Jonathan mengendarai mobil sendiri dengan kecepatan tinggi untuk mengejar waktu. Sambil menyetir, dia mencoba menghubungi istrinya kembali tapi Ivy tidak mengangkatnya meski Jonathan berulang kali menghubungi Ivy. "Apa dia marah padaku karena aku tidak mengangkat panggilannya?" gumam Jonathan yang entah kenapa merasa takut dengan amarah Ivy seolah amarah Ivy adalah masalah untuknya, dan itupun pertama kalinya dia merasakan itu. Jonathan kembali menghubungi Ivy tapi Ivy masih tidak mengangkatnya. "Astaga perempuan ini! Apa dia tidak memahamiku sekarang? Dasar, dia menjadi seenaknya saja padaku! Mau marah, tinggal marah tanpa menghormatiku lagi sebagai atasannya." Tak lama mobil Jonathan berhenti di Kediaman Graham. Dia segera turun dan berlari masuk sembari melempar kunci mobilnya pada seorang pelayan yang berjaga di depan. "Danny, di mana Ivy?" Jonathan sungguh khawatir dengan suasana hati Ivy hingga dia langsung bertanya ketika bertemu Danny yang masih berdiri di depan pintu masuk
Seperti dugaan Jonathan, Ivy memang diculik seseorang. Dalang penculikan itu adalah Aneska. Dia menyuruh orang suruhannya menyamar jadi pelayan di pesta ulang tahun Jonathan untuk melancarkan rencana penculikannya. Kini Ivy berada di sebuah rumah kosong milik Aneska. Tangan dan kakinya diikat di gudang rumah itu. Gudang itu gelap dan pengap hingga Ivy terasa sesak. Ditambah mulutnya dibekap kain hingga Ivy tidak bisa mengeluarkan teriakannya meski dia berusaha keras untuk minta tolong."Mmm, mmm!" Suara itu hanya didengar olehnya saja di ruangan itu tapi Ivy tetap mengeluarkan suaranya.Seseorang tiba-tiba membuka pintu itu. Mata Ivy langsung tertuju ke orang itu sambil mengeluarkan suaranya, berharap pria itu mau membuka mulutnya. "Mmm, mmm!"Pria berbadan besar dan bertato itu, membuka kain dimulut Ivy. Ivy langsung mengambil nafas. Dia tampak takut tapi tetap melihat pria itu dengan jelas. "Aku tidak mengenalmu. Kenapa kau sampai menculikku? Apa kau musuh Jonathan?"Selain Naomi da
Jonathan masih duduk di pinggir jalan dengan kepala tertunduk lemas. Ponsel yang dipegangnya tiba-tiba berdering. Jonathan mengira itu adalah bawahannya yang sedang membantunya mencari keberadaan Ivy. Namun seketika dia menjadi kecewa kala melihat nama Tavisa dilayar ponselnya. Dia tidak bisa mengabaikan perempuan itu karena kekasihnya itu pun sedang membutuhkannya."Ya Tavisa!" Suara Jonathan terdengar tak ramah dan itu membuat Tavisa heran.Tavisa: "Ada apa Jo? Apa terjadi sesuatu? Apa nenek marah karena aku menahanmu?"Jonathan menghela nafas kasarnya. Wajahnya pun tampak tak senang mendengar Tavisa membahas masalah itu lagi. Rasanya dia menjadi bosan mendengar Tavisa terus membahas masalah kekhawatirannya pada Nyonya Rukmana."Bisa kita bahas itu nanti. Sekarang aku lagi sibuk dan tidak bisa bicara denganmu dulu." Jonathan lebih baik menghentikan obrolannya dengan Tavisa karena saat ini dia stress dan rasanya ingin marah. Jadi untuk menghindari amarahnya yang mungkin bisa dia lamp
Ivy sudah dibawa ke rumah sakit oleh Jonathan. Perempuan itu sedang diperiksa di ruang IGD. Sementara Jonathan duduk menunggu di depan. Punggungnya bersandar di sandaran kursi dan kepalanya bersandar di dinding tembok dengan posisi mendongak ke atas. Sesekali, pria itu menghela nafas beratnya memikirkan Ivy yang masih dalam perawatan. Entah bagaimana kondisinya? Jonathan terus memikirkan hal itu. Meski dia berhasil menemukan Ivy tapi kekhawatirannya itu masih belum hilang. Tergambar jelas diwajahnya saat ini. Dari lorong menuju IGD, terlihat Danny berjalan mendatangi Jonathan. Dia langsung membungkuk di depan tuannya itu. "Tuan!" Jonathan membuka matanya yang baru saja tertutup lalu menegakkan kepalanya sampai menatap Danny. "Kau sudah menangkap para penculik itu?" "Sudah tuan." "Siapa dalang penculikannya?" Jonathan tahu bahwa preman yang menculik Ivy hanyalah orang suruhan dari seseorang yang ingin melukai Ivy. Karena itu, dia langsung menanyakan otak penculikan itu pada Danny.
"Kamu sudah menangkap orang-orang yang menculikku?" Ivy penasaran dengan orang yang sudah menculiknya sampai penculik itu tidak ingin mengkhianati orang itu meski sudah ditawari uang berlipat ganda."Sudah. Kau tidak perlu khawatirkan apapun selain kondisimu. Kata dokter, kau kelelahan sampai pingsan dan kakimu banyak luka."Ivy memperhatikan kedua kakinya yang diperban. Dia ingat ketika kabur dari para penculik itu. Dia tidak memakai sepatu. Sepatunya dilepas oleh kedua penculik itu ketika dirinya ingin dinodai. Alhasil kedua kakinya luka karena berlari kencang tanpa pakai apapun. Namun dia tidak merasakan sakit apapun ketika berlari. Dia hanya fokus pada dirinya yang harus melarikan diri."Kakiku luka tapi tidak sampai harus diperban utuh begini," protes Ivy sembari menunjukkan kakinya pada Jonathan."Kalau tidak diperban, akan infeksi." Dokter yang memeriksa Ivy hanya mengobati luka-luka dikaki Ivy tapi tidak membalutnya dengan perban. Jonathan sendirilah yang membalut kaki Ivy."
Jonathan kembali ke rumah setelah menemani Ivy semalaman di rumah sakit. Namun sebenarnya Jonathan masih ingin berada di rumah sakit sampai Ivy diizinkan keluar. Dia kembali ke rumah karena mengkhawatirkan Nyonya Rukmana yang terus menanyakan keadaan Ivy."Jonathan!" seru Nyonya Rukmana kala Jonathan terlihat berjalan melewati ruang tengah.Jonathan menghentikan langkahnya saat mendengar suara neneknya. Dia mendatangi sang nenek yang berdiri di sana. "Nek!""Bagaimana keadaan Istrimu? Apa lukanya sangat parah, Jo?" Terlihat jelas diwajah Nyonya Rukmana yang khawatir dengan Kondisi Ivy. Kekhawatiran nya itu membuatnya tak bisa tidur hingga dini hari, dia terus menghubungi Jonathan dan paginya, menunggu Jonathan di ruang tengah. "Lukanya tidak parah Nek." Jonathan tampak santai menjawab neneknya.Namun tidak dengan Nyonya Rukmana. "Setelah nenek tahu kalau Ivy diculik, nenek tidak bisa tenang. Nenek khawatir terus." Saat pesta masih berlangsung, kabar penculikan itu datang dari Edy. N
Nyonya Selfia menoleh ke Jonathan. "Jo, apa yang sudah kamu lakukan? Kenapa kamu memutuskan hubungan keluarga kita dengan keluarga Aneska? Apa kamu lupa kalau keluarga kita dan keluarga Aneska sudah lama menjalin hubungan kerjasama?""Aku sudah melakukan hal yang benar dengan menyingkirkan orang-orang berhati busuk dari keluarga kita." Lalu Jonathan menoleh ke Aneska yang masih berlutut menunduk di hadapannya. Dia memandang dingin perempuan itu. "Aneska, jangan pura-pura polos lagi di depanku!"Aneska mengangkat kepalanya, mendongak menatap Jonathan. "Apa maksudmu Kak Jo? Aku tidak mengerti."Aneska malu dan takut mengakui kesalahannya meski dia sudah tahu bahwa perbuatannya sudah ketahuan oleh Jonathan. Jonathan tersenyum sinis melihat Aneska masih saja tidak mau mengakui perbuatannya. "Aku sudah tahu apa yang kau lakukan pada istriku, Aneska. Kau menculiknya dan membuatnya hampir dinodai oleh orang-orang suruhanmu. Benar-benar kejam. Apa kau tahu, kenapa aku tidak membawamu ke kant
"Ivy!" Tiba-tiba Jonathan datang dari dalam yang membuat kedua perempuan itu berhenti bicara dan menoleh bersamaan ke arah Jonathan."Kenapa kamu pulang?" tanya Jonathan penasaran, sebab setahunya, Ivy masih harus dirawat di rumah sakit."Aku tidak sabar ingin bertemu dengan Aneska."Jonathan tidak menanggapi Ivy. Dia malah beralih menatap Aneska. "Ingat peringatanku tadi Anes. Sekarang pergilah!"Tanpa mengatakan apapun lagi, Aneska pergi dari rumah Jonathan dengan mengendarai mobilnya sendiri. Kemudian Jonathan menarik Ivy ke mobilnya. Itu membuat Ivy bingung dan penasaran."Bukannya kamu bawa aku masuk rumah, kamu malah bawa aku ke mobil," sahut Ivy."Sudah. Masuk saja ke mobil!" titah Jonathan."Aku nggak mau masuk kalau kamu nggak kasih tahu kita mau ke mana?" Bibir Ivy cemberut, kesal karena kelakuan Jonathan.Jonathan menghela nafasnya melihat Ivy tidak langsung menurutinya saja tapi dia tetap lembut menatap Ivy. "Dokter bilang, kau butuh perawatan di rumah sakit. Belum boleh