Dzurriya menatap keluar jendela kaca pesawat sambil mengelus-elus perutnya.Perasaannya antara gelisah merindukan suaminya, sekaligus kecewa karena lelaki itu sama sekali tak peduli padanya.Ia hanya bisa berakhir dengan menghela nafas panjang, sambil bersandar di sandaran jok pesawat itu.‘Mas’“Apa kau mau makan sesuatu?” tanya Ryan yang baru saja kembali dari toilet pesawat itu, kemudian duduk di sampingnya.Dzurriya menoleh ke arahnya sambil tersenyum, dan menggelengkan kepala. “aku ingin tidur sebentar,” ucapnya pelan.Ia kemudian kembali menatap keluar jendela itu dan terpejam, berusaha untuk beristirahat dari kegalauan hatinya.******Dzurriya menggeliat pelan, sepertinya ia sudah tertidur begitu lama.Ia kemudian membuka matanya perlahan.Tampak dada bidang dengan kemeja berwarna Icy blue sedang ia sandari.‘Sepertinya kemeja Ini tak asing?’ pikirnya.Ia kemudian tak sengaja melirik jemari yang merangkul pundaknya.‘Ini tidak mungkin tangan suamiku! tangan siapa ini?’ pikirn
Eshan tampak membukakan pintu mobil untuknya tanpa menoleh sedikitpun ke arah Dzurriya, wajah lelaki itu terlihat marah.Lelaki itu kemudian menutup mobil itu dengan agak membantingnya setelah Dzurriya masuk, membuatnya begitu kaget, sampai pundaknya terangkat seketika.‘Harusnya aku yang marah! karena kau seenaknya meninggalkanku begitu saja dalam keadaan hamil seperti ini’ gerutu Dzurriya dalam hati, sambil menatap lelaki itu yang kemudian ikut masuk dalam mobil tersebut, dan duduk di sampingnya.Terlihat Eshan bahkan sama sekali tak menoleh apalagi sekedar menggenggam tangannya, padahal setelah melepaskan tangan Ryan tadi, lelaki itu terus menggandengnya keluar dari bandara tersebut.“Go!” perintah suaminya itu pada sopir bule di depannya.Tak Berapa lama, terdengar bunyi mesin mobil dinyalakan dan akhirnya mobil itu berjalan.“Dasar egois!” gumam Dzurriya lirih, sembari menatap suaminya yang bersandar di jok mobil itu, sambil memejamkan matanya barusan.Seketika suaminya itu membu
Dzurriya menatap istri pertama suaminya itu dengan nanar.‘Bagaimana ada wanita yang begitu tak berperasaan di dunia ini sepertinya’ pikir Icha begitu marah.Bahkan ia mengandung karena paksaannya, dan setelah melahirkan pun, wanita itu akan meminta anak yang dikandungnya tersebut menjadi miliknya, namun bagaimana bisa Ia terus menyakitinya tanpa perasaan seperti itu.Tiba-tiba, dari lorong di depannya, suaminya keluar dengan memakai setelan jas rapi diikuti beberapa pengawalnya di belakangnya.Lelaki itu kemudian menghampiri Alexa dan menvecup pipinya sembari berkata, “ Aku pergi dulu, ada urusan sebentar.”‘Pasangan suami istri yang sungguh sangat serasi, sama-sama tak punya perasaan’ pikir Dzurriya dalam hati begitu kesal sembari melotot ke arah suaminya itu.Apalagi lelaki itu hanya melewatinya sambil meliriknya sebentar dari balik kacamata rectanglenya tanpa tersenyum sedikitpun.Sementara itu, Alexa terlihat tersenyum nyengir dan menghampirinya lebih dekat.Dia kemudian menatap
‘Kenapa suara dan ucapan itu terdengar tidak asing? Apa sebelumnya kita saling mengenal dokter Ryan?’ pikir Dzurriya sambil menatap mata lelaki itu bergantian. ****** Pesta yang begitu meriah… Ruangan ballroom hotel itu penuh dengan perempuan dengan gaun berkelas dan para pria yang mengenakan setelan jas mewah. Beberapa dari mereka tampak tengah memegang gelas berkaki dengan air berwarna merah yang bahkan tak memenuhi setengah dari gelas-gelas tersebut. Dzurriya sangat tak nyaman, apa lagi tidak satupun dari mereka yang ia kenal dan kesemuanya terdengar berbahasa Inggris atau sepertinya berbahasa Mandarin. “Aku kembali ke kamar saja!” ujar Dzurriya pada sepupu iparnya tersebut, kemudian membalikkan badan, saat tiba-tiba lampu hotel tersebut meremang. Belum selesai kekagetannya, ia melihat pintu besar ballroom itu terbuka dan suaminya masuk ke dalam tempat itu bersama dengan Alexa yang menggandengnya begitu mesra. Semua hadirin tampak membalikkan badan menyambut mereka yang seng
“Keluarlah Alexa! Aku ingin bicara pada Ryan dan Dzurriya,” ucap Eshan yang tengah berdiri di depan Dzurriya itu dengan nada begitu dingin tanpa menatap istri pertamanya itu sedikitpun, sepertinya dia begitu marah.Alexa tampak tersenyum nyengir, kemudian bangkit dari duduknya dan keluar dari ruangan tertutup tersebut.“Apa kau sengaja ingin mempermalukanku di depan umum?” ucapnya bertambah dingin sambil menatapnya begitu tajam, membuat Dzurriya menelan ludahnya karena takut.“Ini bukan kesalahan….”Belum selesai, Ryan menyelanya, suaminya itu sudah membentaknya begitu keras sembari menoleh tajam ke arah lelaki itu, “kau juga salah, apa kau pikir kau berhak untuk bicara di sini?”Tak terduga, Ryan bangkit dari duduknya dan menghampiri sepupunya itu lebih dekat. Dia kemudian tampak menatap Eshan dengan tajam juga.“Aku berhak, bukan cuma kau yang punya kuasa di sini,” jawab Ryan dengan nada yang tak kalah dingin.Dzurriya menelan ludahnya dan menghela nafas panjang, berusaha mengumpulk
Dzurriya menoleh ke belakang kaca mobil Braha brengsek itu seraya berusaha mengetuknya, kala melihat wajah Ryan yang panik berpapasan dengan mobil tersebut..Sontak dua pengawal Braha yang sedang mengapitnya di jok belakang itu berteriak sambil menarik tangannya, “Diam!”Terlihat Ryan yang masih bingung itu hanya melewati mobil tersebut. Harusnya Dzurriya tau, percuma ia memanggil dan memperlihatkan wajahnya pada Ryan dari dalam mobil yang kedap suara dan berkaca gelap itu.“Jangan dibentak!” hardik Braha pada pengawalnya itu sambil menoleh ke belakang, membuat Dzurriya terperanjat kaget dan semakin ketakutan, sepertinya lelaki itu benar-benar tidak waras.“Cantik!”Dzurriya langsung bergidik jijik mendengar panggilan Si Bangkot tua itu.“Maaf ya, aku terpaksa menjaga matamu supaya tidak jelalatan dan membuatku cemburu, karena aku tak ingin menyakitimu!” ucap lelaki itu semakin terdengar menjijikkan.Dia kemudian tampak menyodorkan kain hitam pada pengawalnya itu.‘Apa jangan-jangan
Ryan terlihat ngos-ngosan dengan wajah panik, ia langsung menyerobot masuk ke ruang meeting, dimana Eshan sedang berbincang-bincang serius dengan kliennya.“Kak Dzurri hilang!” seru Ryan tanpa basa-basi.DegEshan langsung membelalak kaget, seketika nafasnya tercekat.Ia segera bangkit dan menghentikan meeting itu dengan panik.“I’m sorry Sir, I’d finished this meeting now, i’ve something urgent!” ujarnya gupuh.“But, it’s left signed it!” sela lelaki bule di depannya itu.Eshan langsung melirik ke arah sekretarisnya, dan meninggalkan rapat itu begitu saja diikuti sepupunya itu.Sementara sekretarisnya tampak sontak menghalangi kedua orang asing itu yang berusaha menghampiri Eshan.Sayup-sayup terdengar sekretarisnya itu berkata, “Please just talk to me, Sir!”Eshan sendiri terus menyusuri lorong hotel itu dengan setengah berlari.“Apa yang kau lakukan? Bagaimana dia bisa hilang?” bentak Eshan murka sambil menoleh sekilas ke arah Ryan dan tetap berjalan cepat.“Apa itu penting sekaran
“Do you think Miss. Lin’s so idleness to hand trivialities such this, are you kidding her?” hardik Eshan berusaha mengecoh mereka.“I’m so sorry, let me check your calling card to confirm it, Sir!” ucap manajer di depannya itu meminta kartu namanya, terlihat begitu tenang.Eshan menelan ludahnya kembali. Memberikan kartu namanya adalah sesuatu yang lebih tidak mungkin lagi.“Let me told her your bearish treat!” ancam Eshan sambil menunjukkan layar teleponnya yang hendak memanggil calon tunangan adik sepupunya itu, Miss. Lin, Freud.Terlihat dua pelayan di belakang manajer itu saling berbisik."Oke sorry, Sir. I will ask our employer to seek it," ucap Manager tersebut akhirnya mengizinkannya“I don't need It, will waste my time, I just need to see your CCTV, so we know that Miss. Lin come with the necklace and out with it too. We just seek it, when she come with it and out without it,” jelas Eshan.“Ok, come with me please, Sir!” lelaki itu kemudian mengajaknya ke masuk ke sebuah rua