Kamar Erlangga & MelissaPukul 10.00Erlangga menatap Melissa yang kini sedang tertidur di atas mempermalukan mereka. Gadis itu sudah meminum obat penurun demam. Dia tampak begitu damai dalam tidurnya sampai-sampai Erlangga tidak mau membuatnya terbangun. Wajah Melissa yang semula pucat sudah sedikit lebih merona. Erlangga lantas berjalan mendekati menyakitkan lalu duduk di sebelah Erlangga.“Kalau sedang tidur begini kau sangat manis.” Gumam Erlangga.Erlangga masih memandangi wajah Melissa, dia ingin mengganggu gadis itu tetapi gadis itu sedang sakit, dia butuh istirahat yang cukup. Erlangga akan menyimpan kejahilannya sampai Melissa bangun nanti. Pria itu menatap jam dinding di kamarnya. Masih ada waktu satu jam lagi sebelum dia ke kantor. Dia ingin lebih lama menjaga Melissa.Melihat wajah damai Melissa membuat sebuah ide terlintas di kepala Erlangga. Dia merogoh ponselnya lalu memotret wajah Melissa. Tak cukup sampai di sana, ia mendekatkan wajahnya pada Melissa lalu mengambil po
Mobil ErlanggaSatu minggu berlalu sejak tumbangnya Melissa di depan apartement Rio. Hari ini Melissa merasa bugar luar biasa. Dia yakin dia bahkan bisa bekerja di kafe Raga sampai malam. Melissa menolehkan kepalanya menatap Erlangga yang sedang sibuk bekerja dengan tablet di tangannya. Pria itu terlihat lima tahun lebih tua dari usianya bila sedang berkutat dengan urusan perusahaan.“Terus menatapku seperti itu, kau tidak akan bekerja pagi ini.” Ucap Erlangga tanpa mengalihkan pandangannya dari layar tablet.Melissa tertawa kecil. “Kau terlihat lima tahun lebih tua dari usiamu saat kedua alismu saling bertautan.” Balas Melissa dengan kekehan.“Jaga sikapmu, aku ini lebih tua darimu.” Ucap Erlangga lagi masih dengan tatapan serius.“Iya, Tuan Erlangga.” Ucap Melissa lagi dengan kekehan.Erlangga mengangkat kepalanya dan menatap Melissa yang kini menatapnya dengan wajah sumringah. “Suasana hatimu pasti sangat bagus saat ini.” Ucap Erlangga.“Tentu saja! Setelah berhari-hari terbaring d
Tous Les JoursPukul 08.00Melissa mengelap meja lalu merapikan tempat duduk, dia juga mengganti kotak tisu yang sudah kosong. Aroma roti dari panggangan di dapur selalu membuat Melissa tersenyum senang. Dia tidak tahu sebenarnya aroma wangi dari dapur yang membuatnya tersenyum atau moment manisnya dengan Erlangga tadi saat di mobil.Ting!“Selamat datang di kafe kami!” Sambut Melissa ketika mendengar bel di pintu kafe berbunyi, mereka kedatangan pelanggan.“Kakak?” ucap Melissa terkejut saat melihat siapa pelanggan yang datang.Marissa tersenyum tipis lalu berjalan menuju meja di sudut ruangan tempat Melissa berdiri. Gadis itu menatap dandanan Melissa dari atas sampai bawah. Mereka memang kembar tetapi orang tidak akan pernah menyadari kemiripan di antara keduanya.“Silakan duduk, Kak. Kau mau pesan apa?” Tanya Melissa sambil mengeluarkan buku catatannya.“Apakah kau sibuk? Aku ingin bicara denganmu sekarang.” Ucap Marissa dingin.Melissa menggigit bibir bawahnya sambil berpikir seje
Melissa menekan tombol flush kloset. Dia tak lantas keluar dari kamar mandi. Dia duduk dan memijat-mijat kepalanya. Ini sudah ketiga kalinya dia pergi ke kamar mandi karena mual yang ia rasakan. Tubuhnya luar biasa lemas karena memuntahkan semua sarapannya tadi pagi, dia bahkan yakin saat ini lambungnya benar-benar kosong.Tok Tok Tok“Ya! Melissa, kalau kau belum sembuh lebih baik pulang saja. Aku tidak tega melihatmu seperti ini. Kau bisa mati lemas.” Teriak Raga dari balik pintu kamar mandi.“Aku akan keluar!” balas Melissa.Melissa membenarkan pakaiannya lalu berdiri dengan perlahan. Kepalanya juga luar biasa pening. Mungkin Raga benar, dia seharusnya pulang saja tapi ini bahkan baru pukul 09.00 pagi. Sebentar lagi pelanggan pasti ramai.Ceklek“Astaga! Wajahmu pucat sekali, Melissa.” Ucap Sanny.“Aku mungkin keracunan.” Ucap Melissa.“Apa yang kau makan tadi pagi?” Tanya Raga.“Aku hanya makan nasi dan sup ayam.” Ucap Melissa sambil mengingat makanan apa yang ia makan tadi pagi.
Tempat Pemberhentian BusPukul 17.00Melissa duduk menatap jalanan yang basah karena hujan yang baru saja berhenti. Dia masih belum beranjak dari kursi halte. Tadi dia memutuskan untuk berteduh saat hujan turun, tapi kemudian dia menemukan dirinya menjadi enggan untuk pulang ke rumah keluarga Erlangga. Ini masih pukul 5 sore, dia akan pulang sebentar lagi.Melissa mengeluarkan headset dari dalam tasnya, dia lalu menyambungkannya pada ponselnya. Lagu Serendipity dari Jimin BTS langsung mengisi indra pendengaran Melissa, bibir Melissa tersenyum mendengar lirik lagu yang terdengar begitu manis. Kalau bisa diungkapkan, lagu ini menggambarkan perasaannya saat ini.Melissa menengadahkan kepalanya menatap langit, tangannya bergerak perlahan menuju perutnya. Ada perasaan asing yang tak bisa ia deskripsikan dengan kata-kata tetapi yang ia tahu ia harus menjadi Melissa yang pemberani dan kuat. Awalnya dia sangat ketakutan begitu melihat dua garis yang muncul pada alat tes kehamilan yang ia gun
“Bagaimana bisa semua foto itu salah?” Tanya Ibu Melissa.“Aku tidak tahu. Ibu, ayah, tuan, nyonya, aku bisa menjelaskan semua ini. Aku pasti sudah dijebak. Kalian harus percaya padaku.” Ucap Melissa membela diri. Kepalanya benar-benar akan pecah sekarang.“Kau benar-benar membuat malu kami, aku malu sekali Melissa.” Ucap Ibu Melissa lagi.Melissa menatap Erlangga dan pria itu masih saja diam tak memberikan respon. Katakan sesuatu! Biasanya mulut pria itu sangat tajam bahkan mengalahkan belati. Melissa memejamkan matanya merasa bingung. Diamnya Erlangga membuat Melissa sadar bahwa pria itu sangat kecewa padanya.“Erlangga, aku bisa jelaskan semua ini.” Ucap Melissa.Erlangga menatap Melissa sebentar lalu melempar tatapannya pada semua orang di ruangan. “Aku akan mencari tahu kebenaran dari semua ini, aku percaya pada apa yang Melissa katakan. Biarkan kami menyelesaikan masalah ini sendiri.” Ucap Erlangga lalu kembali mencengkram pergelangan tangan Melissa.“Ayo, Melissa.” Ucap Erlangg
Melissa duduk di tepi kasur sambil menatap pintu kamar berharap Erlangga akan kembali. Sudah hampir satu jam dan pria itu belum juga kembali ke kamar mereka. Beberapa kali Erlangga menghapus air mata yang mengalir di pipinya. Kepalanya mulai terasa sakit, ingin rasanya berbaring sebentar tapi dia masih ingin menunggu Erlangga. Beberapa kali dia menatap layar ponselnya berharap Erlangga menelepon atau meninggalkan pesan untuknya.“Dia pasti sangat kecewa padaku.” Melissa memijat kepalanya berusaha menghilangkan rasa pening yang mulai muncul.Tangan Melissa bergerak menyentuh perutnya, tiba-tiba dia ingat bahwa sekarang dia membawa satu nyawa ke dalam dirinya. Kepalanya rasanya akan pecah memikirkan segala hal yang sedang terjadi saat ini, tapi satu hal yang dia inginkan sekarang hanyalah Erlangga kembali lalu mereka bisa berbicara tanpa emosi yang meluap-luap.TING!Melissa reflek membuka ponselnya. Sebuah pesan muncul di layar ponselnya. Rasa kecewa langsung menghinggapinya begitu ia
Aku Hamil! Ucap Melissa dalam hati. Rasanya ia ingin sekali berteriak tetapi dia tak punya keberanian yang besar untuk mengatakan pada keluarganya bahwa ia sedang hamil.“Melissa, sejak awal itu bukan tempatmu. Itu milik Marissa, sekarang dia sudah kembali. Biarkan Marissa bersama dengan Erlangga, berikan dia kesempatan sekali lagi. Kau bisa mengejar apa pun yang sempat tertunda karena harus berkorban untuk Marissa.” Ucap Ibu Melissa dengan sendu. Tatapannya adalah jenis tatapan yang penuh dengan permohonan.“Ibu, apakah hidupku tidak penting? Apakah menurutmu aku terlahir untuk selalu berkorban demi Melissa? Sejak kecil selalu Marissa yang diutamakan. Mengapa Ibu selalu pilih kasih dan membela Kak Marissa? Aku juga anakmu tapi kenapa tidak memperlakukanku dengan setara? Untuk kali ini saja aku tidak ingin dikorbankan lagi.” Ucap Melissa dengan suara bergetar.Wanita paruh baya itu hanya tertegun mendengar ucapan Melissa. Dia menyadari bahwa apa yang dikatakan Melissa semuanya benar.