Jonathan masih duduk di pinggir jalan dengan kepala tertunduk lemas. Ponsel yang dipegangnya tiba-tiba berdering. Jonathan mengira itu adalah bawahannya yang sedang membantunya mencari keberadaan Ivy. Namun seketika dia menjadi kecewa kala melihat nama Tavisa dilayar ponselnya. Dia tidak bisa mengabaikan perempuan itu karena kekasihnya itu pun sedang membutuhkannya."Ya Tavisa!" Suara Jonathan terdengar tak ramah dan itu membuat Tavisa heran.Tavisa: "Ada apa Jo? Apa terjadi sesuatu? Apa nenek marah karena aku menahanmu?"Jonathan menghela nafas kasarnya. Wajahnya pun tampak tak senang mendengar Tavisa membahas masalah itu lagi. Rasanya dia menjadi bosan mendengar Tavisa terus membahas masalah kekhawatirannya pada Nyonya Rukmana."Bisa kita bahas itu nanti. Sekarang aku lagi sibuk dan tidak bisa bicara denganmu dulu." Jonathan lebih baik menghentikan obrolannya dengan Tavisa karena saat ini dia stress dan rasanya ingin marah. Jadi untuk menghindari amarahnya yang mungkin bisa dia lamp
Ivy sudah dibawa ke rumah sakit oleh Jonathan. Perempuan itu sedang diperiksa di ruang IGD. Sementara Jonathan duduk menunggu di depan. Punggungnya bersandar di sandaran kursi dan kepalanya bersandar di dinding tembok dengan posisi mendongak ke atas. Sesekali, pria itu menghela nafas beratnya memikirkan Ivy yang masih dalam perawatan. Entah bagaimana kondisinya? Jonathan terus memikirkan hal itu. Meski dia berhasil menemukan Ivy tapi kekhawatirannya itu masih belum hilang. Tergambar jelas diwajahnya saat ini. Dari lorong menuju IGD, terlihat Danny berjalan mendatangi Jonathan. Dia langsung membungkuk di depan tuannya itu. "Tuan!" Jonathan membuka matanya yang baru saja tertutup lalu menegakkan kepalanya sampai menatap Danny. "Kau sudah menangkap para penculik itu?" "Sudah tuan." "Siapa dalang penculikannya?" Jonathan tahu bahwa preman yang menculik Ivy hanyalah orang suruhan dari seseorang yang ingin melukai Ivy. Karena itu, dia langsung menanyakan otak penculikan itu pada Danny.
"Kamu sudah menangkap orang-orang yang menculikku?" Ivy penasaran dengan orang yang sudah menculiknya sampai penculik itu tidak ingin mengkhianati orang itu meski sudah ditawari uang berlipat ganda."Sudah. Kau tidak perlu khawatirkan apapun selain kondisimu. Kata dokter, kau kelelahan sampai pingsan dan kakimu banyak luka."Ivy memperhatikan kedua kakinya yang diperban. Dia ingat ketika kabur dari para penculik itu. Dia tidak memakai sepatu. Sepatunya dilepas oleh kedua penculik itu ketika dirinya ingin dinodai. Alhasil kedua kakinya luka karena berlari kencang tanpa pakai apapun. Namun dia tidak merasakan sakit apapun ketika berlari. Dia hanya fokus pada dirinya yang harus melarikan diri."Kakiku luka tapi tidak sampai harus diperban utuh begini," protes Ivy sembari menunjukkan kakinya pada Jonathan."Kalau tidak diperban, akan infeksi." Dokter yang memeriksa Ivy hanya mengobati luka-luka dikaki Ivy tapi tidak membalutnya dengan perban. Jonathan sendirilah yang membalut kaki Ivy."
Jonathan kembali ke rumah setelah menemani Ivy semalaman di rumah sakit. Namun sebenarnya Jonathan masih ingin berada di rumah sakit sampai Ivy diizinkan keluar. Dia kembali ke rumah karena mengkhawatirkan Nyonya Rukmana yang terus menanyakan keadaan Ivy."Jonathan!" seru Nyonya Rukmana kala Jonathan terlihat berjalan melewati ruang tengah.Jonathan menghentikan langkahnya saat mendengar suara neneknya. Dia mendatangi sang nenek yang berdiri di sana. "Nek!""Bagaimana keadaan Istrimu? Apa lukanya sangat parah, Jo?" Terlihat jelas diwajah Nyonya Rukmana yang khawatir dengan Kondisi Ivy. Kekhawatiran nya itu membuatnya tak bisa tidur hingga dini hari, dia terus menghubungi Jonathan dan paginya, menunggu Jonathan di ruang tengah. "Lukanya tidak parah Nek." Jonathan tampak santai menjawab neneknya.Namun tidak dengan Nyonya Rukmana. "Setelah nenek tahu kalau Ivy diculik, nenek tidak bisa tenang. Nenek khawatir terus." Saat pesta masih berlangsung, kabar penculikan itu datang dari Edy. N
Nyonya Selfia menoleh ke Jonathan. "Jo, apa yang sudah kamu lakukan? Kenapa kamu memutuskan hubungan keluarga kita dengan keluarga Aneska? Apa kamu lupa kalau keluarga kita dan keluarga Aneska sudah lama menjalin hubungan kerjasama?""Aku sudah melakukan hal yang benar dengan menyingkirkan orang-orang berhati busuk dari keluarga kita." Lalu Jonathan menoleh ke Aneska yang masih berlutut menunduk di hadapannya. Dia memandang dingin perempuan itu. "Aneska, jangan pura-pura polos lagi di depanku!"Aneska mengangkat kepalanya, mendongak menatap Jonathan. "Apa maksudmu Kak Jo? Aku tidak mengerti."Aneska malu dan takut mengakui kesalahannya meski dia sudah tahu bahwa perbuatannya sudah ketahuan oleh Jonathan. Jonathan tersenyum sinis melihat Aneska masih saja tidak mau mengakui perbuatannya. "Aku sudah tahu apa yang kau lakukan pada istriku, Aneska. Kau menculiknya dan membuatnya hampir dinodai oleh orang-orang suruhanmu. Benar-benar kejam. Apa kau tahu, kenapa aku tidak membawamu ke kant
"Ivy!" Tiba-tiba Jonathan datang dari dalam yang membuat kedua perempuan itu berhenti bicara dan menoleh bersamaan ke arah Jonathan."Kenapa kamu pulang?" tanya Jonathan penasaran, sebab setahunya, Ivy masih harus dirawat di rumah sakit."Aku tidak sabar ingin bertemu dengan Aneska."Jonathan tidak menanggapi Ivy. Dia malah beralih menatap Aneska. "Ingat peringatanku tadi Anes. Sekarang pergilah!"Tanpa mengatakan apapun lagi, Aneska pergi dari rumah Jonathan dengan mengendarai mobilnya sendiri. Kemudian Jonathan menarik Ivy ke mobilnya. Itu membuat Ivy bingung dan penasaran."Bukannya kamu bawa aku masuk rumah, kamu malah bawa aku ke mobil," sahut Ivy."Sudah. Masuk saja ke mobil!" titah Jonathan."Aku nggak mau masuk kalau kamu nggak kasih tahu kita mau ke mana?" Bibir Ivy cemberut, kesal karena kelakuan Jonathan.Jonathan menghela nafasnya melihat Ivy tidak langsung menurutinya saja tapi dia tetap lembut menatap Ivy. "Dokter bilang, kau butuh perawatan di rumah sakit. Belum boleh
Ivy dan Jonathan sudah berdiskusi tentang rencana liburan mereka yang pertama kalinya setelah menikah. Dan sudah lama sekali, Ivy ingin liburan di wisata pengunungan, menikmati pemandangan alam, menikmati matahari pagi yang menyejukkan mata. Jonathan yang tidak pernah liburan ke tempat terbuka, sempat menolak keinginan Ivy karena dia sudah merencanakan liburannya ke Eropa. Namun bujukan Ivy mampu membuat Jonathan mengubah rencananya.Setelah Jonathan setuju, Ivy mulai menyiapkan barang-barang dan saat ini, Ivy sedang memasukkan beberapa potong pakaiannya ke dalam koper miliknya.Jonathan yang sibuk bicara dengan Danny tentang pekerjaan, mendatangi Ivy. Sesaat dia hanya berdiri diam di belakang Ivy, memperhatikan istrinya yang sibuk dengan pakaian nya. Lalu dia berjalan selangkah mendekati Ivy. "Kita cuma liburan, bukan pindah rumah. Jadi untuk apa mengambil banyak pakaian? Cukup tiga pasang pakaian saja!""Walau cuma tiga hari tapi aku tetap harus bawa banyak pakaian karena bisa saja
Berlibur setelah sekian lama, bukan hanya keinginannya atau karena untuk menghilangkan trauma Ivy gara-gara kejadian penculikan beberapa hari lalu. Namun juga ingin menyenangkan Ivy terlebih dulu sebelum bicara baik-baik tentang perceraian mereka agar perceraian itu tidak membuat Ivy trauma dalam berhubungan seperti yang pernah terjadi pada Ivy karena gagal menikah dengan kekasihnya.Mereka kini sampai di tempat liburan mereka di alam terbuka. Mobil besar yang dijadikan tempat tidur selama liburan pun, sudah ada di sana. Ivy berlari keluar dari mobil dan mendatangi mobil sebesar mobil bus itu untuk memastikan apakah mobil itu sesuai permintaannya. "Wah, seperti yang kubayangkan! Ada tempat tidurnya dan kamar mandinya!" kata Ivy yang sudah ada di dalam mobil itu.Jonathan pun ada di sana. Dia berdiri di belakang Ivy. "Danny memang tidak pernah mengecewakan permintaan atasannya. Dia selalu memenuhi semua keinginanmu. Bahkan lebih dari yang kau bayangkan."Ivy menoleh dengan senyuman p
“Selamat untuk Nona Ivy! Penerima penghargaan pemeran utama terbaik di drama Putri Terakhir dan penghargaan untuk artis pendatang baru.”Sudah dua tahun berlalu sejak kejadian mengerikan menimpa Ivy. Dia koma selama setahun dan baru pulih setahun belakangan ini. Dia kembali ke dunia hiburan enam bulan lalu untuk menyelesaikan drama yang tertunda karena dirinya.Dua tahun lalu ketika dia berbaring koma, Jonathan melakukan konfrensi pers dan menjelaskan pada semua orang bahwa Ivy adalah istrinya. Jadi semua orang yang dulu menghujatnya, kembali memujanya seperti dewi. Oleh sebab itu, Ivy tidak merasa tertekan ketika kembali ke dunia hiburan. Dia langsung mendapat dukungan dari banyak orang.Hari ini, Ivy mendapat penghargaan karena kerja kerasnya selama ini. Ada Jonathan yang menemaninya datang ke acara penghargaan itu. Namun Ivy merasa sedikit sedih karena saudari tirinya, Naomi tidak hadir dalam acara ini. Padahal Naomi sangat mendambakannya. Meski tidak akur dengan Naomi tapi Ivy tet
Jonathan sedang duduk di samping ranjang rumah sakit di mana Ivy berbaring koma. Sudah dua hari sejak Ivy masuk rumah sakit. Tidak ada tanda-tanda bahwa Ivy akan sadar kembali. Bahkan masker oksigen masih menempel menutupi hidung dan mulut Ivy. Serta ada monitor tanda vital untuk memantau perkembangan Ivy di Ruang ICU. Kondisinya memang kritis hingga membutuhkan perawatan mendalam.Selama dua hari ini, Jonathan dan keluarganya bergantian menjaga Ivy. Termasuk Nyonya Selfia yang merasa kasihan melihat kondisi Ivy. Wanita paruh baya itu sering menemani ibu mertuanya yang bergantian dengan Jonathan untuk menjaga Ivy. Jonathan tidak bisa menemani Ivy selama dua puluh empat jam meski dia ingin terus berada di sisi Ivy untuk bisa melihat langsung Ivy sadar. Dia disibukkan dengan penyelidikan kecelakaan yang dialami Ivy karena dia yakin bahwa ada orang yang sengaja membunuh Ivy meski mobil yang ditemukan di tempat kejadian, dibeli atas nama Ivy.“Ivy, kau harus bangun dan menatapku langsung.
Ivy sedang istirahat di kamarnya dan tiba-tiba ponselnya berdering. Panggilan itu dari Tavisa. Ivy segera mengangkatnya karena penasaran pada Tavisa yang tiba-tiba menghubunginya. Padahal, mereka belum pernah saling menyapa dengan benar. "Hal penting apa yang ingin dikatakan Tavisa sampai mengajakku bertemu? Apa dia berpikir aku akan menggagalkan pernikahan nya dengan Jonathan?" Ivy bicara sendiri dengan penuh rasa penasaran setelah dia dan Tavisa baru selesai bicara. Tavisa tak banyak basa-basi ketika bicara dengan Ivy. Dia langsung meminta Ivy ke sebuah cafe yang dekat dari Kediaman Graham untuk bertemu dengan alasan bahwa dia ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting."Sepertinya aku memang harus bicara berdua dengan Tavisa untuk menjelaskan padanya bahwa aku tidak punya niat jahat padanya. Perceraianku dengan Jonathan tetap dilakukan meski aku mengandung anaknya." Ivy merasa iba pada Tavisa yang pasti sedih dan sakit hati gara-gara kekasihnya malah menghamili wanita lain. Dia
Tavisa marah ketika tahu bahwa Ivy sudah kembali lagi ke Kediaman Graham. Dia mendatangi Jonathan di kantor untuk mengatakan langsung pada Jonathan tentang masalah itu.Perempuan itu berjalan masuk melewati meja resepsionis dengan angkuhnya. Dia tak menoleh sekalipun dan hanya menatap lurus ke depan dengan raut wajah angkuhnya itu."Nona, Nona! Tunggu sebentar!" seru seorang pegawai resepsionis yang berusaha menghentikan Tavisa. Bahkan dia keluar dari meja resepsionis dan berlari menghampiri Tavisa yang kini berdiri di depan lift khusus untuk para atasan tertinggi di perusahaan itu.Tavisa yang sudah menghentikan langkahnya, menoleh ke belakang melihat sang pegawai itu. "Ada apa?" tanyanya kemudian."Anda ingin ke mana?" tanya si pegawai resepsionis dengan sikapnya yang tetap sopan."Saya mau bertemu dengan tunangan saya." Ekspresi Tavisa tampak tidak senang karena pegawai itu menghalangi jalannya, bahkan bertanya padanya seolah pegawai itu tidak tahu siapa dirinya. Padahal dulu dia s
Ivy terpaksa ikut pulang bersama Nyonya Rukmana meski dia merasa malu pada semua orang di rumah itu. Terutama pada Jonathan dan kekasihnya karena kembali lagi tinggal di Kediaman Graham, padahal dia bukan siapa-siapa selain wanita bayaran.Keduanya kini berada di mobil yang dikendarai supir pribadi Nyonya Rukmana. Ivy hanya diam menatap jalanan di depan. Nyonya Rukmana menoleh dan penasaran dengan diamnya Ivy. Itu bukanlah sifat cucu menantunya jika sedang bersama dengannya. Ivy akan selalu mencari topik pembicaraan jika bersamanya dan suasananya pun akan langsung berubah ceria. Tidak seperti sekarang ini. Sepi dan Ivy tak mengatakan apapun sejak naik ke mobil atau memang itu adalah sifat asli cucu menantunya dan selama ini, Ivy hanya menunjukkan kepura-puraan. Namun, Nyonya Rukmana tidak melihat dimata Ivy yang pura-pura padanya. Tidak seperti ketika berhadapan dengan Aneska dan Tavisa. Keduanya tersenyum serta lembut jika bicara padanya tapi dia bisa merasakan bahwa mereka hanya pur
Meski Ivy menerima kehamilannya itu tapi dia tetap merasa sedih karena karir artis yang menjadi impiannya sejak dulu, terancam hancur. Orang-orang menganggapnya wanita simpanan yang hamil di luar nikah. Beberapa iklan yang bekerja sama dengannya, membatalkan kerja sama mereka. Jika saja drama Putri Terakhir yang dibintanginya saat ini, bukan dari perusahaan agensi milik Jonathan, mungkin pihak agensi sudah memutus kerja sama dengannya. Dia masih tetap menjadi artis dari SN Entertainment namun drama yang dibintanginya itu, ikut berdampak buruk karena berita kehamilannya. Banyak yang memintanya untuk berhenti. Ivy pun tidak bisa melakukan apapun selain pasrah menerima nasibnya itu.“Edy, berapa banyak kerugian perusahaan karena berita ini?” tanya Ivy yang duduk di sofa ruang tengah.Edy berdiri di depan Ivy. Pria itu baru saja tiba dan mengatakan pada Ivy bahwa adegan Putri Terakhir sementara dihentikan. Akan dilanjutkan jika situasi sudah membaik. Berita kehamilan Ivy sungguh mengheboh
Nenek Rukmana baru saja diberitahu oleh asistennya tentang berita kehamilan Ivy. Dia tentu saja menganggap anak dalam kandungan Ivy adalah anak Jonathan. Karena itu, Nyonya Rukmana berencana untuk membawa Ivy meski dia masih benci dan kecewa pada Ivy. Dia harus mengabaikan kekecewaannya pada Ivy demi keturunan Graham."Aku harus membawa Ivy kembali ke rumah ini. Dia sedang mengandung keturunan keluarga ini. Jadi, dia wajib berada di rumah ini dan berhak mendapat sebagian harta warisanku." Nyonya Rukmana berbicara dengan asistennya yang diam di depannya tapi asisten itu tahu jelas keinginan Nyonya Rukmana saat ini."Apa saya bicara dengan pengacara keluarga untuk mengubah surat wasiat Anda, Nyonya?" tanya sang asisten memastikan."Kita bawa Ivy dulu ke rumah.""Baik." Asisten itu mengangguk kemudian mengikuti Nyonya Rukmana yang berjalan keluar dari kamarnya. Nyonya Rukmana dan asistennya kini menuruni tangga. Wanita berusia 69 tahun itu, melihat Tavisa dan Nyonya Selfia mengobrol di
"Aku tidak butuh perhatianmu. Jadi singkirkan tanganmu dariku." Ivy bicara dengan nada suara yang begitu tegas. Bahkan lirikan matanya pada Jonathan, tajam seolah pria yang duduk di sampingnya itu adalah musuhnya.Jonathan sama sekali tak tersinggung dengan ucapan Ivy tapi dia tetap menyingkirkan tangannya yang menyentuh kepala Ivy. "Ivy, aku sudah mendengar dari Danny tentang kehamilanmu …,""Aku tidak akan menggugurkan bayi ini dan juga tidak akan minta kamu untuk bertanggungjawab. Perceraian tetap kita lakukan sesuai rencana kita." Ivy mengira Jonathan memintanya untuk menggugurkan kandungannya. Karena itu, dia memotong ucapan Jonathan dengan keinginan kerasnya untuk mempertahankan janinnya."Aku tidak berencana untuk menyuruhmu mengugurkan bayi itu. Aku malah ingin kamu mempertahankannya karena anak itu tidak berdosa. Lagipula kita menikah sah, Ivy. Jadi tidak ada alasan untuk mengugurkan nya," jelas Jonathan dengan tegas."Lalu kenapa kau datang kemari?" tanya Ivy yang penasaran
Jonathan kini sampai di rumah Ivy. Namun di depan rumah istrinya itu, banyak wartawan hingga Jonathan hanya duduk di dalam mobil."Kita tidak bisa masuk karena banyak wartawan. Kalau kita turun dan menunjukkan diri, mereka pasti akan mencari tahu tentang hubungan Anda dengan Nyonya Ivy. Jadi apa yang harus kita lakukan Tuan?" sahut Danny dengan serius.Jonathan tidak segera menjawab Danny. Dia diam menatap semua wartawan itu. Danny menoleh ke belakang dan khawatir melihat tatapan tajam tuannya yang mengarah ke para wartawan itu."Apa sebaiknya kita kembali saja tuan? Kalau tuan ingin tahu mengenai kehamilan nyonya, sebaiknya kita utusa orang lain saja, tuan." Danny kembali menyahut untuk memberikan solusi pada Jonathan karena mengira tuannya itu bingung harus berbuat apa."Tidak. Aku tidak akan kembali. Kita sudah di sini. Jadi aku harus bertemu langsung dengan Ivy. Itu akan membuatku tenang.""Sekarang berita Nyonya Ivy hamil, diketahui banyak orang. Nama baik nyonya mungkin akan han