"Ternyata Alia mengadu pada mertuanya, Tyas. Sekarang tante Netty dan om Kaffa sudah tahu pernikahanmu dengan Erland?" Ucapan Merlin sudah pasti membuatku terkesima. Sore ini Merlin singgah setelah sebelumnya menelponku minta bertemu.
"Mereka juga mertuaku, suka tidak suka tapi itu kenyataan. Apa Alia berharap tante Netty akan memihak padanya?" sergahku rada emosi, terpancing kata-kata Merlin."Tante Netty dan suami sih netral, semua keputusan dikembalikan pada Erlan dan Alia. Tapi beliau mendukung Alia yang ambil kesempatan bekerja di Surabaya. Bisa dekat dengan cucu, itu sih yang membahagiakan om Kaffa dan tante Netty sekarang?""Bisa mengisahkan sejelas itu, kamu dapat info dari siapa?" tukasku bingung. Kutatap Merlin ingin tahu siapa informannya."Aku ambil cuti buat pulang mudik, jadi kusempatkan mengunjungi tante Netty. Awalnya aku jadi banyak bertanya tuh, karena kebetulan anaknya Alia sedang sama omanya...."Aku terdiam. Pantas s"Saya akan mundur dari kehidupan Erlan, tante. Hubungan kami masih sebatas suka sama suka, tidak ada perasaan dan komitmen mendalam?" Kuucapkan perkataan itu dengan sungguh-sungguh sementara tante Netty terhenyak dengan pandangan tak percaya. Barangkali di mata beliau aku terlalu berani."Tyas, itu jalan yang terbaik. Berarti kamu menjaga perasaan Alia dan om-tante. Juga persahabatan terjalin diantara kamu, Feysa, Arumi dan Erlan kan? " ucap tante Netty disertai mata yang berkaca. Ah, dari dulu beliau kukenal memang sangat baik."Maafkan Tyas, tante?" lirihku menyusut sudut mata."Iya, tentu saja sayang?" tante Netty memelukku. Semoga belum sempat tertanam di benak beliau rasa kesal yang berlebihan terhadapku. Rasanya selama berteman Feysa dan sering di ajak main ke sini, mama-papa Erland selalu menanamkan kebaikan dan kenyamanan padaku dan Merlin. Karena ingin memiliki anak perempuan, maka Feysa dan sahabatnya lah yang dimanja. Tak ing
Pagi hari saat akan memesan taksi online aku terkejut mendapati pesan Restu. Agak siang nanti dia akan menjemput baby Ghaazi dan suster untuk diajak jalan bersama Nayla. Begitu kuketik pesan untuk menjawab justru panggilannya yang masuk."Hallo Al, aku sudah di depan rumahmu." ucapnya begitu hubungan tersambung."Hahh? Sepagi ini anakku belum siap diajak kemana-mana, Res?""Oh, bukan itu. Aku kebetulan keluar cari sarapan jadi sekalian mau ngantar kamu ke kantor?""Oh, kirain kamu sudah dengan Nayla? Nggak papa tunggu sebentar, masih bersiap nih?""Oke," Hubungan diputus. Aku keluar kamar mendapati putraku sedang disuapi oleh suster. Kuambil alih sebentar kegiatan itu untuk memberi waktu juga ke suster, siapa tahu ada keperluan ke belakang. Putraku sudah mulai tak bisa diam, berjalan meniti pinggiran sofa atau merangkak menggunakan lutut dan kedua tangan. Genggaman mungilnya tak henti meraih dan melempar anek
Ternyata Restu dan putrinya berada di rumah mertuaku, sehabis mengajak Nayla dan baby Ghaazi bermain di playground rupanya Restu mengunjungi papa-mamanya Erland sampai Nayla ketiduran hingga sore hari.Alhasil Nayla merengek minta ikut bermalam juga, tak mau pulang ke rumah oma Moza."Nah-nah, bila sedang manja dan merajuk begini, kamu mirip dengan tante Feysa? Sudah ya, berhenti nangis. Nayla boleh menginap di rumah oma Netty ini?" Bujukan mama Netty melerai tangis Nayla disebabkan papanya belum mengiyakan kemauannya."Nay, kalau mau main sama baby Ghaazi dan menginap, kamu papa tinggal sebentar mengambil baju ganti buat besok? Nay sama tante Alia dulu, coba lihat dedeknya juga senang sampai lunjak-lunjak begitu?""Eh, gantian dulu Res? Kamu jagain bayi sama bocil dulu. Aku mandi sebentar, lima belas menit?" cegahku, berasa gerah sekali badan ini.Akhirnya Restu mengambil alih putraku dan digendong menuju ruang keluarga. Aku bergegas nai
"Al, kami nggak jadi pulang cepat. Lihat baby Ghaazi sudah tertidurkan?" Mama Netty melalui kamera ponsel menampakkan putraku yang nampak pulas dalam porsi tidurnya di jam sembilan pagi. Pagi sekali masih pukul delapan ketika tadi Mama Netty mengajak baby Ghaazi bertandang ke rumah tante Moza, alasanya supaya bisa menemani Nayla bila datang dari penikahan mamanya."Kamu masih kepikiran Egha? Anak kita tidak akan rewel bila di asuh omanya. Kamu lupa, mama rela satu tahun tinggal di Jakarta supaya Egha tidak merasa asing dengan beliau?" Perkataan Erland mengusik diamku yang sedari tadi menghawatirkan baby Ghaazi yang mungkin rewel jauh dari bundanya ini. Kulirik Erland yang sudah mandi segar sehabis olah raga. Aku curiga mertuaku sengaja menghandel cucunya sejak pagi supaya sang putra punya cukup waktu bicara denganku. Erland memang pandai mengecohku, sejak sehabis sholat Shubuh dirinya menyibukkan diri mengeloni baby Ghaazi lalu kemudian menghil
Kutunda kepulangan ke Jakarta hingga Senin malam dengan penerbangan terakhir. Kebersamaanku dengan Alia dan putra kami selama tiga hari ini kujadikan cadangan energi untuk berjuang menyelesaikan konflik pernikahan yang ternyata akan merembet pada jalannya perusahaan. "Pak Erlan, saya kesulitan menghubungi Bu Tyas sejak hari Senin kemarin. Apa Bapak mengetahui di mana Ibu Tyas?" suara Nuris terdengar mendesak dan bingung begitu pagi ini kuangkat telponnya."Wah, saya belum kontak dengan dia. Kebetulan tiga hari sejak sabtu saya berada di Surabaya?" jawabku merasa aneh juga, pasalnya Nuris justru paling mengetahui kegiatan Tyas sepanjang waktu. Selain Sekretaris di kantor, Nuris juga merangkap assisten pribadi Tyas."Kamu sudah telpon ke rumah, apa kata bibik?" "Menurut bibik, Bu Tyas pergi sabtu siang dengan Mbak Merlin. Saya bahkan sudah menghubungi Mba Merlin juga, Pak?"Apa kata Merlin?" kejarku. Tidak membingungkan bila Tyas menghabi
"Kamu harus ke Jakarta Alia, Erlan yang dicurigai mencelakakan Tyas, keteranganmu dibutuhkan supaya suamimu bisa bebas?!" Kata-kata yang diucapkan mama Netty bagai gegelar petir di siang bolong yang melemaskan persendianku. "Selama tiga hari Erlan mengunjungimu, Tyas menghilang sampai sekarang. Hanya mobilnya ditemukan jatuh ke jurang, mama baru saja ditelpon oleh Restu?""Mas Erlan tidak melakukan kejahatan itu ma, kenapa ia bisa dituduh mencelakai Tyas?" tanyaku merasa kelu.Mama Netty kini terhisak, aku terduduk kalut di samping beliau. Kurengkuh bahunya yang bergetar walaupun perasaanku sendiri mendadak kacau. Papa Kaffa yang baru datang segera duduk di hadapan kami. "Alia, kita berangkat sore ini. Erlan membutuhkan dukunganmu, keteranganmu juga sangat penting yang bisa membantah tuduhan bahwa dia terlibat dalam pembunuhan?"Walaupun diucapkan dengan tenang, kalimat mertuaku mampu membuatku bagai mati rasa. Berapa hari yang lalu kulepas Erland balik ke Jakarta, berharap badai pe
Suasana tegang meliputi ruang keluarga rumah Arumi. Di sini kami berkumpul untuk membicarakan secara kekeluargaan masalah yang dihadapi. "Kami ingin mendengar langsung dari Erlan, bagaimana Tyas sampai menghilang begini? ujar om Jiwo membuka pembicaraan. Aku bersama kedua mertuaku mendampingi Erland, sedangkan pertemuan ini difasilitasi oleh masing-masing pengacara di luar jalur hukum yang sedang berlangsung."Om, tante, sebelumnya saya meminta maaf atas terjadinya pernikahan kami tidak terbuka pada pihak keluarga. Saya dekat dengan Tyas karena pekerjaan dan hubungan kami lebih dekat dan setelah enam bulan saya memenuhi ajakan Tyas untuk menikah...""Kamu gila Erlan, hanya karena adik sepupuku tidak ada di sini maka bisa-bisanya menyudutkannya bahwa pernikahan itu inisiatif dari Tyas?" Fakih mrngecam tak bisa menerima penjelassn Erland."Kenyataannya seperti itu, Fakih? Katakankah aku salah karena tidak berpikir panjang menerima kemauan
Derap langkah memasuki ruangan, terdengar begitu jelas di tengah senyap yang sejak tadi meliputi. Seorang gadis teralihkan dari terasa asing memandang laut dan dereta kapal di dermaga. "Bagaimana, Nona? Kau sudah membaik?" Seorang pria kini berdiri di sampingnya, memindai sosok wanita berleher jenjang dengan dagu dagu runcing. Luka robek di pelipis mengarah ke pipi sebelah kanan, sudah dijahit dan sedikit mengganggu tampilan cantik di wajah."Namamu, apa kau sudah mengingat nama kecil atau selengkapnya? Aku kesulitan menyapa....""Panggil saja sesukamu? Apa saja asal tidak memaksaku mengingat, rasanya pusing dan mual bila kucoba?" Rasa tak tega menyergap pria bernama Hans Markuis, perkataan dokter dua hari yang lalu masih diingatnya dengan baik. Amnesia pasca trauma yang menyebabkan gadis di hadapannya tak mampu mengingat identitas dan kejadian."Baiklah, aku akan memanggilmu Lovi atau Love? Itu nama adik temanku yang usianya masih belasan. Nama lengkapnya adalah Tyas Wilofi....""Ke
Sepulang dari mendampingi kunjungan lapangan, aku jatuh sakit. Keletihan perjalanan darat hari kedua yang menguras tenaga ditambah hari-hari sebelumnya mentalku cukup tertekan setelah mengajukan berkas cerai ke pengadilan agama.Dengan tubuh meriang, aku bahkan tidak bisa melepaskan rindu pada baby Ghaazi. Tante Fifi melarangku langsung menemui putraku, terlebih karena aku baru datang dari daerah. Beliau khawatir masih tersisa penularan virus penyebab pandemi selama dua tahun lalu."Kamu sakit, Al?" Erland yang sore ini mengira baby Ghaazi sudah kubawa pulang ke rumah Citraland, terkejut mendapatiku demam. Aku yang tadinya meringkuk di tempat tidur mau tak mau membuka pintu yang sudah kukunci. Wajah yang pucat dan tubuh berlapis sweater tebal, mendorongnya secara otomatis meletakkan punggung tangan di dahiku."Egha dimana?" Tanyanya menyadari rumah yang sepi."Tante Fifi melarangku singgah untuk membawanya pulang, Mas. Di bandara tadi ak
"Pergi ke Riau dengan bos-CEO? Baguslah, anggap saja kamu sedang healing?" Lontar Rivana tersenyum menggoda. Pagi ini kami bertemu secara tak sengaja. Aku mengantar suster dan baby Ghaazi untuk menginap di tempat orangtua Rivana sampai lusa. Besok ayah dan bunda juga akan datang ke sini menemani cucu mereka."Aku terpaksa diminta ikut, Va. Investor asing perlu penterjemah waktu dialog dengan pihak pemerintah daerah." kilahku berdalih."Nikmati saja, Al. Kurasa Pak Destanto bukan cuma membutuhkanmu di lapangan, tapi dia bermaksud supaya kamu sedikit melupakan perkara perceraian itu." Pungkas Rivana."Ngaco kamu ah, kemarin saja aku ditegur. Disarankan ambil cuti gegara ketahuan melamun?" Sergahku meringis."Haa...itu namanya bos-CEO menaruh perhatian padamu. Peduli dengan yang kamu sedang hadapi, betul gak?!" Rivana mengedipkan sebelah mata. Aku tak menggubrisnya lagi. Bisa jadi apa yang dikatakan Rivana benar, tapi bisa pula keliru. Mana bisa kutebak dengan pasti apa saja dipikiran l
Dengan bantuan om Rudi aku memperoleh jasa pengacara untuk mengurus perceraian. Tak memakan waktu lama untuk menyiapkan berkas, kuserahkan lebih lanjutnya pada pengacara untuk mengajukan sidang.Benar kata Restu, pihak keluarga besarku sudah sangat memahami sejak tujuh bulan lalu. Dukungan terutama dari Rivana, juga Kak Ciko yang memberiku semangat dan meyakinkan pasti ada hikmah di balik semua ini.Hari sabtu Erland datang dan kumanfaatkan momen itu untuk bicara dari hati ke hati."Aku minta maaf sekali lagi, Mas. Senin depan berkas perceraian kita sudah diajukan ke pengadilan agama." Kata-kata itu terucap pelan, tapi mampu merenggut denyut jantungku sendiri hingga serasa berhenti.Erland berpaling ke arahku, tatapan matanya berkilat terluka. Tanpa kuduga ia kemudian berjalan mendekat, lalu menarikku dalam pelukan yang kuat."Aku tahu kau tersiksa menjalani rumah tangga kita, Al. Kau berhak mengambil jalan ini untuk merasa lebih bahagia?"Ya, Allah. Kenapa hatiku sangat sakit menerim
Undangan Desta pada acara tahlilan empat puluh hari mendiang bapaknya, mempertemukanku lagi dengan Alia. Walaupun aku mengetahui kepindahannya ke Jakarta sudah hampir dua minggu, tak ada alasan tepat aku pergi menemui Alia. Terlebih ia disibukkan dengan profesi baru di Bthree Group milik teman baikku.Erlan tidak kau undang?" Tanyaku begitu kami bertemu sebelum acara tahlilan berlangsung"Dia tidak bisa datang, kesibukannya mulai padat menjalankan kembali bisnis milik Tyas." Alia tampak berusaha jujur, kedua bola matanya yang indah menghindar dari tatapan ingin tahuku."Aku permisi ke dalam, Res? Di dalam juga ada Rivana" ujarnya sebelum berlalu. "Rivana, putrinya om Rudi?" cegahku penasaran."Iya, suaminya Dipo juga bekerja di Bthree Group." Aku mengangguk paham dan membiarkan Alia berlalu. Nampaknya para wanita dan kerabat dekat keluarga Desta berkumpul di ruang keluarga rumah kediaman ini.Aku terpekur duduk di antara tamu undangan yang berdatangan. Wajah cantik Alia berkelebat.
Tak kukira akan bertemu Restu di pelaksanaan tahlilan, sepupu Erland itu ternyata diundang langsung oleh CEO Destanto."Erlan tidak kau undang?" Tanya Restu."Dia tidak bisa datang, kesibukannya mulai padat menjalankan kembali bisnis milik Tyas." Sahutku sebagaimana kenyataannya. Erland tidak menjanjikan bisa hadir sewaktu kemarin kusampaikan bahwa bu Retno juga mengundang keluargaku ke acara ini. "Sepertinya aku masih sibuk menyelesaikan pekerjaan pada jam itu." Jawaban Erland kuartikan sebagai keengganannya untuk datang.Terlebih tahlilan almarhum Pak Amirudin dilaksanakan ba'da Ashar, sepertinya Erland memilih berkutat di kantornya daripada datang ke sini demi memantaskan hubungan baik semata.Rivana yang datang mewakili keluargaku, dan sekaligus mendampingi suaminya yang juga masuk di panitia kecil.Rangkaian acara pengajian Ayat Suci Alquran dan Dzikir Tahlilan berlangsung tepat waktu dan lancar karena Sholat Asha
"Alia, maaf mengganggumu dihari libur. Kalau ada waktu bisa ketemu dengan ibu ya, ada yang mau dibicarakan hari ini?" Suara di ujung telpon adalah milik CEO Destanto. "Baik Pak, kalau boleh tahu mengenai apa yang akan dibicarakan ini?" Tanyaku penasaran."Rencana tahlilan almarhum bapak tiga hari lagi, kamu bisa datang hari ini atau besok di jam kerja?" "InsyaAllah siang ini, Pak." Kusanggupi permintaannya."Baiklah, terimakasih. Kami tunggu," terdengar nada suara lega. Lalu telpon di tutup menyusul dikirim mapp lokasi kediaman yang nantinya kutuju.Hari masih pukul delapan, di depan rumahku suster membawa baby Ghaazi sarapan, bergabung dengan para tetangga komplek yang penampakannya hanya terlihat di hari minggu. Pada jam segini ada warga yang lalu lalang baru selesai berolah raga pagi, ada pula yang menemani anak bermain sepedaan, atau sekedar bersih-bersih pekarangan. Semua itu menggantikan suasana lenggang yang b
"Begitu rupanya? Ibu paham sekarang, tapi tidak apa-apa juga toh, bila sandiwara nantinya berlanjut jadi kenyataan?" kata-kata bu Retno bernada gurauan, tapi tetap saja membuatku kesulitan menanggapi."Fokusnya belum ke arah itu, Bu. Alia sedang mengurus perceraian dengan suaminya..."Glek. Kali ini aku hampir tersedak padahal potongan puding yang kusuap amatlah lembut di kerongkongan.Tak bisa berbuat apa-apa. Tak keliru juga ucapan owner Desta. Hanya saja sungguh canggung jadinya ketika di luar kendali masalah pribadiku jadi perbincangan di sini "Ibu turut prihatin. Kalau boleh tahu kamu punya putra atau putri dari pernikahan itu?" Bu Retno menatapku."Seorang bocah lelaki, Bu. Namanya baby Ghaazi..." Sekali lagi owner Desta yang menjawab pertanyaan ibundanya.Aku sudah gerah dengan percakapan ini. Kalau saja bukan bos-ku, pasti kupilih angkat kaki dari sini. Salahku juga yang mengajukan konflik rumahtangga sebagai l
"Hari ini ulangtahun Arumi, Tante Mia mengadakan syukuran dan mengundangmu juga. Kamu bisa pergi, Al?" Perkataan Erland membuat ingatanku kembali terlempar ke masa lalu. "Sepertinya tidak, Mas. Aku ingin istirahat saja." jawabku seadanya. Hari sabtu ini memang kurencanakan menghabiskan waktu di rumah saja, berleha-leha sambil bermain dengan baby Ghaazi."Berarti aku ajak Egha dan suster saja, kebetulan ada Salom Almera putrinya Iqbal. Egha bisa bermain bersamanya," ujar Erland."Tapi, Mas...""Kenapa, Al? Kamu keberatan sekali-sekali Egha pergi denganku? Tiap hari seharian ditinggal kerja, anak balita pun butuh suasana baru di luar sana." imbuhnya Aku terdiam karena sudah terlanjur mengatakan tidak ikut ke rumah Arumi, tapi tidak mengira Erland bahkan tetap mengajak baby Ghaazi dan suster."Ya sudah, akan kusiapkan keperluan Egha dulu." Ucapku tak ingin berkeras, padahal aku bakal kesepian di rumah.Ada benarnya kata-kata Erland, baby Ghaazi dan suster perlu diajak jalan setelah ber
Aku tiba di gedung Perkantoran yang ditempati BThree Group lima belas menit sebelum waktu yang dijanjikan oleh owner Desta.Persis seperti di Surabaya sejumlah apartemen studio menjadi area beraktivitas berbagai divisi menggerakkan jalannya roda perusahaan. Hanya saja masing-masing apartemen studio berukuran lebih besar dengan desain interior eksklusif."Selamat pagi Bu Alia, selamat datang dan selamat bergabung di Bthree Group." Seorang gadis mengucap salam menyambut di meja resepsionis yang berbentuk setengah lingkaran dengan latar belakang logo perushaan berupa tiga hurup B,t,h berukuran besar yang dirangkai apik menggunakan paduan warna elegan.Begitu kusebutkan nama maka garda terdepan ini menyambut dengan kalimat yang spesifik, pertanda sudah mengidentifikasi diriku adalah wajah baru yang mereka ketahui satu paket dengan pemegang tampuk pimpinan perusahaan yang baru. "Selamat pagi, Mbak. Apakah saya akan menunggu Pak Desta di sini