Share

Bab 3

Mala menandatangani berkas itu dengan tangannya yang gemetar, ia tak lagi peduli dengan ancaman yang baru pagi tadi diingatkan oleh Tuan Besar, ditangannya kini ada sejumlah uang yang akan digunakan untuk menyelamatkan panti asuhan dan anak-anak panti dari ancaman itu. 

Mala menyerahkan berkas yang sudah ditanda tanganinya kepada Adris. Kemudian, senyum sinis mengembang pada wajah pria itu.

Matanya menatap jijik pada Mala setelah dia menyimpan berkas itu ke dalam laci meja kerjanya.

Mala merapatkan bagian depan seragamnya yang tak lagi memiliki kancing untuk ditutup. Dia mengantongi selembar cek yang sudah diberikan ke dalam saku celananya.

“Saya akan pergi malam ini, Tuan.” ucap Mala dengan suaranya yang lirih.

“Bagus. Jangan pernah kembali lagi. Kamu membuatku muak.” Adris mengibaskan tangannya mengusir Mala seperti mengusir seekor kucing jalanan.

Tanpa mengucapkan satu patah kata pun lagi, Mala meninggalkan kamar Adris dengan langkahnya yang tertatih-tatih, menahan semua rasa nyeri pada setiap inci tubuhnya dan hatinya. 

Mala melanjutkan langkahnya hingga keluar dari ruangan itu, Kelon masih ada disana, pria itu berdiri seperti seorang penjaga istana yang kaku, Kelon hanya menampilkan ekspresi wajahnya yang datar. 

Apakah tidak ada satu orang pun di rumah ini yang memiliki hati seperti manusia?

Mala berhasil kembali ke kamarnya yang berada di bagian belakang mansion setelah berhasil mengendap-endap menghindari para pelayan.

Ia langsung beranjak masuk ke dalam kamar mandi, memandang nanar pantulan dirinya sendiri pada cermin.

Nahas sekali nasibnya.

Tak hanya sebatang kara, kini dia juga kehilangan kesuciannya. 

Dia gosok kuat-kuat setiap permukaan kulitnya dengan sabun memastikan tidak ada aroma maskulin milik Adris yang tertinggal di sana, dia merasa jijik dengan tubuhnya yang dijamah dengan paksa. 

Rasa nyeri akibat gosokan itu dia abaikan dan terus dia lakukan sampai rasa nyeri itu berpadu dengan iritasi kulitnya yang digosok dengan sabun secara berlebihan.

Langit sudah berganti gelap, para pelayan mulai kembali bekerja untuk menyiapkan makan malam untuk tiga orang majikan yang ada di sana.

Tuan besar Rasnad duduk pada kursi paling ujung, di sisi kanannya ditempati oleh Sela yang melihat Mala dengan pandangan mual, padahal yang dilakukan Mala yang meletakkan peralatan makan untuk majikan-majikannya.

“Aku gak mau makan dengan alat makan yang kamu siapkan. Panggil pelayan lain untuk menggantikanmu.” ucap Sela dengan nadanya yang sombong dan angkuh, dengan ujung kukunya dia mendorong piring yang diletakkan Mala. 

Mala hanya bisa menahan napasnya, menahan kesabarannya.

Dia harus ingat, ada cek di dalam ransel yang sudah dia siapkan dengan jumlah ratusan juta yang akan membawanya lepas dari lingkaran orang-orang mengerikan ini. 

Tanpa banyak berkata, Mala menuruti apa yang dititahkan Sela.  

“Kapan dia akan bercerai dengan Adris?” tanya Sela, seolah orang yang dibicarakan tidak ada di sana.

“Kenapa memangnya?” Rasnad bertanya. Saat pertanyaan itu terlontar, Adris datang dengan penampilannya yang lebih segar. 

Melihat Adris mengingatkan Mala pada apa yang dilakukan pria itu terhadapnya, seketika perut Mala mual.

Tapi Adris terlihat seperti tidak pernah terjadi apapun. Dia tetap duduk dengan sikapnya yang acuh dan ekspresi wajahnya yang datar sedatar permukaan kayu yang baru selesai diamplas.

“Aku akan mengenalkan Adris pada anak dari kenalan arisanku.” jawab Sela dengan suara yang tentu saja sengaja dibuat untuk menyinggung Mala.

“Dia gadis yang berpendidikan, bibit, bobot, bebetnya jelas. Dan yang pasti gadis dari kenalanku ini bukan parasit miskin yang gak tau malu.”

Sabar Mala, sabar. Ucap Mala dalam hatinya yang mendidih. 

“Gadis dari anak kenalanku ini jauh lebih cocok bersanding dengan Adris, mereka sama-sama orang yang bermartabat.”

Seandainya Sela tahu apa yang dilakukan anaknya yang bermartabat itu terhadap Mala, apakah Nyonya besar itu masih bisa menyombongkan diri? 

“Kamu mau, kan, Ad, Mama kenalkan dengan anak dari kenalan Mama? Kamu gak mungkin menjadikan pelayan miskin itu sebagai istri sungguhan, kan?”

“Terserah.” jawab Adris singkat tanpa sedikitpun melihat Mala yang baru siang tadi dia renggut kesuciannya.

“Dengar, Mala akan  tetap menjadi istri Adris sampai waktu yang aku tentukan.” jawab Rasnad dengan tegas. “Dan selama itu terjadi, Mala tetap tinggal di sini.”

“Memangnya kenapa kalau Adris secepatnya cerai dari dia, Pah? Sama saja kan, sekarang atau nanti.”

Rasnad menatap tajam putrinya itu. “Aku sedang menyelamatkan citra keluarga kita dari pengkhianatan yang dilakukan oleh mantan calon pengantin pilihanmu dulu.”

Sela langsung merapatkan bibirnya. 

“Apa kamu lupa, gara-gara calon pilihanmu itu, anakmu hampir saja menjadi ayah dari anak yang bukan dari darahnya? Memalukan!”

Bibir Sela semakin maju.

Tapi Adris, si korban dari pengkhianatan calon pengantinnya terlihat biasa-biasa saja, dia tetap tenang menunggu para pelayan menyelesaikan tugas mereka meletakan lauk-pauk di atas meja. 

Lain halnya dengan Adris yang tidak menunjukkan bentuk emosi apa-apa, Mala malah baru tahu alasan kenapa dirinya dipaksa untuk menggantikan posisi calon pengantin yang seharusnya menikah dengan Adris. 

Alih-alih merasa iba dengan Adris, Mala malah memaklumi pengkhiatan yang terjadi.

Siapa juga akan akan tahan dengan satu keluarga yang suka memaksa, mengancam, sombong, dan semena-mena pada orang lain?

Setelah semua lauk dan pauk siap di atas meja, Mala bersama dengan pelayan yang lainnya melangkah pergi dari ruang makan utama itu.

Sampai suara Rasnad memanggil nama Mala dan membuat Mala terpaksa kembali menghadap tiga orang yang ada di ruang makan itu.

“Duduk, ikut makan di sini.” titah Rasnad yang tentu saja membuat Sela melayangkan protes dengan sangat keras. Adris pun juga menghentikan gerakan tangannya yang memegang sendok.

“Papa mau buat aku muntah?” Sela sampai memelototkan matanya yang berhiaskan dengan eyeshadow kuning kunyit.

“Maaf, Tuan Besar, saya akan makan bersama dengan pelayan yang lain di belakang.” ucap Mala dengan sesopan mungkin. Walaupun hatinya begitu gondok.

“Makan di sini.” Rasnad memberikan perintah dengan nada pengulangan yang penuh dengan tekanan pada setiap kata.

Semua orang tahu, ketika nada seperti itu sudah lolos dari bibir Tuan Besar, maka tidak ada yang boleh membantah.

Mala akhirnya mengalah, dia harus mengalah demi kelancaran rencananya untuk meninggalkan neraka ini.

Mala menarik kursi paling jauh dari ketiga majikannya. Dia hanya duduk, tidak berniat untuk mengambil piring dan menuangkan makanan ke atas piringnya.

“Lusa adalah acara ulang tahun perusahaan, dan kalian harus datang, terutama Adris dan Mala. Sebagai pengantin baru, akan janggal jika Adris hanya datang sendiri tanpa istrinya.” kata Rasnad.

Sela tentu saja ingin mengajukan protes lagi, tapi tatapan tajam Rasnad kembali membungkam aksi protesnya.

“Aku tidak bisa, Kek.” ujar Adris tiba-tiba.

Rasnad menaikkan sebelah alis matanya. “Kenapa?”

“Aku harus keluar kota untuk mengurus cabang baru dari bisnisku.”

BRAK! 

Gebrakan di atas meja yang dilakukan Rasnad bukan hanya membuat Sela terkejut, Mala juga sama terkejutnya. Tapi tidak dengan Adris. 

Mala melihat bagaimana ekspresi Adris, tapi anehnya pria itu tetap dengan ekspresinya yang datar.

Bagaimana mungkin Adris bisa sedatar itu sejak tadi? Padahal saat di kamar tadi siang, pria itu menunjukkan berbagai macam bentuk ekspresi kebencian pada wajahnya.

Ketika Rasnad sibuk mencela bisnis milik Adris yang tidak akan sukses, Mala malah sibuk memikirkan cara untuk kabur malam ini.

“Kamu dengar Mala?” Suara Rasnad yang memanggilnya menyentak Mala.

“Iya Tuan?”

“Kamu harus mendampingi Adris lusa nanti. Mengerti?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status