Ivy kini berbaring di ranjang-di dalam mobil besar itu. Dia tertidur setelah mengganti pakaian basahnya dengan pakaian kering. Sementara Jonathan tengah memasak makanan untuk dia makan bersama Ivy. Saat masakan Jonathan hampir selesai, Ivy membuka matanya dan kedua matanya itu langsung tertuju pada Jonathan yang berdiri di dapur. Sambil memegang kepalanya yang terasa berat, Ivy bergerak bangun hingga duduk di sana menatap punggung lebar suaminya. Lalu, Ivy turun dari kasur dan melangkah mendatangi Jonathan. “Kau sedang apa Jo?” Jonathan terkejut mendengar suara istrinya. Dia pun segera menoleh ke samping kanan di mana Ivy berdiri. “Kenapa bangun? Harusnya kau tidur saja sampai aku selesai memasak.” “Aku sudah merasa lebih baik.” Ivy kemudian memperhatikan sesuatu yang dimasak Jonathan, “kamu masak apa sih?” “Sup daging. Ini akan menghangatkan tubuhmu.” Jonathan menjawab sembari mengaduk sup di atas kompor menyala. “Kamu bisa masak?” Raut wajah Ivy tampak tak percaya jika suaminy
"Amma itu nama panggilan nenek tapi cuma kakek saja yang memanggilnya seperti itu. Jadi kita semua menganggap itu panggilan kesayangan kakek untuk nenek," jelas Jonathan."Lalu kenapa nenek malah suruh aku panggil beliau Amma? Itu kan tidak pantas menurutku?" tanya Ivy penasaran."Itu untuk menunjukkan pada semua orang bahwa kamu sudah diakui oleh nenek di Keluarga Graham. Dan artinya, beliau sudah menyayangi kamu tapi yang membuatku penasaran adalah kamu.""Aku kenapa?" tanya Ivy bingung melihat Jonathan."Nenek tidak mudah percaya pada orang. Jadi aku bertanya-tanya, apa yang sudah kamu lakukan pada beliau sampai beliau mengakui mu?" "Aku tidak melakukan apapun. Mungkin saja beliau hanya ingin cucunya punya kehidupan pernikahan yang baik. Karena itu beliau mengakui ku di depan ibumu supaya ibumu berhenti ikut campur dalam pernikahan kita." Jika memikirkan nya, Ivy memang tidak melakukan hal spesial demi mengambil hati Nyonya Rukmana. Dia pun tidak pernah berpikir untuk mendapatkan
Tavisa kembali menyuruh orang untuk menyelidiki Jonathan. Dan orang suruhannya itu datang melaporkan semuanya. Termasuk pernikahan Jonathan dengan Ivy. Tavisa yang tahu itu, syok dan sakit hati. Dia merasa hancur karena pernikahan Jonathan dengan perempuan lain. Bahkan Jonathan tidak mengatakan apapun. Di kamar inap itu, Tavisa mengamuk, melampiaskan kemarahannya dengan melempar semua barang di kamar itu."Aaaaa, kamu jahat Jo!" teriak Tavisa lalu menjatuhkan dirinya di lantai.Perempuan itu seketika menangis sedih. "Jahat. Hiks, hiks, hiks! Teganya kamu mengkhianatiku di saat aku menderita seperti ini. Kamu malah menikah saat aku koma."Pintu terbuka. Nyonya Rani, bibi kandung Tavisa, masuk dan terkejut melihat keponakannya menangis. Ditambah kamar inap yang berantakan."Astaga Tavisa! Apa yang terjadi? Kenapa kau membuat kamarnya berantakan? Kau tahu ini bukan kamarmu tapi kamar rumah sakit." Nyonya Rani mengoceh sembari memungut vas bunga yang berserakan di lantai."Bukannya bibi
Jonathan balik badan ke arah tempat Ivy. Tangannya bergerak untuk memeluk Ivy tapi dia tidak menemukan istrinya hingga tangan itu meraba-raba, mencari istrinya di sana tapi tetap tak ada. Akhirnya Jonathan membuka matanya dan melihat tidak ada siapapun di sampingnya. Dia mengangkat kepalanya, mencari sosok istrinya di sana tapi Ivy tak ada di dalam mobil itu hingga Jonathan bangun dan keluar dari mobil untuk mencari Ivy."Ivy!" seru Jonathan sambil berlari menghampiri Ivy.Ivy menoleh tapi tak mengatakan apapun. Dia hanya melihat Jonathan yang kini berdiri di sampingnya."Bukannya tidur, kau malah berdiri di sini? Kau tahu, angin malam bisa membuat orang sakit," ucap Jonathan."Aku tahu tapi karena tidak bisa tidur, aku kemari mencari udara segar." Ivy bicara tanpa melihat Jonathan. Dia hanya memperhatikan langit malamnya."Apa yang membuatmu tidak bisa tidur? Apa karena perceraian kita? Apa kau keberatan karena kita bercerai sebelum waktunya tiba?" Tiba-tiba Jonathan khawatir ucapan
Setelah menyaksikan matahari terbit, Ivy membuat sunny side up-sarapan sederhana untuknya dan Jonathan. Dia tampak seperti biasanya. Tersenyum dan bicara pada Jonathan dengan santai, seolah tak terjadi apapun. Bahkan dia bersikap mesra dan bersikap manja pada lelaki itu seperti yang sering dia lakukan pada Jonathan. “Bagaimana sarapan buatanku? Enak?” tanya Ivy yang masih menikmati sarapannya. Sambil menguyah, dia menatap Jonathan dengan penuh penasaran akan pendapat Jonathan mengenai sarapan buatannya. Jonathan tidak menjawab segera. Dia malah menatap telur di piringnya itu. Lalu kembali mengangkat bola matanya melihat Ivy. “Lumayan. Selama telurnya tidak gosong, akan enak di makan.” Ivy tersenyum karena merasa puas dengan jawaban Jonathan. Meski hanya masakan biasa-yang semua orang pun bisa melakukannya, tapi Ivy senang dapat pujian dari Jonathan. Setelah sarapan, mereka menjelajahi tempat di sana. Ivy menikmati liburannya dengan senyuman lebar seolah hatinya baik-baik saja. Sik
Tavisa tersenyum lebar melihat kedatangan Jonathan. Dia pun berdiri dan berlari menghampiri Jonathan yang melangkah ke ruangan itu."Sayang!" Bahkan Tavisa melempar tubuhnya pada Jonathan. Dia memeluk erat lelaki itu.Jonathan terkejut sampai dia menghentikan langkahnya. Saking terkejutnya, Jonathan sampai tak membalas pelukan Tavisa. Matanya tertuju pada Ivy yang berdiri di sampingnya dengan ekspresi kaget. Lalu detik selanjutnya, Jonathan beralih melihat Nyonya Rukmana yang berdiri menatap ke arahnya dengan tatapan serius dan tajam. Dia tahu dari ekspresi sang nenek yang sedang marah kepadanya."Jonathan, perempuan itu datang kemari dan meminta maaf pada nenek karena pernikahan kalian diundur. Sebenarnya apa yang terjadi Jo? Jelaskan pada nenek! Kenapa ada perempuan asing datang kemari dan mengaku sebagai tunangan mu? Bukankah Ivy adalah tunangan yang pernah kau ceritakan pada nenek?" Nyonya Rukmana tidak sabar ingin mendengar penjelasan Jonathan tentang siapa Tavisa. Dia menjadi bi
Jonathan merasa bersalah pada neneknya setelah mendengar ucapan sang nenek. Bahkan itu membuatnya tak bisa berkata-kata. "Nenek sangat kecewa padamu Jonathan!" Nyonya Rukmana sangat marah sampai dia meninggalkan Jonathan. "Nyonya Rukmana, tunggu sebentar!" Nyonya Rani yang menemani Tavisa, belum puas bicara dengan Nyonya Rukmana hingga dia menyahut untuk menahan Nyonya Rukmana tapi dia ditahan Jonathan ketika ingin mengejar Nyonya Rukmana."Nenek sedang marah Bi. Jadi tolong jangan ganggu dulu," kata Jonathan.Nyonya Rani pun kembali duduk di tempatnya.Ivy yang masih di sana, juga meninggalkan Jonathan karena merasa tidak punya kepentingan di sana. Dia hanya menjadi semakin cemburu melihat Jonathan bersama kekasih aslinya jika terus berada di tempat itu.Jonathan menghela nafas panjangnya. Raut wajahnya tampak tidak senang. Sementara Tavisa menunjukkan ekspresi menyesal. Padahal dia sudah merencanakannya. "Sayang, apa aku sudah membuat kekacauan?"Jonathan menoleh melihat Tavisa de
Setelah lama berpikir di kamar, akhirnya Ivy mengambil keputusan untuk meninggalkan Kediaman Graham. Menurutnya, dia sudah tidak pantas tinggal di rumah ini karena semua orang sudah tahu tentang statusnya yang hanya seorang pengantin bayaran. Terlebih, tunangan asli Jonathan sudah sadar. Tavisa pasti akan sering datang ke rumah ini untuk bertemu Jonathan. Ivy berpikir, bahwa kehadirannya di rumah ini hanya akan membuat dirinya menjadi perempuan murahan.Ivy menarik kopernya keluar dari kamar. Dia dikejutkan oleh Nyonya Selfia dan Selena yang berdiri di depan kamarnya. Tatapan Selena tampak sedih tapi tidak dengan Nyonya Selfia. Nyonya Selfia malah menatap sinis kepadanya. Bahkan tersenyum miring, dengan tatapan menghina."Aku sudah dengar semua yang dikatakan pelayan. Ternyata kau itu cuma pengantin bayaran saja. Huh, gayamu sudah seperti istri yang begitu dicintai anakku. Ternyata kau hanya wanita murahan yang dipungut oleh anakku. Memalukan sekali!" Nyonya Selfia baru saja mendengar