-mamanya Erland sampai Nayla ketiduran hingga sore hari.Alhasil Nayla merengek minta ikut bermalam juga, tak mau pulang ke rumah oma Moza."Nah-nah, bila sedang manja dan merajuk begini, kamu mirip dengan tante Feysa? Sudah ya, berhenti nangis. Nayla boleh menginap di rumah oma Netty ini?" Bujukan mama Netty melerai tangis Nayla disebabkan papanya belum mengiyakan kemauannya."Nay, kalau mau main sama baby Ghaazi dan menginap, kamu papa tinggal sebentar mengambil baju ganti buat besok? Nay sama tante Alia dulu, coba lihat dedeknya juga senang sampai lunjak-lunjak begitu?""Eh, gantian dulu Res? Kamu jagain bayi sama bocil dulu. Aku mandi sebentar, lima belas menit?" cegahku, berasa gerah sekali badan ini.Akhirnya Restu mengambil alih putraku dan digendong menuju ruang keluarga. Aku bergegas nai
"Al, kami nggak jadi pulang cepat. Lihat baby Ghaazi sudah tertidurkan?" Mama Netty melalui kamera ponsel menampakkan putraku yang nampak pulas dalam porsi tidurnya di jam sembilan pagi. Pagi sekali masih pukul delapan ketika tadi Mama Netty mengajak baby Ghaazi bertandang ke rumah tante Moza, alasanya supaya bisa menemani Nayla bila datang dari penikahan mamanya."Kamu masih kepikiran Egha? Anak kita tidak akan rewel bila di asuh omanya. Kamu lupa, mama rela satu tahun tinggal di Jakarta supaya Egha tidak merasa asing dengan beliau?" Perkataan Erland mengusik diamku yang sedari tadi menghawatirkan baby Ghaazi yang mungkin rewel jauh dari bundanya ini. Kulirik Erland yang sudah mandi segar sehabis olah raga. Aku curiga mertuaku sengaja menghandel cucunya sejak pagi supaya sang putra punya cukup waktu bicara denganku. Erland memang pandai mengecohku, sejak sehabis sholat Shubuh dirinya menyibukkan diri mengeloni baby Ghaazi lalu kemudian menghil
Kutunda kepulangan ke Jakarta hingga Senin malam dengan penerbangan terakhir. Kebersamaanku dengan Alia dan putra kami selama tiga hari ini kujadikan cadangan energi untuk berjuang menyelesaikan konflik pernikahan yang ternyata akan merembet pada jalannya perusahaan. "Pak Erlan, saya kesulitan menghubungi Bu Tyas sejak hari Senin kemarin. Apa Bapak mengetahui di mana Ibu Tyas?" suara Nuris terdengar mendesak dan bingung begitu pagi ini kuangkat telponnya."Wah, saya belum kontak dengan dia. Kebetulan tiga hari sejak sabtu saya berada di Surabaya?" jawabku merasa aneh juga, pasalnya Nuris justru paling mengetahui kegiatan Tyas sepanjang waktu. Selain Sekretaris di kantor, Nuris juga merangkap assisten pribadi Tyas."Kamu sudah telpon ke rumah, apa kata bibik?" "Menurut bibik, Bu Tyas pergi sabtu siang dengan Mbak Merlin. Saya bahkan sudah menghubungi Mba Merlin juga, Pak?"Apa kata Merlin?" kejarku. Tidak membingungkan bila Tyas menghabi