Happy reading dan Selamat Malam, Sehat-sehat untuk kita semua Jangan lupa like, komentar dan bintang limanya ya🥰 Follow Tik Tok aku @triharfa ❤️
Bab 22 Liam selalu saja menggaungkan kata rencana dan rencana. tapi Saras tidak pernah sekalipun merasa bahwa Liam merencanakan sesuatu. yang pria itu lakukan hanyalah mengurungnya di rumah dan tidak pernah sekalipun membawa Saras keluar, kecuali saat akan bertemu dengan Bondan. tentunya sebagai alat tukar. “Apa sebenarnya rencanamu?” Saras mencoba untuk kuat. mata cokelatnya menatap manik hitam milik Liam. “Menghancurkan dirimu.” Saras mendorong tubuh Liam, membuat pria itu sedikit mundur. “Apa salahku?” “Kau tidak berhak menuntut jawabannya,” Liam maju, tangannya hendak menyentuh dagu Saras. namun gadis itu menepis tangan Liam, membuat pria itu terkejut melihat keberanian yang timbul dalam diri Saras. “Jangan sentuh aku!” teriak Saras tubuhnya bergerak turun dari kasur hendak pergi.namun,belum sempat tangannya menyentuh handle pintu tubuhnya sudah dipeluk oleh Liam dari belakang, mendekap erat tubuh Saras seakan-akan takut kehilangan istrinya itu. Liam dapat mencium aroma tu
Liam kembali ke kamar Saras, ia sudah mandi dan terlihat begitu segar. Liam tidak menemukan Saras, sepertinya gadis itu sedang berada didalam kamar mandi membersihkan diri. Liam duduk ditepi kasur, menyalakan rokok. pandangannya tertuju pada pintu kamar mandi yang terbuka, menampilkan tubuh Saras yang terbalut handuk yang hanya menutupi bagian tubuhnya. Saras tidak menyangka jika Liam kembali lagi kedalam kamarnya. Ia pikir, pria itu akan pergi dan tidak kembali lagi setelah berhasil menikmati tubuhnya. Saras masih berdiri diambang pintu, enggan untuk menuju ke lemari pakaian. “Apa ingin aku pakaikan baju?” Saras menggeleng cepat, ia langsung menundukkan wajahnya dan berjalan cepat ke arah lemari pakaian lalu kembali lagi ke dalam kamar mandi. Saras tidak ingin tubuhnya kembali dilihat oleh Liam, walaupun pria itu sudah berulang kali merasakan tubuhnya. “Besok aku ada jadwal ke rumah sakit.” Ucap Liam saat Saras sudah keluar dari kamar mandi dan menduduki sofa kamar. sengaja duduk
Wajah Liam terlihat semakin dingin saat menatap wajah Saras. tidak ada tanda-tanda kepercayaan yang pria itu tunjukkan pada Saras, yang ada hanyalah kebencian. Liam semakin mendekat, mengikis jarak keduanya. “Seandainya ini bukan rumah sakit, aku pasti akan mematahkan kakimu.” Saras memejamkan matanya, ia begitu takut dengan pria dihadapannya ini. percuma ia berkata jujur, Liam tidak akan pernah mempercayainya. Saras dapat merasakan bagaimana Liam mencengkram erat lengan kanannya, menarik tubuh mungil itu agar mengikuti langkahnya. “Aku serahkan tugas ini padamu, Viktor.” Viktor hanya mengangguk kecil, lalu melangkah ke arah yang berbeda. Saras hanya dapat menundukkan wajahnya, entah hukuman apa lagi yang akan diterimanya kali ini. Saras hanya pasrah saat tubuhnya didorong begitu kasar oleh Liam agar masuk ke dalam mobil. Saras menatap pada lengannya yang memerah karena cengkraman tangan Liam. “Sakit? itu belum seberapa dibandingkan dengan yang dilakukan pria itu.” Saras tidak
Saras kembali melangkah masuk ke rumah Liam, memasuki kembali rumah ini bagaikan tempat eksekusi baginya. jiwa dan raganya seperti sudah mati semenjak ia menandatangani surat perjanjian kontrak pernikahan dan hari ini, Saras semakin yakin bahwa hidupnya sudah benar-benar mati. “Apa yang terjadi, Liam?” Rosa menatap wajah Saras yang terlihat begitu pucat. pipi Saras yang putih mulus menjadi kemerahan dan sudut bibirnya berdarah. Liam tidak menjawab, pria itu melewati Rosa begitu saja sambil terus menarik tangan Saras agar mengikuti langkahnya. Rosa menutup mulutnya, takut jika Liam bertindak lebih jauh lagi pada gadis itu. walaupun tidak yakin dengan kronologi kejadiannya, tapi Rosa yakin wajah Saras seperti itu karena ulah anaknya itu. “Bagian mana yang disentuh oleh pria itu?” tanya Liam saat sudah berada di dalam kamar Saras. gadis itu hanya diam, percuma saja menyampaikan jawaban pada Liam kalau pada akhirnya pria itu tidak juga mempercayainya. Saras memilih untuk duduk di pingg
Bab 26 Liam mendongak menatap tubuh mungil Saras yang sudah berani memasuki ruang kerjanya. gadis itu terlihat membawa nampan berisi kopi dan juga kue kering. Saras meletakkan kopi dan cemilan itu di meja Liam. Liam tidak mengatakan apa-apa, pria kembali menatap lembaran dokumen yang baru saja ia buka, tidak ada niatan untuk berbasa-basi terkait dengan kedatangan Saras. melihat Liam yang tidak terpengaruh dengan kedatangannya, Saras berinisiatif untuk duduk di kursi yang berada di hadapan meja Liam. “Liam,” Saras memulai pembicaraan setelah keheningan tercipta begitu menyesakkan dada. Pria itu masih belum mengalihkan pandangannya. dokumen kerjanya seperti sebuah magnet yang menarik wajahnya untuk tidak menatap ke arah lain. “Aku butuh ponsel.” Saras memberanikan diri untuk mengajukan permohonan. semenjak menikah dengan Liam, ia tidak tahu dimana ponselnya berada. Pria itu masih diam, seperti sedang menguji kesabaran Saras. “Aku hanya ingin melihat foto ayah dan…ibuku. aku but
Saras terdiam menatap wajah Liam dengan perasaan berkecamuk. otaknya masih mencoba untuk mencerna perkataan pria berwajah tampan itu.“Viktor sudah memeriksa kamera cctv dan pria itu adalah Ricard.”Saras masih mendengarkan tanpa memotong pembicaraan Liam. walaupun sebenarnya ia ragu dan tidak setuju dengan syarat yang diajukan oleh Liam namun, dapatkah ia menolaknya?“Mulai besok kau akan bekerja,”Liam mengambil rokok untuk dinyalakan. hal itu tidak luput dari perhatian Saras. Liam menghisap rokoknya dalam-dalam sebelum meniupkan asap rokoknya secara perlahan-lahan. manik hitam pria itu tidak pernah lepas dari sosok Saras yang masih menatapnya, ragu. pria tampan itu menyesap rokoknya lagi, kemudian menyeringai tipis membuat bulu kuduk Saras berdiri. “Bagaimana Saras, kau siap untuk bekerja?”“tap-tapi aku belum memiliki pengalaman apa-apa,” Sahut Saras penuh keraguan.“Ini tidak butuh suatu pengalaman. kau hanya duduk diam tanpa melakukan apapun.”Otak Saras langsung berkerja cepa
“Tempat apa ini, Liam?” Saras menatap bingung, ini kali pertamanya datang ke tempat seperti ini. suara musik menggema di mana-mana, membuat suara Saras nyaris seperti bisikan yang tak terdengar di telinga Liam. Pria itu menarik tangan Saras agar mengikuti langkahnya, melewati beberapa pasang mata yang terlihat menatapnya penuh minat. Saras mengedarkan pandangannya, ia melihat beberapa wanita berpakaian seksi tengah berjoget-joget di atas panggung. dibawahnya ada banyak pria yang terlihat menikmati irama musik sambil tertawa menatap ke arah wanita-wanita itu. Saras menarik tangannya paksa, membuat pegangan tangan Liam terlepas. Liam berbalik menatap wajah Saras yang terlihat memucat. gadis itu terlihat menggeleng cepat, ia berusaha untuk mundur tapi percuma. beberapa anak buah Liam terlihat pasang badan untuk segala macam bentuk penolakan Saras. “Duduk!” Saras digiring ke dalam ruangan, gadis yang saat ini rambutnya diikat itu nampak begitu ketakutan. tentu saja, ia takut kalau Liam a
“Apa dia datang?” tanya seorang pria yang baru saja masuk ke dalam ruangan pria tua, pemilik club malam. “Seandainya tidak ada istrinya, aku pasti sudah menyusul Bagas ke alam yang berbeda.” Sahut pria yang tidak lain adalah Hartono, pria tua yang tadi hampir dihilangkan nyawanya oleh Liam. Pria muda dengan rambut gondrongnya itu terlihat duduk di Sofa, tempat yang tadi diduduki oleh Liam. sang pria tua yang bernama Hartono nampak memperhatikan pria muda itu. pria berwajah tampan dengan tubuh atletis itu melepas rambut palsunya sambil tersenyum menatap Hartono. “Kenapa kau seret aku ke dalam permainan kalian, Ricard?” Ya, pria muda itu tidak lain adalah Ricard, kakak kandung Liam. Ricard tidak menjawab, ia nampak mengeluarkan ponselnya dan menatap layar ponsel itu. “Bukankah dia sangat cantik?” Hartono mendesah pasrah, merasa pembicaraannya ini tidak ada ujungnya. pertanyaan yang ia harapkan ada jawabannya justru membuat pria itu harus bersabar dengan pertanyaan tidak penting Ric
Danuarta berjalan menuju ke mobilnya yang terparkir di depan rumahnya, dengan langkah yang terlihat mantap dan percaya diri. Cahaya matahari sore yang memancar dari langit membuat bayangan Danuarta terlihat panjang dan gagah. Vinso, yang berdiri di sampingnya, mencoba untuk menghalangi keinginan Danuarta."Pak,saya mohon jangan lakukan ini," Vinso berkata, dengan suara yang terdengar khawatir. "anda tidak tahu apa yang akan terjadi jika anda mendatangi rumah Liam. Mungkin ada bahaya yang mengintai di sana."Namun, Danuarta tidak menghiraukan peringatan Vinso. ia sudah bersiap untuk ke rumah Liam, dan tidak ada yang bisa menghalangi keinginannya. ia membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya, dengan gerakan yang cepat dan percaya diri."Aku harus tahu apa yang sebenarnya terjadi," Danuarta berkata, dengan suara yang mantap dan percaya diri."Aku tidak bisa hanya duduk dan menunggu. aku harus tahu kebenaran tentang Liam dan apa yang dia lakukan pada putriku. Karena surat perjanjian yang k
Mobil yang ditumpangi Saras dan Liam sudah sampai rumah, dan Viktor tidak ikut turun. ia hanya memandang ke arah Saras dan Liam dengan mata yang terlihat sedikit khawatir, sebelum memutuskan untuk tidak ikut turun. Viktor memutuskan untuk kembali ke Perusahaan.Saras dan Liam keluar dari mobil dan berjalan ke arah rumah. Mereka tidak berbicara apa-apa, dan hanya memandang ke arah depan dengan mata yang terlihat sedikit marah dan kecewa.Saat mereka memasuki rumah, Saras langsung memandang ke arah Liam dengan mata yang terlihat sedikit marah. "Liam, kau telah berbohong padaku," Saras berkata, dengan suara yang terdengar sedikit keras. Ia tidak peduli jika anak buah Liam yang berjaga diluar mendengar percakapan mereka. "Saras, aku tidak tahu apa maksud ucapanmu," sahut Liam mencoba untuk tetap tenang.Saras memandang ke arah Liam dengan mata yang terlihat sedikit marah. "Kau telah berbohong padaku tentang ayah," Saras berkata, dengan suara yang terdengar lebih keras. "Tuduhan Ricard b
Ricard memandang ke arah Saras dan Liam dengan tatapan mata penuh semangat. Jujur saja ia suka melihat ekspresi panik keduanya. "Aku menculik Vinso karena aku ingin membuat Danuarta keluar dari persembunyiannya," Ricard berkata, dengan suara yang terdengar meremehkan lawan bicaranya.Saras dan Liam terkejut dengan pengakuan Ricard. Mereka tidak bisa mempercayai bahwa Ricard telah menculik Vinso hanya untuk membuat Danuarta keluar dari persembunyiannya. darimana ia tahu, jika Danuarta masih hidup?"Apa yang kau maksud, Ricard?" Saras bertanya, dengan suara yang terdengar sedikit tidak percaya. "Aku telah menculik Vinso karena aku ingin membuat Danuarta keluar dari persembunyiannya," Ricard berkata, dengan suara yang terdengar sedikit lebih keras. "Aku telah memiliki insting bahwa Danuarta masih hidup, dan aku ingin membuktikannya.apakah penjelasanku ini masih kurang?”Liam memandang ke arah Ricard dengan mata yang terlihat sedikit marah. "Ricard, apa yang kau pikirkan?" Liam bertanya,
Saras terkejut mendengar perkataan Ricard yang mengatakan bahwa ayahnya, Danuarta, ternyata masih hidup. ia merasa dadanya sesak dan seperti ada batu besar yang tengah menindihnya."Apa... apa yang kau katakan?" Saras bertanya, dengan suara yang bergetar, menahan rasa sesak yang ia rasakan.Ricard memandang ke arah Saras dengan tatapan mata yang begitu tajam. "Aku mengatakan bahwa ayahmu, Danuarta, masih hidup," ulang Ricard ,dengan suara yang terdengar sedikit lebih keras.Saras merasa seperti telah kehilangan kesadaran. Ia tidak bisa berbicara apa-apa, dan hanya bisa memandang ke arah Ricard dengan mata yang terlihat sedikit kosong.Liam, yang duduk di sebelah Saras, memandang ke arah Ricard dengan mata yang terlihat sedikit tidak percaya. "Apa yang kau katakan, Ricard?" Liam bertanya, dengan suara yang terdengar yang lebih keras lagi, membuat suasana semakin tegang.Ricard memandang ke arah Liam, kali ini tatapan mata meremehkan itu terlihat begitu jelas. "Aku mengatakan bahwa mert
Liam berdiri dari tempat duduknya, dengan mata yang terlihat begitu marah. ia bersiap untuk menghajar Ricard, karena tidak bisa menolerir tatapan mata Ricard yang terlihat begitu intens terhadap Saras.Baru beberapa langkah, Liam sudah siap untuk menyerang Ricard. Tapi, tiba-tiba saja Saras memeluknya erat dari belakang. Saras tidak ingin ada pertengkaran, dan ia ingin melindungi Liam dari kemarahan yang sedang memuncak."Liam, jangan!" Saras berkata, dengan suara yang terdengar sedikit tidak nyaman. "Jangan lakukan hal itu, Liam. aku tidak ingin ada pertengkaran."Liam merasa tidak nyaman, karena Saras memeluknya erat dari belakang. ia tidak bisa bergerak, karena Saras memeluknya dengan begitu erat."Aku tidak bisa mentolerir hal itu, Saras," Liam berkata, dengan suara yang terdengar sedikit marah. "Aku tidak bisa menolerir Ricard yang memandangmu dengan tatapan seperti itu.”Saras memeluk Liam dengan lebih erat, dan ia memandang ke arah Ricard dengan mata yang terlihat sedikit tidak
Danuarta terkejut setelah mengetahui bahwa Saras telah hamil. ia merasa seperti telah dipukul oleh petir, dan tidak bisa berbicara apa-apa. Vinso, yang duduk di sebelahnya, memandang ke arah Danuarta dengan mata yang terlihat khawatir."Maaf pak, saya harus mengatakan hal ini. tapi, saya juga tidak dapat terus menutupi hal ini terus menerus, karena suatu saat nanti anda pun akan mendengarnya.”" Vinso bertanya, dengan suara yang terdengar sedikit khawatir.Danuarta tidak bisa berbicara apa-apa. ia hanya bisa memandang ke luar jendela, dengan mata yang terlihat sedikit kosong. ia merasa sangat sedih, karena dirinya telah mendorong Saras ke dalam lingkaran dendam antar keluarga.Danuarta memejamkan matanya, dengan wajah yang ia tundukan."Ya, aku telah mendorong Saras ke dalam lingkaran dendam antar dua keluarga," Danuarta berkata, dengan suara yang terdengar sedikit terharu. "Aku merasa sangat bersalah, karena aku telah membuat Saras hamil dalam keadaan seperti ini."Vinso memandang ke
Vinso duduk di atas tempat tidur rumah sakit, memandang ke luar jendela dengan mata yang terlihat sedikit lelah. ia baru saja selesai melakukan pemeriksaan dengan dokter, dan hasilnya sangat memuaskan. Dokter mengatakan bahwa keadaannya sudah mulai membaik, dan ia bisa pulang hari ini.Vinso merasa sangat lega mendengar kabar itu. ia sudah bosan berada di rumah sakit selama beberapa hari terakhir. ia ingin segera pulang dan kembali ke rutinitas normalnya. terutama memberikan kabar pada Saras tentang keadaannya.Danuarta, yang duduk di sebelah Vinso, ikut senang mendengar kabar itu. ia memandang ke arah Vinso dengan mata yang terlihat sedikit gembira."Senang sekali, Vinso," Danuarta berkata, dengan suara yang terdengar sedikit hangat. "Kau sudah bisa pulang hari ini."Vinso mengangguk, dan terlihat sedikit lega. "Ya, aku sudah bosan berada di sini," sahut Vinso dengan menampilkan senyum pada wajahnya.Danuarta mengangguk, dan segera mengambil ponselnya. "Aku akan menghubungi anak buah
Mobil Liam yang dikendarai oleh Viktor sudah sampai di rumah sakit. Viktor memandang ke sekelilingnya, mencari tempat parkir yang tersedia. Setelah beberapa detik, ia menemukan tempat parkir yang kosong dan memarkirkan mobil di sana.Liam memandang ke luar jendela, melihat rumah sakit yang terlihat sangat besar dan megah. ia merasa sedikit khawatir, tidak tahu apa yang akan terjadi ketika ibunya akan kembali pada setelan awal, yaitu kembali tidak menyukai Saras.Viktor memandang ke arah Liam, melihat bahwa bosnya terlihat sedikit khawatir. "Jangan khawatir, Tuan Liam," Viktor berkata, dengan suara yang terdengar sedikit menenangkan. "Semuanya akan baik-baik saja."Liam mengangguk, memandang ke luar jendela lagi. ia melihat bahwa Anjaswara dan Rosa sudah menunggunya di depan rumah sakit.Anjaswara dan Rosa berjalan menuju mobil, dan Viktor membuka pintu mobil untuk mereka. Mereka berdua masuk ke dalam mobil, dan Viktor menutup pintu mobil lagi.Liam memandang ke arah Rosa,melihat bahwa
Mobil Taksi yang ditumpangi Luna kehilangan jejak mobil yang saat ini membawa Liam. Luna begitu kesal, tapi tidak dapat berbuat banyak dan pasrah. ia memandang ke luar jendela, melihat mobil-mobil yang berlalu-lalang di jalan, tapi tidak ada tanda-tanda mobil yang membawa Liam.Luna menghela napas, merasa frustrasi karena tidak dapat menemukan Liam. ia tidak tahu apa yang harus dilakukan, tapi dia tahu bahwa dia tidak dapat menyerah. ia harus terus mencari Liam, tidak peduli apa pun yang terjadi.Sementara itu, Viktor yang sedang mengendarai mobil hanya duduk tenang menyetir. ia tidak terganggu oleh kejadian yang baru saja terjadi, dan ia terus memandang ke jalan, memastikan bahwa tidak melakukan kesalahan.Liam, yang duduk di sebelah Viktor, terlihat sedang menerima telepon dari seseorang."Ayah, apa yang terjadi?" Liam bertanya, dengan suara yang terdengar sedikit khawatir."Hari ini, ibumu, sudah diperbolehkan pulang ke rumah," Anjaswara berkata, dengan suara yang terdengar sedikit