Rama memberikan tanda pada Handy dan Dimas untuk segera meninggalkan ruang Om Pras. Mereka berdua tak menunggu lama, bangun dan melangkah keluar mengikuti Rama. Setelah mereka berhasil keluar, dihembuskan nafas lega. Sesaat kemudian mereka saling berpandangan dan tersenyum menyaksikan peristiwa yang jarang terjadi. Huft ..., biarlah kini menjadi urusan bosnya. Rama meminta Handy dan Dimas menunggu kabar darinya. Jika Pak Pras sudah bisa menyelesaikan urusan pribadinya dengan istrinya, nanti akan ditanyakan kembali solusi yang harus dilakukannya. Kini mereka kembali pada aktivitas masing-masing. "Hanny, papa kan sudah bilang jika papa banyak kerjaan. Mengapa memaksakan ke sini? Asha mana?" tanyanya cepat saat tak dilihatnya Asha bersama mamanya. Khansa tak menjawab, namun dilangkahkan kakinya menuju kursi kebesaran Om Pras dan menghempaskan badannya yang penat di sana. Om Pras tersenyum melihatnya. Perut buncitnya membuat Khansa semakin lucu dan menggemaskan S
Khansa mengirimkan pesan pada Riska agar membuatkan janji dengan Dimas. Khansa haru mengetahui permasalahan yang sedang terjadi di perusahaanya. Tadi saat baru datang dilihatnya Dimas dan Handy ada di sini, itu artinya masalah ini pasti berkaitan dengan mereka berdua. Om Pras tidak mungkin menjawab petanyaan Khansa saat ini, jadi lebih baik dicarinya sendiri jawaban yang diperlukannya. Riska sudah menjawab, dia dan Dimas akan menemuinya di rumah makan dekat kantor Dimas. Sebenarnya Dimas sedang sibuk, namun bujukan Riska membuatnya memberikan waktu pada Khansa untuk menemuinya. Khansa tersenyum saat membaca pesan yang dikirimkan Riska. Kini dia akan berpura-pura baru bangun untuk melancarkan usahanya. Suara langkah kaki menghentikan kegiatan Khansa mengirim pesan, dibaringkan kembali badannya seolah-olah baru saja terbangun jika nanti didengarnya suara Om Pras membuka pintu. Om Pras yang melihat Khansa mengerjapkan matanya saat mendengarnya masuk tersenyum. Syukurlah Khansa baru ban
"Lusa pasti kamu akan tahu Sayang. Sudah sore, kita pulang bareng bagaimana?" tanya papa memberikan saran kembali yang kali ini tidak ditolaknya. Minimal papa bisa membelanya jika Om Pras marah karena dia tidak menjemput Asha di rumah mama Dewi. Om Pras tidak mungkin menyalahkan papa jika aku beralasan ke kantor papa karena ada yang harus dibicarakan dengan papa. "Oke papa, nanti papa mampir atau hanya mengantar saja?" tanya Khansa sambil senyum-senyum membayangkan Om Pras tak akan memarahinya jika bersama papa. "Papa drop saja ya Sayang, kasihan mama jika menunggu papa pulang kerjanya telat," ucap papa dengan wajah menyesal. Khansa mengangguk, papa walau sudah tak lagi muda tapi rasa sayangnya pada mama tetap tak pernah berubah. Khansa tersenyum membayangkan Om Pras yang bisa bersikap seperti papa. Dia pasti sangat senang, karena papa sangat bijaksana berbeda dengan Om Pras yang tegas dan suka memarahinya. Khansa kini berjalan bergelayut di lengan papanya, membuat papa mengelus kep
Khansa berganti baju setelah memastikan Om Pras keluar dari kamar. Sampai hari ini Khansa masih malu jika harus berganti baju di depan Om Pras. Setiap hari Khansa selalu membawa bajunya ke dalam kamar mandi dan berganti di sana. Om Pras hanya tersenyum saat Khansa melakukannya dengan meledeknya jika dia sudah melihat semuanya mengapa masih disembunyikan? tanyanya suatu hari. Setelah selesai berganti, Khansa mencoba membaringkan badannya yang kelelahan. Sesaat pikirannya kembali pada permasalahan kantor. Diingatnya wajah Om Pras saat memijit keningnya tadi, juga wajah papa yang kaget saat dia mengatakan jika sudah mengetahui permasalahan Pabrik. Dalam hati Khansa berjanji akan belajar dengan baik untuk bisa membantu papa dan Om Pras."Susu untuk Dede Shasha datang," ucap Om Pras sesaat melangkah masuk menuju tempat tidur. Dlihatnya Khansa yang sudah berganti baju dan berbaring di tempat tidur. Diletakkannya nampan berisi susu dan kopi di nakas. Om Pras lebih dulu mengambil baju yang t
Khansa, Om Pras, dan Pak Asyraf kini berada di restoran sebuah hotel bintang lima, Khansa tak main-main dengan ucaannya tadi. Makanan yang dipilih juga yang terbaik yang ada di restoran ini. "Papa ingat semua papa yang harus bayar dengan uang saku papa!" seru Khansa saat pelayan datang membawakan makanan. "Siap Hanny, mau tambah lagi pesanannya juga boleh," ledek Om Pras tersenyum pada Khansa. Saat Khansa akan membalas ucapan Om Pras suara salam menyapa mereka, Mereka serentak menjawab salam dan Khansa menoleh ke arah suara yang seperti dikenalnya. "Om Amran!?" seru Khansa kaget. "Om Amran?" tanya Om Pras dalam hati. Bukannya dia adalah orang yang pagi tadi ditemuinya di Bandara? Orang yang tak mau membantu walau dia sudah menaikkan dua kali lipat dari harga pokok. "Amran duduklah! Masih ingat degan putri Om Kan?" tanya papa sambil tersenyum. Amran mengangguk dan menjabat tangan Pak Asyraf hangat. "Oh ya, ini suami Khansa, Prasetya," ucap Pak Asyraf melanjutkan ucapannya. Amran mena
"Brian coba kamu cari informasi mengenai kecelakaan yang menimpa Amanda, apakah benar-benar kecelakaan atau hanya akal-akalan Dewi untuk mendapatkan kepercayaan Rafli. Papa tahu saat itu Pak Asyraf juga sedang mengalami masalah di Gunawan Grup," ucap papa memerintah. "Oh ya Brian, jika ternyata kamu juga ikut andil dalam kecelakaan yang menimpa Amanda dan bekerjasama dengan Dewi, jangan harap meminta bantuan papa jika nanti kamu mendapat balasannya," ucap Xavier mengancam. "Pa, aku ...," ucapan Brian langsung dipotong Xavier dengan tegas. "Pergilah! Bereskan semua permasalahan pribadimu, jangan sampai merugikan di masa depan. Terutama yang berkaitan Dewi, Prasetya sepertinya sudah memegang kuncinya sehingga kini Dewi menuruti ucapan Prasetya," ujar Xavier memberikan petunjuk pada Brian. Brian pamit dan beranjak keluar dari ruangan Xavier, dalam hati masih banyak pertanyaan yang ingin ditanyakannya. Namun Xavier sudah memintanya membereskan urusann
"Jika papa tidak masuk, mama bisa jamin Amran tidak akan berbuat di luar batas?" tanya Om Pras masih dengan rasa kesal yang ditahannya. Khansa tak menjawab, namun apa yang diucapkan Om Pras juga ada benarnya. Khansa tak bisa menjamin apa yang akan di lakukan Om Amran jika dia tidak terbangun. Saat diingat perut besarnya Khansa menggelengkan kepalanya. "Papa, perut Khansa sudah sebesar ini, pasti tidak akan menarik untuk laki-laki manapun," jawabnya cepat dengan rasa kesal karena kecemburuan Om Pras."Siapa yang bilang mama tidak menarik? Mama lucu dengan perut buncitnya. Coba mama bercermin!" tanya Om Pras kembali dengan menahan senyuman. "Oh, jadi papa meledek Khansa, oke. Nanti mama akan bilang pada Asha, biar papa dimarahi karena sudah meledek mama," ucap Khansa sambil bersungut. Khansa bangun dari sofa menuju meja kerjanya untuk mengambil tas yang ada di lemari samping meja."Mama, jangan bawa-bawa Asha. Sudah pasti dia akan membela adiknya,
Rangkaian acara lamaran dari keluarga Dimas sudah selesai, kini tamu undangan dipersilakan memberikan ucapan selamat dan melanjutkan menikmati hidangan yang sudah disiapkan. Asha sudah duduk kembali di kursinya. Kali ini dia membawa banyak buah. Khansa menghampiri karena tertarik dengan tumpukan buah yang dibawa Asha. "Sayang, buat mama mana?' tanya Khansa sambil memasang wajah memelas. "Mama minta diambilkan papa saja," jawab Asha sambil menunjuk papa yang sedang berbincang dengan beberapa rekan bisnisnya. Khansa menarik napas dalam melihat Om Pras dan berganti dengan Asha yang sedang menikmati potongan buah. Khansa memutuskan duduk kembali di kursinya. Saat tubuhnya sudah bersandar pada kursi sebuah tangan menyodorkan piring berisi potongan buah. Khansa tersenyum melihatnya. "Silakan, aku takut jika tidak dituruti dede bayinya akan bersedih," bisik Om Amran yang baru saja meletakkan piring berisi potongan buah-buahan dan duduk di samping Khansa. "Terima kasih, Om. Tahu saja j