“Bagaimana bisa semua foto itu salah?” Tanya Ibu Melissa.“Aku tidak tahu. Ibu, ayah, tuan, nyonya, aku bisa menjelaskan semua ini. Aku pasti sudah dijebak. Kalian harus percaya padaku.” Ucap Melissa membela diri. Kepalanya benar-benar akan pecah sekarang.“Kau benar-benar membuat malu kami, aku malu sekali Melissa.” Ucap Ibu Melissa lagi.Melissa menatap Erlangga dan pria itu masih saja diam tak memberikan respon. Katakan sesuatu! Biasanya mulut pria itu sangat tajam bahkan mengalahkan belati. Melissa memejamkan matanya merasa bingung. Diamnya Erlangga membuat Melissa sadar bahwa pria itu sangat kecewa padanya.“Erlangga, aku bisa jelaskan semua ini.” Ucap Melissa.Erlangga menatap Melissa sebentar lalu melempar tatapannya pada semua orang di ruangan. “Aku akan mencari tahu kebenaran dari semua ini, aku percaya pada apa yang Melissa katakan. Biarkan kami menyelesaikan masalah ini sendiri.” Ucap Erlangga lalu kembali mencengkram pergelangan tangan Melissa.“Ayo, Melissa.” Ucap Erlangg
Melissa duduk di tepi kasur sambil menatap pintu kamar berharap Erlangga akan kembali. Sudah hampir satu jam dan pria itu belum juga kembali ke kamar mereka. Beberapa kali Erlangga menghapus air mata yang mengalir di pipinya. Kepalanya mulai terasa sakit, ingin rasanya berbaring sebentar tapi dia masih ingin menunggu Erlangga. Beberapa kali dia menatap layar ponselnya berharap Erlangga menelepon atau meninggalkan pesan untuknya.“Dia pasti sangat kecewa padaku.” Melissa memijat kepalanya berusaha menghilangkan rasa pening yang mulai muncul.Tangan Melissa bergerak menyentuh perutnya, tiba-tiba dia ingat bahwa sekarang dia membawa satu nyawa ke dalam dirinya. Kepalanya rasanya akan pecah memikirkan segala hal yang sedang terjadi saat ini, tapi satu hal yang dia inginkan sekarang hanyalah Erlangga kembali lalu mereka bisa berbicara tanpa emosi yang meluap-luap.TING!Melissa reflek membuka ponselnya. Sebuah pesan muncul di layar ponselnya. Rasa kecewa langsung menghinggapinya begitu ia
Aku Hamil! Ucap Melissa dalam hati. Rasanya ia ingin sekali berteriak tetapi dia tak punya keberanian yang besar untuk mengatakan pada keluarganya bahwa ia sedang hamil.“Melissa, sejak awal itu bukan tempatmu. Itu milik Marissa, sekarang dia sudah kembali. Biarkan Marissa bersama dengan Erlangga, berikan dia kesempatan sekali lagi. Kau bisa mengejar apa pun yang sempat tertunda karena harus berkorban untuk Marissa.” Ucap Ibu Melissa dengan sendu. Tatapannya adalah jenis tatapan yang penuh dengan permohonan.“Ibu, apakah hidupku tidak penting? Apakah menurutmu aku terlahir untuk selalu berkorban demi Melissa? Sejak kecil selalu Marissa yang diutamakan. Mengapa Ibu selalu pilih kasih dan membela Kak Marissa? Aku juga anakmu tapi kenapa tidak memperlakukanku dengan setara? Untuk kali ini saja aku tidak ingin dikorbankan lagi.” Ucap Melissa dengan suara bergetar.Wanita paruh baya itu hanya tertegun mendengar ucapan Melissa. Dia menyadari bahwa apa yang dikatakan Melissa semuanya benar.
Melissa terdiam tak bisa berkata-kata, apa yang Marissa katakan membuatnya sedikit bingung dan goyah. Dia ingin percaya pada apa yang Erlangga katakan di awal pernikahan mereka bahwa dia akan menjalani pernikahan ini dengan sesungguhnya tetapi apa yang Marissa katakan juga tidak bisa diabaikan begitu saja. Bagaimana kalau memang selama ini Erlangga hanya emosi dan dia belum menyadari bahwa perasaannya pada Marissa memang tidak pernah berubah sama sekali?“Pergilah dan tinggal bersama nenek di Bogor.” Ucap Marissa. “Aku yakin dengan perginya dirimu, keadaan akan kembali seperti semula. Sekali ini saja, tolong bantu aku.” Ucap Marissa memohon pada Melissa.“Bagaimana kalau sekali ini saja aku yang meminta bantuanmu? Jangan mengusirku dari sini.” Ucap Melissa pada Marissa.“Melissa, bawa semua tabungan Ibu. Kau ingin berkuliah, kan? Ini pakai semua tabungan Ibu. Tinggallah dengan nenekmu, temukan kebahagiaanmu. Ibu mohon, Melissa.” Ucap Ibu Melissa dengan permohonan. Wanita itu meraih ta
Wajah Melissa menghantam dada bidang Erlangga, tidak keras tetapi cukup membuatnya memekik terkejut. Melissa mengangkat kepalanya ke atas. Tatapan mereka saling mengunci satu sama lain.“Kau habis menangis?” Tanya Erlangga.“Erlangga…” ucap Melissa lalu mencoba bangun namun Erlangga dengan cepat membalik tubuhnya hingga posisi pria itu kini menindih Melissa.“Apa yang kau lakukan, lepaskan aku!” ucap Melissa panik. Erlangga menahan kedua tangan gadis itu di sisi kepalanya dengan keras.“Apa yang sedang kau lakukan di sini? Menggodaku?” Tanya Erlangga dengan dingin. Melissa masih dapat merasakan emosi pria itu masih belum surut.“Tidak, aku tidak tahu kau ada di sini. Biarkan aku kembali ke kamar.” Ucap Melissa lalu mencoba mendorong Erlangga namun usahanya tidak membuahkan hasil apa pun. Erlangga justru semakin mengeratkan cengkeramannya pada pergelangan tangan gadis itu.“Erlangga, tolong lepaskan aku. Kau menyakitiku.” Ucap Melissa memelas. Perlahan cengkeraman pria itu mengendur te
Melissa memotong ucapan Erlangga. Ia tahu bahwa semakin dibiarkan, pria itu akan mengatakan kalimat-kalimat yang lebih menyakitkan lagi. Untuk sepersekian detik suasana begitu senyap. Bahkan Melissa bisa mendengarkan bunyi jantungnya sendiri yang berdetak begitu cepat.Erlangga mengambil botol wine dari lantai lalu meneguknya langsung dari botol. “Siapa?” Tanya Erlangga singkat.“Siapa apanya?” Tanya Melissa bingung.“Siapa ayah dari bayi di kandunganmu?” Tanya Erlangga.Mata Melissa sontak terbelalak mendengar ucapan Erlangga tetapi dia berusaha menormalkan kembali ekspresinya. Rasanya seperti seseorang baru saja menusuknya tepat di dada. Air matanya berdesakan ingin keluar tetapi dia berusaha menahannya mati-matian. Dia tidak mau menangis di hadapan pria yang baru saja merendahkan dirinya.“Jangan keterlaluan begitu. Kau pikir aku pelacur?” Ucap Melissa dengan santai seolah pertanyaan Erlangga tidak memengaruhinya sama sekali.Erlangga menyadari bahwa dia sudah keterlaluan sekali. P
Erlangga duduk bersandar menatap gamang pada layar komputer, tepat di hadapannya layar menampilkan Melissa yang sedang berjalan membawa koper besar dan tas ranselnya. Gadis itu meninggalkan rumahnya tadi malam satu jam sejak dia kembali dari ruang penyimpanan wine milik keluarganya. Erlangga mengusap wajahnya dengan kasar. Otaknya masih mengulang semua yang ia lihat di layar komputer. Apa yang sebenernya terjadi di rumah gadis itu semalam. Sebelum ke ruang penyimpanan wine, Melissa terlihat mengunjungi rumahnya. Lalu mengapa Marissa mengejarnya dan tampak berteriak pada Melissa ketika gadis itu keluar dari rumah mereka. Dia tahu keluarga gadis itu mungkin kembali memberinya tekanan, tapi kali ini apa yang mereka pertengkarkan hingga membuat Melissa begitu terlihat sedih semalam.“Tenanglah aku hanya bercanda, aku hanya ingin mengerjaimu tapi responsmu sangat menyakitiku.”Ucapan Melissa muncul dalam benak Erlangga. Pria itu langsung berdiri terlonjak dari tempat duduk. Bagaimana kalau
Satu hari sebelum menghilangkannya Melissa, Shinta mencari-cari Melissa. Gadis itu baru keluar dari pertapaannya semenjak merasa bersalah dari tindakannya yang memlagiat karya Melissa. “Hai... Aku tahu kau pasti di sini di jam segini,” ujar Shinta di sebuah halte bis yang mana Melissa sedang termenung mendengarkan musik. “Shinta?” Karena terkejut dan tidak menyangka akan kehadiran Shinta di hadapannya Melissa sampai terperangah dan berdiri perlahan dari duduknya. “Ekspresi mu menunjukkan kau tidak menyukai kehadiranku, hmmm...tapi bisa maklumin atas perbuatanku tidak mungkin kau menyukaiku sekarang seperti dulu kau pasti membenciku kan Melissa?” ujar Shinta dengan sendu. Wajah Melissa yang awalnya datar menjadi canggung. Ada apa tiba-tiba muncul sekarang setelah menghilang cukup lama? Pikir Melissa. “Aku mencarimu untuk meminta maaf padamu, asal kau tahu karyamu aku tarik lagi dari penerbitan, aku tidak sanggup melakukan kecurangan itu padamu,” wajah berharap dan mata