Seorang gadis duduk dengan tatapan kosong. Di depannya ada meja rias dan cermin besar. Di samping gadis itu, seorang perias pengantin tengah sibuk mendandaninya. Nara Formosa nama gadis tersebut.Gadis cantik berusia dua puluh tahun yang besar di keluarga kaya. Hari ini akan segera menikah. Ini adalah hari pernikahan Nara. Pernikahan yang tidak pernah Nara mimpikan. Akan terjadi secepat ini.Bukan Nara tidak bahagia dengan pernikahan yang akan terjadi. Masalahnya, gadis itu tidak tahu dan tidak kenal dengan pria yang akan menikahinya. Pernikahan yang Nara lakukan merupakan pernikahan bisnis.Perusahaan Bagaskara tengah di ambang kebangkrutan dan terancam gulung tikar. Demi menstabilkan keadaan perusahaan, Bagaskara yang merupakan ayah Nara. Mencoba mencari koneksi untuk mendapatkan kucuran dana.Akhirnya pria paruh baya itu memberanikan diri mendatangi Aurio Grup. Pemilik Aurio Grup ternyata mau membantu Bagaskara. Namun, sebagai timbal baliknya Bagaskara juga harus memberikan sesuatu
"Saudara Marvin Aurio, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan saudari Nara Formosa binti almarhum Muhammad Abdullah yang walinya dipercayakan kepada saya Mahmudi Alimuddin dengan maskawin emas seberat dua puluh gram dan sebuah rumah mewah dibayar tunai!" ucap penghulu seraya mengayunkan genggaman tangannya, tepat setelah kalimatnya selesai."Saya terima nikah dan kawinnya Nara Formosa binti almarhum Muhammad Abdullah dengan maskawin yang tersebut di atas dibayar tunai!" Suara Marvin terdengar lantang dan tegas. Menggema di udara."Bagaimana saksi pertama?" tanya penghulu pada saksi dari pihak mempelai pria."Sah!" sahut saksi pertama cepat."Saksi kedua?" Penghulu beralih pada saksi dari mempelai wanita."Sah!" jawab saksi kedua mantap. Diikuti oleh para hadirin yang hadir menyaksikan ijab qobul pasangan pengantin tersebut."Alhamdulillah ...." Suara syukur penghulu terdengar lega. Doa usai ijab qobul pun mengalun begitu saja. Dipimpin oleh penghulu dan diaminkan oleh semua orang."
Marvin sangat menikmati wajah panik yang begitu jelas di depannya. Pria itu terus maju mengikis jarak. Namun, gadis cantik di depannya justru semakin mundur. Menjauh dan bermaksud mempertahankan jarak di antara mereka.Hal itu tidak menyurutkan langkah Marvin. Pria itu terus berjalan dan akhirnya berhasil membuat Nara terpojok. Gadis itu kini sudah tak bisa menghindar lagi. Sebab, tubuhnya sudah membentur dinding.Sebelah tangan Marvin bertumpu pada dinding. Sementara pria itu terus menatap wajah Nara yang terlihat gugup. Jarak yang begitu dekat, membuat Nara dapat menghirup aroma maskulin yang menguat dari tubuh Marvin.Aroma tubuh pria di depannya ini terasa menggelitik hidung Nara. Dan, membuat hati gadis itu semakin tak karuan. Berdebar kencang. Sehingga Nara terpaksa harus menahan napas. Untuk sesaat."Ber-berhenti!" ujar Nara terbata. Ketika tubuh Marvin semakin dekat dan hendak menempel padanya. Kedua tangan Nara berada di depan dada. Menahan tubuh Marvin."Ada apa? Bukankah in
"Hei! Kamu kenapa?" Marvin tentu saja panik dan khawatir melihat reaksi tubuh Nara. Gadis itu terbangun dari tidur sambil berteriak. Tatapan matanya terlihat ketakutan. Tak hanya itu, istrinya bahkan langsung menangis. "Nara, hei, lihat aku!" Marvin menangkup wajah Nara dan membuat mereka berhadapan. "Are you oke?" Tatapan mata Marvin tampak khawatir.Namun, bukan jawaban yang Marvin dapatkan. Gadis yang ditanyainya itu justru berhambur memeluknya erat. Dan, terisak."Jangan tinggalin aku," ujar Nara disela-sela isak tangisnya. Kedua tangan gadis itu melingkar erat di leher Marvin.Meskipun sempat terkejut dengan tindakan Nara. Marvin yang mendengar ucapan bernada memelas dari gadis itu. Lantas memilih untuk membalas pelukan Nara."It's oke. Aku di sini. Kamu tenang, ya!" kata Marvin pelan. Diusapnya punggung sang istri penuh perhatian. Sampai suara isakannya perlahan mulai tenang."Apa kamu mimpi buruk?" Pertanyaan dari Marvin menyadarkan Nara. Sadar dengan situasi yang terjadi di s
Nara duduk termenung di sebuah kafe. Gadis itu tampak cantik dengan balutan dress berwarna navy. Rambutnya yang panjang sebatas bahu dibiarkan tergerai begitu saja. Sebuah jepit kecil terselip di atas telinga.Di atas meja di depannya sudah tersaji segelas coklat hangat, yang masih mengepulkan asap. Namun, tatapan Nara masih terlihat gelisah ke arah pintu masuk. Kemudian beralih pada gawainya."Aku tunggu kamu sampai jam 8. Kalau sampai gak datang. Selamanya kita tidak akan pernah ketemu lagi. Karena ini kesempatan terakhir kita untuk ketemu." Sebuah pesan Nara tuliskan dan kirim pada sebuah kontak.Berharap seseorang yang ditunggunya akan segera datang dan menemuinya. Namun, sampai menit berlalu pesan itu tidak juga dibaca. Menit telah berubah jadi jam. Batas waktu yang ditentukan Nara telah habis.Tapi orang yang diharapkannya datang tidak juga terlihat batang hidungnya. Minuman coklat hangat pesanan Nara pun telah dingin. Sudah jelas. Orang yang ditunggunya tidak akan pernah datang