Kutunda kepulangan ke Jakarta hingga Senin malam dengan penerbangan terakhir. Kebersamaanku dengan Alia dan putra kami selama tiga hari ini kujadikan cadangan energi untuk berjuang menyelesaikan konflik pernikahan yang ternyata akan merembet pada jalannya perusahaan.
"Pak Erlan, saya kesulitan menghubungi Bu Tyas sejak hari Senin kemarin. Apa Bapak mengetahui di mana Ibu Tyas?" suara Nuris terdengar mendesak dan bingung begitu pagi ini kuangkat telponnya."Wah, saya belum kontak dengan dia. Kebetulan tiga hari sejak sabtu saya berada di Surabaya?" jawabku merasa aneh juga, pasalnya Nuris justru paling mengetahui kegiatan Tyas sepanjang waktu. Selain Sekretaris di kantor, Nuris juga merangkap assisten pribadi Tyas."Kamu sudah telpon ke rumah, apa kata bibik?""Menurut bibik, Bu Tyas pergi sabtu siang dengan Mbak Merlin. Saya bahkan sudah menghubungi Mba Merlin juga, Pak?"Apa kata Merlin?" kejarku. Tidak membingungkan bila Tyas menghabi"Kamu harus ke Jakarta Alia, Erlan yang dicurigai mencelakakan Tyas, keteranganmu dibutuhkan supaya suamimu bisa bebas?!" Kata-kata yang diucapkan mama Netty bagai gegelar petir di siang bolong yang melemaskan persendianku. "Selama tiga hari Erlan mengunjungimu, Tyas menghilang sampai sekarang. Hanya mobilnya ditemukan jatuh ke jurang, mama baru saja ditelpon oleh Restu?""Mas Erlan tidak melakukan kejahatan itu ma, kenapa ia bisa dituduh mencelakai Tyas?" tanyaku merasa kelu.Mama Netty kini terhisak, aku terduduk kalut di samping beliau. Kurengkuh bahunya yang bergetar walaupun perasaanku sendiri mendadak kacau. Papa Kaffa yang baru datang segera duduk di hadapan kami. "Alia, kita berangkat sore ini. Erlan membutuhkan dukunganmu, keteranganmu juga sangat penting yang bisa membantah tuduhan bahwa dia terlibat dalam pembunuhan?"Walaupun diucapkan dengan tenang, kalimat mertuaku mampu membuatku bagai mati rasa. Berapa hari yang lalu kulepas Erland balik ke Jakarta, berharap badai pe
Suasana tegang meliputi ruang keluarga rumah Arumi. Di sini kami berkumpul untuk membicarakan secara kekeluargaan masalah yang dihadapi. "Kami ingin mendengar langsung dari Erlan, bagaimana Tyas sampai menghilang begini? ujar om Jiwo membuka pembicaraan. Aku bersama kedua mertuaku mendampingi Erland, sedangkan pertemuan ini difasilitasi oleh masing-masing pengacara di luar jalur hukum yang sedang berlangsung."Om, tante, sebelumnya saya meminta maaf atas terjadinya pernikahan kami tidak terbuka pada pihak keluarga. Saya dekat dengan Tyas karena pekerjaan dan hubungan kami lebih dekat dan setelah enam bulan saya memenuhi ajakan Tyas untuk menikah...""Kamu gila Erlan, hanya karena adik sepupuku tidak ada di sini maka bisa-bisanya menyudutkannya bahwa pernikahan itu inisiatif dari Tyas?" Fakih mrngecam tak bisa menerima penjelassn Erland."Kenyataannya seperti itu, Fakih? Katakankah aku salah karena tidak berpikir panjang menerima kemauan
Derap langkah memasuki ruangan, terdengar begitu jelas di tengah senyap yang sejak tadi meliputi. Seorang gadis teralihkan dari terasa asing memandang laut dan dereta kapal di dermaga. "Bagaimana, Nona? Kau sudah membaik?" Seorang pria kini berdiri di sampingnya, memindai sosok wanita berleher jenjang dengan dagu dagu runcing. Luka robek di pelipis mengarah ke pipi sebelah kanan, sudah dijahit dan sedikit mengganggu tampilan cantik di wajah."Namamu, apa kau sudah mengingat nama kecil atau selengkapnya? Aku kesulitan menyapa....""Panggil saja sesukamu? Apa saja asal tidak memaksaku mengingat, rasanya pusing dan mual bila kucoba?" Rasa tak tega menyergap pria bernama Hans Markuis, perkataan dokter dua hari yang lalu masih diingatnya dengan baik. Amnesia pasca trauma yang menyebabkan gadis di hadapannya tak mampu mengingat identitas dan kejadian."Baiklah, aku akan memanggilmu Lovi atau Love? Itu nama adik temanku yang usianya masih belasan. Nama lengkapnya adalah Tyas Wilofi....""Ke
Kota kosmopolitan yang dijuluki rumah kedua orang Indonesia ini, sepertinya bukan kali pertama dijejaknya. Bagi Tyas kota Singapura tak asing, dengan langit yang sempurna, gedung menjulang dan matahari bersinar dimana-mana.Kapan dirinya pernah ke kota dengan ikonik patung Merlion ini, Tyas benar-benar tak bisa menghadirkan memorinya. Semakin didesaknya pikirannya berpaling ke belakang, justru syarafnya menjadi tegang dengan gejala pusing dan berdebar-debar."Ayo Love, kita jalan keluar siang ini? Aku tidak manusiawi ya, membiarkanmu terkurung di hotel saja dua hari ini?" ujar Hans saat mengajaknya sarapan pagi di resto hotel."Mau jalan kemana? Dan sampai kapan kita berada di Singapura, Hans?" Tyas bertanya begitu karena baru sekarang lelaki berwajah Indo ini mengajaknya sarapan bareng. Pagi kemarin hanya pesan dikirimnya memberitahu bahwa agendanya sangat padat, jadi langsung pergi tanpa sempat menemui Tyas di kamarnya. Bahkan sampai malam pun
Merlin, aku baru saja melihat Tyas di Singapura? Tapi dia bersama bule sedang makan siang, Penglihatanku mungkin salah, tapi apakah ada berita baru dari pihak polisi?" Kata-kata Feysa ditelpon bagai petir menyengat indera pendengaranku. Dia bilang melihat Tyas?"Halo, Merlin? Kamu sudah tanya ke Fakih apa sudah ada perkembangan kasus Tyas?" Di seberang sana Feysa masih menunggu jawaban."Belum Fey, tidak ada jasad yang ditemukan di lokasi kejadian. Tyas masih dalam laporan orang hilang." Kusahuti Feysa sebagaimana situasi terakhir."Oh, syukurlah.....""Tapi Erlan dicurigai merencanakan kejahatan terhadap Tyas, dia menyembunyikan status hubungan dan berniat ingin menceraikan Tyas?""Apa?? Aku baru tahu sekarang, kenapa justru Erlan yang terlibat. Aduhhh, bodohnya? Seharusnya tadi kupastikan saja wanita itu Tyas atau bukan?" Feysa terdengar panik dan menyesal.Kepanikan itu pastilah tidak sebesar yang kurasakan sekarang.
Sudah seminggu aku hanya mendekam dalam ruangan, kalau tidak di kamar, paling keluar duduk di ruang tivi. Begitu tidak terbiasanya dengan iklim di negeri kelahiran Hans, karena kami datang di penghujung musim dingin.Beruntungnya suhu sudah tidak lagi mencapai minus 20°, di jalan beraspal pun salju sudah tidak terlalu tebal. Kulongokkan kepala melihat dari jendela kaca, beberapa tetangga sebelah dan seberang rumah beraktifitas di halaman rumah. "Mau kemana, kamu Love?" Maura, Nenek Hans bertanya dalam bahasa inggris beraksen Kanada. Rupanya Dia melihatku keluar kamar menuju tangga, neneknya Hans memang kerap duduk berjam-jam di sofa empuknya, menonton tivi atau merajut. Dua kegiatan yang tak biasa kulakoni."Aku mau menyekop salju, seperti para tetangga? Bosan rasanya di dalam terus, Nek?" sahutku tersenyum."Ah, ya-ya. Kamu bisa bermain salju karena sebentar lagi musim dingin berakhir?" Maura manggut-manggut mempersilakan. Di rumah berlantai dua
Tiga bulan adalah waktu yang terasa panjang jika dijalani dalam penantian atau semacam ketidakjelasan. Aku tahu Erland memendam semua pertanyaan dibalik sikapnya yang terlihat baik-baik saja.Tyas yang menghilang tanpa jejak menyisakan rasa bersalah dalam diri suamiku, terkadang kudapati dirinya termenung atau saat sujudnya begitu lama di sholat pertengahan malam. Aku yakin terselip nama Tyas dan Arumi menjadi bagian dalam doa yang dimohonkannya.Dan di pagi menjelang siang hari Minggu, kami dikagetkan oleh pekikan Feysa di ruang tamu, ponakan kesayangan mama Netty itu memang sedang cuti semester dari perkualiahannya."Ada tamu kayaknya, Mas? Feysa kenapa segitu heboh?" tanyaku pada suami yang ikut berbaring menidurkan baby Ghaazi. Lalu tak lama terdengar ketukan di pintu kamar."Ada tamu untukmu, turunlah. Alia sebaiknya kamu juga ke bawah?" Mama Netty muncul di balik pintu yang dibuka oleh suami. "Duluan aja, Mas." Aku berkata sambil t
"Kau saja yang pergi, Mas? Aku cukup menerima keputusan kalian saja, pendirianku tidak berubah tentang poligami. Kecuali sampai masa pemulihan Tyas," Kutolak ajakan Erland pergi ke Jakarta, berembug di hadapan keluarga Arumi mengambil langkah untuk menghadapi persoalan baru."Tyas itu hamil dan akan melahirkan anakku, Al? Ini bukan persoalan satu atau dua bulan, seperti dulu kau memberikan waktu buatku mengambil keputusan?!" Sergah Erland menatapku, kubalas sorot matanya yang mengandung permohonan."Aku paham Mas, situasi ini memang tidak bisa kau hindari? Aku mendukungmu untuk menyelesaikan masalah, tapi bukan berarti secara fisik aku bisa hadir di antara kalian! Atau sebaliknya Tyas bisa masuk lagi dalam rumah tangga kita, aku nggak bisa Mas?" "Kau tidak benar-benar mendukungku, Alia? Kau menempatkanku pada posisi sulit lagi..." keluh Erland.Aku menelan ludah. Tadinya aku beralasan tidak bisa meninggalkan pekerjaan, tapi Erland berke