Share

2

Author: Zi Mahardika
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Saudara Marvin Aurio, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan saudari Nara Formosa binti almarhum Muhammad Abdullah yang walinya dipercayakan kepada saya Mahmudi Alimuddin dengan maskawin emas seberat dua puluh gram dan sebuah rumah mewah dibayar tunai!" ucap penghulu seraya mengayunkan genggaman tangannya, tepat setelah kalimatnya selesai.

"Saya terima nikah dan kawinnya Nara Formosa binti almarhum Muhammad Abdullah dengan maskawin yang tersebut di atas dibayar tunai!" Suara Marvin terdengar lantang dan tegas. Menggema di udara.

"Bagaimana saksi pertama?" tanya penghulu pada saksi dari pihak mempelai pria.

"Sah!" sahut saksi pertama cepat.

"Saksi kedua?" Penghulu beralih pada saksi dari mempelai wanita.

"Sah!" jawab saksi kedua mantap. Diikuti oleh para hadirin yang hadir menyaksikan ijab qobul pasangan pengantin tersebut.

"Alhamdulillah ...." Suara syukur penghulu terdengar lega. Doa usai ijab qobul pun mengalun begitu saja. Dipimpin oleh penghulu dan diaminkan oleh semua orang.

"Amin amin amin ya rabbal 'alamin. Alfatihah!" ucap penghulu menutup doa bersama yang dilakukan.

Akhirnya prosesi sakral pernikahan Marvin dan Nara berjalan lancar. Meskipun keterkejutan Nara masih belum bisa hilang sepenuhnya. Gadis itu masih menyimpan banyak tanya di benaknya. Terutama mengenai identitas pria yang kini telah resmi menjadi suaminya.

"Kepada pengantin pria dipersilakan untuk menyerahkan mahar pernikahannya kepada pengantin wanita ...," ucap pembawa acara kembali terdengar menginterupsi.

Dengan perasaan canggung, Marvin mengambil mahar pernikahan yang ada di atas meja. Kemudian memberikannya kepada gadis yang duduk di sampingnya. Yang kini telah sah menjadi istrinya. Pembawa acara membimbing Marvin untuk mengucapkan sepatah dua patah kalimat, saat menyerahkan maharnya pada sang istri.

Marvin kira setelah itu tidak adalagi drama lanjutan. Tapi, ternyata dugaannya salah. Karena pembawa acara kembali bersuara. Kali ini menyuruh mereka untuk bersalaman. Dan, pengantin wanita diminta untuk mencium tangan pengantin pria. Kemudian pengantin pria diharuskan membalas dengan melabuhkan kecupan di kening istrinya.

"Astaga! Kenapa jadi seribet ini?" batin Marvin ngedumel. Tapi tetap saja melakukan apa yang pembawa acara arahkan.

Nara mencium punggung tangan Marvin dengan khidmat. Sentuhan bibir Nara yang menempel pada permukaan kulit Marvin. Membuat pria itu terjenggit, seperti ada aliran listrik yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Hingga pria itu terpaku dan menegang.

"Ayo! Sekarang gantian pengantin prianya memberikan kecupan untuk pengantin wanitanya!" sorak pembawa acara menyadarkan Marvin.

Pria yang semula bersikap dingin dan berwajah datar itu. Tampak kaku mendekatkan wajah pada istrinya. Sambil menahan perasaan canggung dan gugup yang tiba-tiba hadir, Marvin melabuhkan sebuah kecupan singkat di kening Nara.

Suara tepuk tangan menggema di udara. Menyaksikan tindakan Marvin yang menurut mereka malu-malu. Semua orang berpikiran seperti itu. Mereka beranggapan bahwa Marvin tengah malu. Karena harus bersikap intim di depan umum.

Padahal Marvin tengah mati-matian menetralkan debaran jantungnya, yang tiba-tiba berdegup kencang. Sama halnya dengan Marvin, Nara pun tengah bersusah payah untuk meredam gejolak di dadanya. Meskipun rasa penasaran yang tersimpan di hati belum terjawab. Tidak dipungkiri bahwa tindakan Marvin barusan, telah berhasil membuat gadis cantik itu merona.

Waktu pun terus berjalan, ucapan selamat terus diterima oleh kedua pengantin. Baik Nara maupun Marvin hanya bisa mengucapkan terima kasih, pada semua tamu undangan yang menyalami mereka. Sampai akhirnya malam pun tiba dan pesta pernikahan mereka berakhir.

"Acara sudah selesai. Lebih baik kalian langsung istirahat," ucap Bagaskara pada Marvin dan putrinya. Nara hanya bisa mengangguk patuh.

"Kamu pergilah dulu. Aku ingin bicara sebentar dengan Ayah," ujar Marvin pada istrinya. Entah apa yang ingin dibicarakan suaminya dengan sang ayah. Nara pun tidak tahu. Gadis itu hanya mengangguk dan pergi begitu saja.

•••

Sebuah kamar presiden suite room tampak terlihat indah dan memukau. Sebuah spring bed berukuran besar dihiasi dengan kelopak mawar merah. Kemudian sepasang angsa yang terbentuk dari selimut di atasnya. Ditempatkan dengan posisi seperti tengah berciuman.

Pemandangan itu menggambarkan suasana romantis. Ciri khas pengantin baru. Belum lagi lampu temaram yang di pasang dan lilin-lilin kecil yang dihidupkan. Semua tertata rapi dan epik di tempat-tempat tertentu.

Sangat memanjakan mata. Nara yang baru saja masuk ke kamar pengantin itu. Tampak berdiri mematung memandangi keindahan yang disuguhkan. "Apa artinya semua ini tanpa kamu?" gumam Nara dengan suara lirih.

Gadis itu memejamkan matanya. Rasa sesak tiba-tiba menyeruak di dadanya. Bersamaan dengan bulir bening yang menetes dari sudut mata.

"Maafin aku," lirih Nara. "Nggak seharusnya aku kaya' gini. Aku terpaksa melakukannya. Pernikahan ini ... bukan pernikahan yang aku mau." Lanjut Nara sambil terisak.

Sedih. Nara benar-benar sedih dan kecewa pada dirinya sendiri. Bibirnya memang menyetujui pernikahan ini. Tapi tidak dengan perasaannya. Jauh di lubuk hati Nara. Gadis itu tengah menahan rasa sakit yang teramat sangat.

Kenapa harus dia yang berkorban? Kenapa harus dirinya yang menikah dengan pria asing? Secepat ini, kenapa? Pertanyaan itu terus bermunculan di benak Nara.

Gadis itu terisak menangisi nasibnya yang menurutnya kurang beruntung. Awalnya Nara sudah menerima dengan ikhlas pernikahan yang akan dijalani. Namun, mendapati kenyataan yang ada. Membuat luka yang susah payah disembunyikannya. Akhirnya kembali terbuka.

"Kenapa harus wajah itu? Kenapa bukan wajah orang lain saja yang muncul di depanku? Kenapa?" racau Nara meratap.

Sakit. Hati Nara benar-benar sakit setelah bertatap muka dengan pria yang telah resmi menjadi suaminya. "Aku kira itu kamu. Tapi ... tapi ternyata orang lain. Kenapa takdir begitu jahat sama aku?"

Nara terus meracau sambil terisak. Menyuarakan kesedihan atas ketidakadilan takdir yang telah mempermainkan perasaannya. Sehingga Nara harus kembali merasakan sakit dan lukanya kembali berdarah.

Cukup lama Nara bergelut dengan tangisnya. Sampai akhirnya terdengar suara handel pintu diputar. Cepat-cepat Nara menghapus jejak air mata di kedua pipinya. Meskipun semua usahanya itu hanya sia-sia. Sebab, matanya yang memerah tidak dapat disembunyikan.

Marvin melenggang masuk ke dalam kamar. Sementara pintu sudah tertutup secara otomatis. Pria itu melihat gadis yang tadi dinikahinya tengah berdiri membelakanginya.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Suara berat Marvin menyapa telinga Nara.

Pria itu merasa heran melihat Nara yang ternyata belum mengganti pakaian. Gadis itu masih memakai gaun pengantin. "Apa dia tidak gerah dengan pakaian seperti itu?" batin Marvin bertanya-tanya.

"Tidak ada." Nara menjawab seadanya.

Marvin mengangkat kedua bahu. Tampak tak peduli dengan jawaban yang Nara berikan. Juga tidak bermaksud bertanya lebih banyak.

Pria itu memilih berjalan melewati Nara, menuju ranjang. "Ck, apa setiap kamar pengantin akan dihias seperti ini?" Pertanyaan Marvin terdengar konyol. Pria itu bahkan berdecih, ketika melihat ranjang berseprei putih itu dipenuhi dengan kelopak mawar.

"Bagaimana orang bisa nyaman beristirahat dengan tempat tidur kotor seperti ini?" kata Marvin berkomentar. Kali ini pertanyaannya berhasil menarik perhatian Nara.

Gadis itu menyipitkan matanya. Melihat ke arah Marvin dengan tatapan aneh. Pasalnya, hampir semua kamar pengantin di hotel pasti akan dihiasi seperti itu. Lalu, apa yang aneh? Pikir Nara merasa bingung.

"Ck, yang aneh itu dia!" batin Nara bermonolog. Menilai tingkah Marvin yang menurutnya kurang romantis. Padahal pihak hotel sengaja menghias kamar pengantin mereka sedemikian rupa. Supaya bisa menciptakan suasana romantis untuk pasangan pengantin baru.

Seperti mereka saat ini. Tapi lupakan saja! Sepertinya pria yang menikah dengan Nara, bukanlah pria romantis. "Lihat saja wajahnya itu! Hanya terlihat datar dan dingin sedari tadi." Lagi-lagi Nara mengomentari Marvin dalam hati.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" Tanpa disangka oleh Nara. Marvin tiba-tiba berbalik badan dan langsung melontarkan pertanyaan padanya.

Hal ini tentu saja membuat Nara gugup. Apalagi kini pria itu justru berjalan mendekat ke arah Nara. Semakin dekat hingga membuat Nara melangkah mundur.

"Ka-kamu mau apa?" tanya Nara terbata. Sementara Marvin tampak tak peduli dengan kegugupan yang tengah Nara tunjukkan.

•••

Related chapters

  • Pengantin Pengganti Menikah dengan Mantan   3

    Marvin sangat menikmati wajah panik yang begitu jelas di depannya. Pria itu terus maju mengikis jarak. Namun, gadis cantik di depannya justru semakin mundur. Menjauh dan bermaksud mempertahankan jarak di antara mereka.Hal itu tidak menyurutkan langkah Marvin. Pria itu terus berjalan dan akhirnya berhasil membuat Nara terpojok. Gadis itu kini sudah tak bisa menghindar lagi. Sebab, tubuhnya sudah membentur dinding.Sebelah tangan Marvin bertumpu pada dinding. Sementara pria itu terus menatap wajah Nara yang terlihat gugup. Jarak yang begitu dekat, membuat Nara dapat menghirup aroma maskulin yang menguat dari tubuh Marvin.Aroma tubuh pria di depannya ini terasa menggelitik hidung Nara. Dan, membuat hati gadis itu semakin tak karuan. Berdebar kencang. Sehingga Nara terpaksa harus menahan napas. Untuk sesaat."Ber-berhenti!" ujar Nara terbata. Ketika tubuh Marvin semakin dekat dan hendak menempel padanya. Kedua tangan Nara berada di depan dada. Menahan tubuh Marvin."Ada apa? Bukankah in

  • Pengantin Pengganti Menikah dengan Mantan   4

    "Hei! Kamu kenapa?" Marvin tentu saja panik dan khawatir melihat reaksi tubuh Nara. Gadis itu terbangun dari tidur sambil berteriak. Tatapan matanya terlihat ketakutan. Tak hanya itu, istrinya bahkan langsung menangis. "Nara, hei, lihat aku!" Marvin menangkup wajah Nara dan membuat mereka berhadapan. "Are you oke?" Tatapan mata Marvin tampak khawatir.Namun, bukan jawaban yang Marvin dapatkan. Gadis yang ditanyainya itu justru berhambur memeluknya erat. Dan, terisak."Jangan tinggalin aku," ujar Nara disela-sela isak tangisnya. Kedua tangan gadis itu melingkar erat di leher Marvin.Meskipun sempat terkejut dengan tindakan Nara. Marvin yang mendengar ucapan bernada memelas dari gadis itu. Lantas memilih untuk membalas pelukan Nara."It's oke. Aku di sini. Kamu tenang, ya!" kata Marvin pelan. Diusapnya punggung sang istri penuh perhatian. Sampai suara isakannya perlahan mulai tenang."Apa kamu mimpi buruk?" Pertanyaan dari Marvin menyadarkan Nara. Sadar dengan situasi yang terjadi di s

  • Pengantin Pengganti Menikah dengan Mantan   5

    Nara duduk termenung di sebuah kafe. Gadis itu tampak cantik dengan balutan dress berwarna navy. Rambutnya yang panjang sebatas bahu dibiarkan tergerai begitu saja. Sebuah jepit kecil terselip di atas telinga.Di atas meja di depannya sudah tersaji segelas coklat hangat, yang masih mengepulkan asap. Namun, tatapan Nara masih terlihat gelisah ke arah pintu masuk. Kemudian beralih pada gawainya."Aku tunggu kamu sampai jam 8. Kalau sampai gak datang. Selamanya kita tidak akan pernah ketemu lagi. Karena ini kesempatan terakhir kita untuk ketemu." Sebuah pesan Nara tuliskan dan kirim pada sebuah kontak.Berharap seseorang yang ditunggunya akan segera datang dan menemuinya. Namun, sampai menit berlalu pesan itu tidak juga dibaca. Menit telah berubah jadi jam. Batas waktu yang ditentukan Nara telah habis.Tapi orang yang diharapkannya datang tidak juga terlihat batang hidungnya. Minuman coklat hangat pesanan Nara pun telah dingin. Sudah jelas. Orang yang ditunggunya tidak akan pernah datang

  • Pengantin Pengganti Menikah dengan Mantan   6

    Fikri menatap iba pada gadis yang pernah bekerja di kafenya. Tak adalagi keceriaan di wajah cantik Nara. Gadis periang yang selalu mencairkan suasana saat bekerja. Kini tampak rapuh dan menyedihkan. Sebagai atasan sekaligus sahabat dari mantan kekasih gadis itu. Fikri tentu sangat kasihan melihatnya dalam keadaan seperti ini."Seandainya kamu melihatnya, Vin. Mungkin kamu bisa tahu ... kalau bukan cuma kamu yang sakit. Bahkan, gadis yang kamu cintai itu lebih kacau penampilannya dari biasanya." Fikri bergumam lirih."Gak adalagi Nara yang kita kenal dulu, Vin. Sekarang yang aku lihat hanya seorang gadis yang penuh luka dan rapuh. Aku yakin bukan ini yang dia inginkan," imbuhnya kembali bergumam.Mata pria itu terasa panas, cepat-cepat Fikri mengusap wajah dengan kasar. Ia tidak ingin ada yang melihatnya menangis. Meskipun sejujurnya, hati Fikri ikut perih menyaksikan Nara yang menangis seperti itu. Tapi dia tidak bisa melakukan apa-apa.Karena menghibur pun, rasanya tidak mungkin. Men

  • Pengantin Pengganti Menikah dengan Mantan   7

    Nara duduk di ruang tamu, sesekali melirik jam dinding yang terus berdetak tanpa henti. Sudah hampir tengah malam, tapi Marvin belum juga pulang. Hatinya sedikit cemas, tapi ia berusaha menenangkan diri, berpikir bahwa Marvin mungkin sedang sibuk dengan pekerjaannya."Apa dia masih marah?" Tiba-tiba saja Nara teringat dengan kejadian tadi malam. Saat Marvin hendak meminta haknya dan ia menolak. Dengan alasan belum siap.Wajah gadis itu langsung sendu ketika mengingat wajah suaminya. Bagaimana sorot mata Marvin terlihat kecewa. Dan, berubah datar hanya dalam waktu sekejap."Kamu memang bodoh, Ra. Sudah pasti dia marah. Suami mana yang tidak akan kecewa saat ditolak oleh istri sendiri? Sudah pasti dia marah padamu!" Nara mengomel pada diri sendiri. Merutuki kebodohannya.Gadis itu lantas menutup wajah dengan kedua tangannya. Terisak kecil, sebab, merasa gagal jadi istri yang baik. Tak hanya itu saja, Nara juga kecewa pada dirinya. Karena telah melukai dua orang sekaligus.Sepanjang hidu

  • Pengantin Pengganti Menikah dengan Mantan   8

    Nara menatap puas pada hasil masakannya. Berjam-jam gadis itu berkutat di dapur untuk memasak. Akhirnya setelah perjuangan keras yang dilakukan, sebuah menu makanan berhasil Nara buat."Akhirnya selesai juga." Nara mengusap peluh di keningnya. "Sekarang tinggal mandi."Gadis itu lantas berjalan penuh semangat menuju kamar. Membersihkan diri dan berganti pakaian yang terbaik. Ia sudah memantapkan hati dan juga dirinya. Bahwa hari ini akan memberikan kejutan pada sang suami."Semoga saja Mas Marvin suka dengan makanan yang ku buat," gumam Nara berucap pelan. Tangannya menggenggam erat tas wadah bekal.Setelah meraup udara dalam-dalam, Nara kemudian melangkah keluar rumah. Baru saja membuka pintu, gadis itu langsung disambut ramah oleh Agus. Pria itu mengangguk sebentar."Non Nara mau ke mana?" tanya Agus. Pria yang bekerja sebagai sopir di keluarga Marvin itu, tampak penasaran. Apalagi ketika melihat penampilan Nara yang sudah rapi."Kebetulan ada Pak Agus. Saya boleh minta tolong, Pak?

  • Pengantin Pengganti Menikah dengan Mantan   9

    Setiap hari, Nara selalu berusaha menjadi istri yang baik untuk Marvin. Mulai dari bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan, hingga mengantar makan siang ke kantor. Namun, meski begitu banyak usaha yang dilakukan, suaminya tetap saja bersikap dingin. Pria itu selalu menghindar, seolah keberadaan Nara tidak ada artinya.Hari ini pun, Nara kembali ke kantor Marvin dengan kotak makan siang di tangan. Dalam hatinya, ia berharap bisa bertemu langsung dengan suaminya, mungkin sekadar mendengar terima kasih dari bibir Marvin. Namun setibanya di resepsionis, ia mendapati kabar yang sama seperti sebelumnya."Mbak, apa tuan Marvin ada? Saya membawakan makan siang untuknya," ucap Nara dengan ramah.Resepsionis tersenyum kaku, sudah terbiasa melihat Nara datang setiap hari. "Maaf, Nona. Tuan Marvin sedang sibuk dan tidak ingin diganggu. Mungkin lain kali."Nara tersenyum tipis, menutupi kekecewaannya. "Tidak apa-apa. Kalau begitu, saya titipkan saja, ya."Saat hendak berbalik, tiba-tiba seorang

  • Pengantin Pengganti Menikah dengan Mantan   10

    "Hati-hati di jalan," ucap David."Terima kasih. Saya permisi dulu," sahut wanita cantik di depannya."Silakan!" David dengan sopan memberikan ruang pada istri dari sepupunya itu, untuk pergi.David terus mengunci pandangan matanya pada sosok Nara yang berjalan menjauh. Sampai tubuh wanita itu menghilang di balik pintu. Baru dia mengalihkan perhatian."Ternyata istri Marvin cantik juga," komentarnya dengan senyum menyeringai.Setelah bertemu langsung dengan Nara, David segera bergegas meninggalkan lobi. Wajahnya tampak serius, dan tatapannya penuh pertimbangan. Tak lama, David mengeluarkan ponselnya dan menekan nomor seseorang."Halo," sapanya dengan suara tenang, saat sambungan telponnya diangkat.“Ya, aku sudah bertemu dengan Nara,” lanjutnya. “Dia cukup menarik.”Setelah berbicara singkat, David menutup telepon dan memasukkan ponselnya kembali ke saku. Wajahnya berubah, ada kepuasan tersendiri yang tersirat."Nara, kita lihat! Seberapa jauh hubungan kalian dapat bertahan," ujar Dav

Latest chapter

  • Pengantin Pengganti Menikah dengan Mantan   10

    "Hati-hati di jalan," ucap David."Terima kasih. Saya permisi dulu," sahut wanita cantik di depannya."Silakan!" David dengan sopan memberikan ruang pada istri dari sepupunya itu, untuk pergi.David terus mengunci pandangan matanya pada sosok Nara yang berjalan menjauh. Sampai tubuh wanita itu menghilang di balik pintu. Baru dia mengalihkan perhatian."Ternyata istri Marvin cantik juga," komentarnya dengan senyum menyeringai.Setelah bertemu langsung dengan Nara, David segera bergegas meninggalkan lobi. Wajahnya tampak serius, dan tatapannya penuh pertimbangan. Tak lama, David mengeluarkan ponselnya dan menekan nomor seseorang."Halo," sapanya dengan suara tenang, saat sambungan telponnya diangkat.“Ya, aku sudah bertemu dengan Nara,” lanjutnya. “Dia cukup menarik.”Setelah berbicara singkat, David menutup telepon dan memasukkan ponselnya kembali ke saku. Wajahnya berubah, ada kepuasan tersendiri yang tersirat."Nara, kita lihat! Seberapa jauh hubungan kalian dapat bertahan," ujar Dav

  • Pengantin Pengganti Menikah dengan Mantan   9

    Setiap hari, Nara selalu berusaha menjadi istri yang baik untuk Marvin. Mulai dari bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan, hingga mengantar makan siang ke kantor. Namun, meski begitu banyak usaha yang dilakukan, suaminya tetap saja bersikap dingin. Pria itu selalu menghindar, seolah keberadaan Nara tidak ada artinya.Hari ini pun, Nara kembali ke kantor Marvin dengan kotak makan siang di tangan. Dalam hatinya, ia berharap bisa bertemu langsung dengan suaminya, mungkin sekadar mendengar terima kasih dari bibir Marvin. Namun setibanya di resepsionis, ia mendapati kabar yang sama seperti sebelumnya."Mbak, apa tuan Marvin ada? Saya membawakan makan siang untuknya," ucap Nara dengan ramah.Resepsionis tersenyum kaku, sudah terbiasa melihat Nara datang setiap hari. "Maaf, Nona. Tuan Marvin sedang sibuk dan tidak ingin diganggu. Mungkin lain kali."Nara tersenyum tipis, menutupi kekecewaannya. "Tidak apa-apa. Kalau begitu, saya titipkan saja, ya."Saat hendak berbalik, tiba-tiba seorang

  • Pengantin Pengganti Menikah dengan Mantan   8

    Nara menatap puas pada hasil masakannya. Berjam-jam gadis itu berkutat di dapur untuk memasak. Akhirnya setelah perjuangan keras yang dilakukan, sebuah menu makanan berhasil Nara buat."Akhirnya selesai juga." Nara mengusap peluh di keningnya. "Sekarang tinggal mandi."Gadis itu lantas berjalan penuh semangat menuju kamar. Membersihkan diri dan berganti pakaian yang terbaik. Ia sudah memantapkan hati dan juga dirinya. Bahwa hari ini akan memberikan kejutan pada sang suami."Semoga saja Mas Marvin suka dengan makanan yang ku buat," gumam Nara berucap pelan. Tangannya menggenggam erat tas wadah bekal.Setelah meraup udara dalam-dalam, Nara kemudian melangkah keluar rumah. Baru saja membuka pintu, gadis itu langsung disambut ramah oleh Agus. Pria itu mengangguk sebentar."Non Nara mau ke mana?" tanya Agus. Pria yang bekerja sebagai sopir di keluarga Marvin itu, tampak penasaran. Apalagi ketika melihat penampilan Nara yang sudah rapi."Kebetulan ada Pak Agus. Saya boleh minta tolong, Pak?

  • Pengantin Pengganti Menikah dengan Mantan   7

    Nara duduk di ruang tamu, sesekali melirik jam dinding yang terus berdetak tanpa henti. Sudah hampir tengah malam, tapi Marvin belum juga pulang. Hatinya sedikit cemas, tapi ia berusaha menenangkan diri, berpikir bahwa Marvin mungkin sedang sibuk dengan pekerjaannya."Apa dia masih marah?" Tiba-tiba saja Nara teringat dengan kejadian tadi malam. Saat Marvin hendak meminta haknya dan ia menolak. Dengan alasan belum siap.Wajah gadis itu langsung sendu ketika mengingat wajah suaminya. Bagaimana sorot mata Marvin terlihat kecewa. Dan, berubah datar hanya dalam waktu sekejap."Kamu memang bodoh, Ra. Sudah pasti dia marah. Suami mana yang tidak akan kecewa saat ditolak oleh istri sendiri? Sudah pasti dia marah padamu!" Nara mengomel pada diri sendiri. Merutuki kebodohannya.Gadis itu lantas menutup wajah dengan kedua tangannya. Terisak kecil, sebab, merasa gagal jadi istri yang baik. Tak hanya itu saja, Nara juga kecewa pada dirinya. Karena telah melukai dua orang sekaligus.Sepanjang hidu

  • Pengantin Pengganti Menikah dengan Mantan   6

    Fikri menatap iba pada gadis yang pernah bekerja di kafenya. Tak adalagi keceriaan di wajah cantik Nara. Gadis periang yang selalu mencairkan suasana saat bekerja. Kini tampak rapuh dan menyedihkan. Sebagai atasan sekaligus sahabat dari mantan kekasih gadis itu. Fikri tentu sangat kasihan melihatnya dalam keadaan seperti ini."Seandainya kamu melihatnya, Vin. Mungkin kamu bisa tahu ... kalau bukan cuma kamu yang sakit. Bahkan, gadis yang kamu cintai itu lebih kacau penampilannya dari biasanya." Fikri bergumam lirih."Gak adalagi Nara yang kita kenal dulu, Vin. Sekarang yang aku lihat hanya seorang gadis yang penuh luka dan rapuh. Aku yakin bukan ini yang dia inginkan," imbuhnya kembali bergumam.Mata pria itu terasa panas, cepat-cepat Fikri mengusap wajah dengan kasar. Ia tidak ingin ada yang melihatnya menangis. Meskipun sejujurnya, hati Fikri ikut perih menyaksikan Nara yang menangis seperti itu. Tapi dia tidak bisa melakukan apa-apa.Karena menghibur pun, rasanya tidak mungkin. Men

  • Pengantin Pengganti Menikah dengan Mantan   5

    Nara duduk termenung di sebuah kafe. Gadis itu tampak cantik dengan balutan dress berwarna navy. Rambutnya yang panjang sebatas bahu dibiarkan tergerai begitu saja. Sebuah jepit kecil terselip di atas telinga.Di atas meja di depannya sudah tersaji segelas coklat hangat, yang masih mengepulkan asap. Namun, tatapan Nara masih terlihat gelisah ke arah pintu masuk. Kemudian beralih pada gawainya."Aku tunggu kamu sampai jam 8. Kalau sampai gak datang. Selamanya kita tidak akan pernah ketemu lagi. Karena ini kesempatan terakhir kita untuk ketemu." Sebuah pesan Nara tuliskan dan kirim pada sebuah kontak.Berharap seseorang yang ditunggunya akan segera datang dan menemuinya. Namun, sampai menit berlalu pesan itu tidak juga dibaca. Menit telah berubah jadi jam. Batas waktu yang ditentukan Nara telah habis.Tapi orang yang diharapkannya datang tidak juga terlihat batang hidungnya. Minuman coklat hangat pesanan Nara pun telah dingin. Sudah jelas. Orang yang ditunggunya tidak akan pernah datang

  • Pengantin Pengganti Menikah dengan Mantan   4

    "Hei! Kamu kenapa?" Marvin tentu saja panik dan khawatir melihat reaksi tubuh Nara. Gadis itu terbangun dari tidur sambil berteriak. Tatapan matanya terlihat ketakutan. Tak hanya itu, istrinya bahkan langsung menangis. "Nara, hei, lihat aku!" Marvin menangkup wajah Nara dan membuat mereka berhadapan. "Are you oke?" Tatapan mata Marvin tampak khawatir.Namun, bukan jawaban yang Marvin dapatkan. Gadis yang ditanyainya itu justru berhambur memeluknya erat. Dan, terisak."Jangan tinggalin aku," ujar Nara disela-sela isak tangisnya. Kedua tangan gadis itu melingkar erat di leher Marvin.Meskipun sempat terkejut dengan tindakan Nara. Marvin yang mendengar ucapan bernada memelas dari gadis itu. Lantas memilih untuk membalas pelukan Nara."It's oke. Aku di sini. Kamu tenang, ya!" kata Marvin pelan. Diusapnya punggung sang istri penuh perhatian. Sampai suara isakannya perlahan mulai tenang."Apa kamu mimpi buruk?" Pertanyaan dari Marvin menyadarkan Nara. Sadar dengan situasi yang terjadi di s

  • Pengantin Pengganti Menikah dengan Mantan   3

    Marvin sangat menikmati wajah panik yang begitu jelas di depannya. Pria itu terus maju mengikis jarak. Namun, gadis cantik di depannya justru semakin mundur. Menjauh dan bermaksud mempertahankan jarak di antara mereka.Hal itu tidak menyurutkan langkah Marvin. Pria itu terus berjalan dan akhirnya berhasil membuat Nara terpojok. Gadis itu kini sudah tak bisa menghindar lagi. Sebab, tubuhnya sudah membentur dinding.Sebelah tangan Marvin bertumpu pada dinding. Sementara pria itu terus menatap wajah Nara yang terlihat gugup. Jarak yang begitu dekat, membuat Nara dapat menghirup aroma maskulin yang menguat dari tubuh Marvin.Aroma tubuh pria di depannya ini terasa menggelitik hidung Nara. Dan, membuat hati gadis itu semakin tak karuan. Berdebar kencang. Sehingga Nara terpaksa harus menahan napas. Untuk sesaat."Ber-berhenti!" ujar Nara terbata. Ketika tubuh Marvin semakin dekat dan hendak menempel padanya. Kedua tangan Nara berada di depan dada. Menahan tubuh Marvin."Ada apa? Bukankah in

  • Pengantin Pengganti Menikah dengan Mantan   2

    "Saudara Marvin Aurio, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan saudari Nara Formosa binti almarhum Muhammad Abdullah yang walinya dipercayakan kepada saya Mahmudi Alimuddin dengan maskawin emas seberat dua puluh gram dan sebuah rumah mewah dibayar tunai!" ucap penghulu seraya mengayunkan genggaman tangannya, tepat setelah kalimatnya selesai."Saya terima nikah dan kawinnya Nara Formosa binti almarhum Muhammad Abdullah dengan maskawin yang tersebut di atas dibayar tunai!" Suara Marvin terdengar lantang dan tegas. Menggema di udara."Bagaimana saksi pertama?" tanya penghulu pada saksi dari pihak mempelai pria."Sah!" sahut saksi pertama cepat."Saksi kedua?" Penghulu beralih pada saksi dari mempelai wanita."Sah!" jawab saksi kedua mantap. Diikuti oleh para hadirin yang hadir menyaksikan ijab qobul pasangan pengantin tersebut."Alhamdulillah ...." Suara syukur penghulu terdengar lega. Doa usai ijab qobul pun mengalun begitu saja. Dipimpin oleh penghulu dan diaminkan oleh semua orang."

DMCA.com Protection Status