Khansa berganti baju setelah memastikan Om Pras keluar dari kamar. Sampai hari ini Khansa masih malu jika harus berganti baju di depan Om Pras. Setiap hari Khansa selalu membawa bajunya ke dalam kamar mandi dan berganti di sana. Om Pras hanya tersenyum saat Khansa melakukannya dengan meledeknya jika dia sudah melihat semuanya mengapa masih disembunyikan? tanyanya suatu hari. Setelah selesai berganti, Khansa mencoba membaringkan badannya yang kelelahan. Sesaat pikirannya kembali pada permasalahan kantor. Diingatnya wajah Om Pras saat memijit keningnya tadi, juga wajah papa yang kaget saat dia mengatakan jika sudah mengetahui permasalahan Pabrik. Dalam hati Khansa berjanji akan belajar dengan baik untuk bisa membantu papa dan Om Pras."Susu untuk Dede Shasha datang," ucap Om Pras sesaat melangkah masuk menuju tempat tidur. Dlihatnya Khansa yang sudah berganti baju dan berbaring di tempat tidur. Diletakkannya nampan berisi susu dan kopi di nakas. Om Pras lebih dulu mengambil baju yang t
Khansa, Om Pras, dan Pak Asyraf kini berada di restoran sebuah hotel bintang lima, Khansa tak main-main dengan ucaannya tadi. Makanan yang dipilih juga yang terbaik yang ada di restoran ini. "Papa ingat semua papa yang harus bayar dengan uang saku papa!" seru Khansa saat pelayan datang membawakan makanan. "Siap Hanny, mau tambah lagi pesanannya juga boleh," ledek Om Pras tersenyum pada Khansa. Saat Khansa akan membalas ucapan Om Pras suara salam menyapa mereka, Mereka serentak menjawab salam dan Khansa menoleh ke arah suara yang seperti dikenalnya. "Om Amran!?" seru Khansa kaget. "Om Amran?" tanya Om Pras dalam hati. Bukannya dia adalah orang yang pagi tadi ditemuinya di Bandara? Orang yang tak mau membantu walau dia sudah menaikkan dua kali lipat dari harga pokok. "Amran duduklah! Masih ingat degan putri Om Kan?" tanya papa sambil tersenyum. Amran mengangguk dan menjabat tangan Pak Asyraf hangat. "Oh ya, ini suami Khansa, Prasetya," ucap Pak Asyraf melanjutkan ucapannya. Amran mena
"Brian coba kamu cari informasi mengenai kecelakaan yang menimpa Amanda, apakah benar-benar kecelakaan atau hanya akal-akalan Dewi untuk mendapatkan kepercayaan Rafli. Papa tahu saat itu Pak Asyraf juga sedang mengalami masalah di Gunawan Grup," ucap papa memerintah. "Oh ya Brian, jika ternyata kamu juga ikut andil dalam kecelakaan yang menimpa Amanda dan bekerjasama dengan Dewi, jangan harap meminta bantuan papa jika nanti kamu mendapat balasannya," ucap Xavier mengancam. "Pa, aku ...," ucapan Brian langsung dipotong Xavier dengan tegas. "Pergilah! Bereskan semua permasalahan pribadimu, jangan sampai merugikan di masa depan. Terutama yang berkaitan Dewi, Prasetya sepertinya sudah memegang kuncinya sehingga kini Dewi menuruti ucapan Prasetya," ujar Xavier memberikan petunjuk pada Brian. Brian pamit dan beranjak keluar dari ruangan Xavier, dalam hati masih banyak pertanyaan yang ingin ditanyakannya. Namun Xavier sudah memintanya membereskan urusann
"Jika papa tidak masuk, mama bisa jamin Amran tidak akan berbuat di luar batas?" tanya Om Pras masih dengan rasa kesal yang ditahannya. Khansa tak menjawab, namun apa yang diucapkan Om Pras juga ada benarnya. Khansa tak bisa menjamin apa yang akan di lakukan Om Amran jika dia tidak terbangun. Saat diingat perut besarnya Khansa menggelengkan kepalanya. "Papa, perut Khansa sudah sebesar ini, pasti tidak akan menarik untuk laki-laki manapun," jawabnya cepat dengan rasa kesal karena kecemburuan Om Pras."Siapa yang bilang mama tidak menarik? Mama lucu dengan perut buncitnya. Coba mama bercermin!" tanya Om Pras kembali dengan menahan senyuman. "Oh, jadi papa meledek Khansa, oke. Nanti mama akan bilang pada Asha, biar papa dimarahi karena sudah meledek mama," ucap Khansa sambil bersungut. Khansa bangun dari sofa menuju meja kerjanya untuk mengambil tas yang ada di lemari samping meja."Mama, jangan bawa-bawa Asha. Sudah pasti dia akan membela adiknya,
Rangkaian acara lamaran dari keluarga Dimas sudah selesai, kini tamu undangan dipersilakan memberikan ucapan selamat dan melanjutkan menikmati hidangan yang sudah disiapkan. Asha sudah duduk kembali di kursinya. Kali ini dia membawa banyak buah. Khansa menghampiri karena tertarik dengan tumpukan buah yang dibawa Asha. "Sayang, buat mama mana?' tanya Khansa sambil memasang wajah memelas. "Mama minta diambilkan papa saja," jawab Asha sambil menunjuk papa yang sedang berbincang dengan beberapa rekan bisnisnya. Khansa menarik napas dalam melihat Om Pras dan berganti dengan Asha yang sedang menikmati potongan buah. Khansa memutuskan duduk kembali di kursinya. Saat tubuhnya sudah bersandar pada kursi sebuah tangan menyodorkan piring berisi potongan buah. Khansa tersenyum melihatnya. "Silakan, aku takut jika tidak dituruti dede bayinya akan bersedih," bisik Om Amran yang baru saja meletakkan piring berisi potongan buah-buahan dan duduk di samping Khansa. "Terima kasih, Om. Tahu saja j
"Tidak ada, hanya laporan rutin jika ada yang mencurigakan di lingkungan rumah dan apartemen," jawab Om Pras untuk menenangkan Khansa. Amran yang mendengarnya ikut memberikan ketenangan. "Jika ada masalah yang bisa aku bantu sampaikan saja pada asistenku Pras, jangan ragu," ujar Amran menegaskan. Om Pras hanya mengangguk, dia tak ingin masalah ini dibahas kembali. Dinikmatinya kembali es krim yang mulai mencair. Asha yang duduk di samping Amran terlihat tak terpengaruh dengan pertanyaan Khansa dan juga ucapan Amran. Om Pras menarik nafas dalam. "Wah, terima kasih banyak Pak Pras dan Pak Amran sudah hadir di acara kami. Maaf jika kurang berkenan jamuannya," suara Dimas menyapa Om Pras dan Amran. "Om Dimas tampan sekali dengan jas putihnya, papa Asha juga mau ya jas seperti Om Dimas," ujar Asha saat melihat penampilan Dimas yang berbeda dari biasanya. Khansa dan Riska saling bertatapan dan tersenyum mendengar ucapan Asha. "Boleh Jagoan, nanti kita buat sekalian dengan papa ya. Boleh
Sebelum berangkat Om Pras menghubungi Khansa untuk memastikan keberadaan mereka. Sepertinya nama yang tertulis di balasan chat adalah sebuah restoran. Om Pras mengirimkan pesan pada Rama untuk bersiap menuju lokasi yang dikirimkan Khansa.Sepanjang perjalanan Om Pras merasakan dadanya semakin sesak, ditariknya nafas perlahan dan mencoba mengaturnya agar hilang beban yang seakan menghimpit dadanya."Ram, bisa dipercepat? Aku rasa Khansa sedang kesakitan saat ini," ucapnya memerintah Rama. Laju mobil dirasakannya semakin cepat. Rama kini hanya berkonsentrasi pada jalanan di hadapannya.Hari ini jalanan sangat padat bagi Om Pras, Rama diperintahkannya mencari jalur yang lebih cepat menuju lokasi yang diberikannya. Lampu merahpun kini terasa lama baginya. Sejak mengetahui Khansa keluar bersama Amran pikirannya tak tenang.Mobil yang dikendarai Rama berhasil mengurai kemacetan. Tak lama lagi mereka akan sampai di lokasi restoran. Om Pra
"Saya bisa mendonorkannya, silakan dokter," ucap Amran sambil melangkah ke depan. "Pak Amran!" seru asistennya terkejut. "Amran, bagaimana mungkin?" tanya Pak Asyarf sesaat didengarnya Amran mengajukan dirinya untuk mendonorkan darahnya pada putrinya. Amran tersenyum dan menjawab, "Pak Asyraf saya harus membalas apa yang pernah bapak berikan pada saya dahulu. Jika bukan karena darah yang bapak berikan pada saya. Mungkin saya tidak bisa melihat indahnya dunia saat ini, Pak." "Anggap saja ini pelunasan hutang saya pada keluarga Pak Asyraf," ucapnya lagi yang membuat Pak Asyraf membiarkannya. "Terima kasih Amran, semoga hubungan kekeluargaan kita akan berlangsung selamanya," ucap papa yang diaamiinkan oleh yang lain. Om Pras menatap Amran sesaat dan mengucapkan terima kasih. Asha tersenyum pada Om Amran dan memberikan tanda hebat dengan jempolnya. *** "Mama, Asha mau lihat Dede Shasha," seruan Asha yang berjalan memasuki ruangan Khansa terdengar cepat. Khansa tersenyum menunggu Ash