“Do you think Miss. Lin’s so idleness to hand trivialities such this, are you kidding her?” hardik Eshan berusaha mengecoh mereka.“I’m so sorry, let me check your calling card to confirm it, Sir!” ucap manajer di depannya itu meminta kartu namanya, terlihat begitu tenang.Eshan menelan ludahnya kembali. Memberikan kartu namanya adalah sesuatu yang lebih tidak mungkin lagi.“Let me told her your bearish treat!” ancam Eshan sambil menunjukkan layar teleponnya yang hendak memanggil calon tunangan adik sepupunya itu, Miss. Lin, Freud.Terlihat dua pelayan di belakang manajer itu saling berbisik."Oke sorry, Sir. I will ask our employer to seek it," ucap Manager tersebut akhirnya mengizinkannya“I don't need It, will waste my time, I just need to see your CCTV, so we know that Miss. Lin come with the necklace and out with it too. We just seek it, when she come with it and out without it,” jelas Eshan.“Ok, come with me please, Sir!” lelaki itu kemudian mengajaknya ke masuk ke sebuah rua
“Dimana Dzurriya, Bangsat?” hardik Ehsan begitu lantang. Paman istri pertamanya itu terus saja mengelak dan berkata bahwa ia tidak tahu keberadaan istri keduanya itu, membuatnya semakin berang saja.“Lepas–kan aku du–lu!” jawab Braha tampak menyusul-nyusulkan napasnya yang semakin lemah dan mencekat hilang karena cekikan Eshan yang semakin kuat tersebut.“Dasar licik! Aku tidak akan melepaskanmu. Jawab aku, atau aku akan membunuhmu sekarang juga!” seru Eshan sembari mencekiknya lebih kuat, membuat wajah lelaki tua di depannya itu semakin memerah, dan urat-uratnya semakin keluar juga menegang.“Sayang, Apa yang kau lakukan? lepaskan pamanku, apa kau sudah gila? Dia bisa mati,” teriak Alexa yang baru saja datang ke tempat itu sembari menarik lengan Ehsan ke belakang supaya melepaskan pamannya.Namun bukannya melepaskan Braha, Eshan justru mencekiknya lebih kuat dengan matanya yang melotot semakin tajam ke arah lelaki itu sambil berteriak, “jangan ikut campur, aku memang akan membunuhn
Tubuh Dzurriya hampir terhuyung jatuh karena terdorong tanpa sengaja oleh wartawan yang ada di sebelahnya.Untungnya Ryan menarik lengannya. Tapi siapa yang menangkap tubuhnya dari belakang.Iya segera menoleh ke belakang dan…‘Mas!’Dzurriya menelan ludahnya, menatap lelaki itu yang sekarang tengah menunduk, memandangnya dengan cemas.“We’ll invite you to an official press conference, so please calm down and don’t bother my family now!” ucap suaminya lantang, terlihat marah tapi berusaha untuk tenang. Bahkan, rahang lelaki itu terlihat menonjol di antara dagunya yang tirus, pandangannya pun tampak begitu tajam. Sementara itu, terlihat beberapa pengawal kembali menghampiri mereka, dan berusaha menghalau wartawan-wartawan itu, supaya suaminya juga sepupu iparnya bisa masuk ke dalam hotel dengan tenang.‘Apa yang harus kupercaya, Mas? Sekarang kau terlihat begitu peduli denganku, tapi aku tidak berani berharap banyak karena biasanya kau akan berubah dalam sekejap’ pikir Dzurriya bingun
Dzurriya mengernyitkan dahi, ia seperti mendengar pintu kamarnya dibuka dan ditutup perlahan.‘Siapa? Apa itu kamu Mas?’ tanya Dzurriya dalam hati.Hatinya yang sakit membuat ia tak ingin membuka matanya.Namun ia merasakan perlahan langkah kaki yang sepertinya menuju ke arahnya itu terhenti begitu dekat padanya, ia bahkan bisa merasakan bahwa seseorang yang datang padanya itu kini tengah berada di hadapannya, terasa dari hembusan nafasnya yang mengibas lembut permukaan kulit hidung Dzurriya.Mendadak, jantung Dzurriya berdebar begitu kencang, apalagi ia tidak mencium sedikit pun aroma musk yang biasanya melekat pada tubuh suaminya tersebut.Seketika matanya terbuka dan langsung membulat lebar. Bagaimana tidak? Seorang lelaki berjaket kulit dan bermasker hitam tengah berdiri di sampingnya, dan menunduk ke arah wajahnya dengan matanya yang melotot ke arah Dzurriya.Karena panik, Dzurriya membuka mulutnya lebar-lebar hendak berteriak, sebelum lelaki itu membungkam mulutnya dengan sangat
“Pak Eshan, kenapa ada di sini?” DegMata Dzurriya tiba-tiba membelalak besar, Jantungnya pun tiba-tiba berdebar dengan was-was. Suara itu tak asing, itu suara pengawal Braha yang menyekapnya sehari yang lalu.Terdengar suara langkah kaki berjalan perlahan, membuat Dzurriya semakin panik. Ia mulai meremas kedua tangannya.“Kau sendiri untuk apa di sini?”Terdengar jawaban dingin dari sang suami.“A–ku..”Pengawal itu terdengar terbata-bata.“Seorang pengawal musuhku yang sudah aku larang berkeliaran disekitarku dan keluargaku, tiba-tiba muncul disini—apa ada hal yang kalian rencanakan?”Suara suaminya itu kini terdengar rendah dan begitu sinis.‘Kalau kau sudah melarang mereka berada di sini, kenapa mereka masih berkeliaran disini, Apa jangan-jangan mereka…’Dzurriya langsung membungkam mulutnya, dengan matanya yang membulat besar begitu memikirkan bahwa pengawal itu mungkin datang untuk menculiknya. Seketika keringat bercucuran di tepi pelipisnya. “I–tu aku hanya akan memberikan be
Dzurriya terbangun dengan ujung pistol menempel ke arah perban di atas dahinya. Matanya langsung membelalak kaget. “S-siapa kamu—”Suara Dzurriya tertahan kala melihat seorang lelaki asing dengan setelan jas hitam lengkap yang sama sekali belum pernah ia temui. Raut wajahnya terlihat sangat tenang, tapi dingin juga kejam. “Apakah tidurmu nyenyak?” suara rendah lelaki itu membuat tubuhnya seketika berkeringat dan kaku.Dzurriya tak berani bergerak. Ia juga tidak bisa merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya tadi. Bahkan napasnya seakan tertahan di antara kedua bibirnya yang bergetar lirih.Mata lelaki itu menatap tajam ke arah Dzurriya di balik kacamata. Mulutnya tak bergeming. Telunjuk tangan kanannya yang terlihat sigap sedang mencengkram pelatuk, siap menembaknya kapan saja. Tapi bukan itu yang paling membuat jantungnya berdegup kencang ketakutan. Saat ini, ia dipenuhi banyak pertanyaan yang membuatnya terasa bising dalam keheningan. ‘Kenapa aku di sini? Siapa lelaki ini? Apa ya
Dzurriya langsung membuka matanya. Ia pun menoleh ke arah lelaki itu, yang juga sedang membulatkan matanya ke arah Alexa.“Sayang! Apakah kamu sadar dengan apa yang barusan kamu minta?” Eshan berkata tegas, tapi terdengar nada panik dan syok di sana.Alexa menjawab, “Ya, aku ingin kau menikahinya.”“Kenapa kamu bicara begitu? Aku memang akan menuruti semua keinginanmu. Semuanya, tak terkecuali. Tapi gak dengan menikahinya.” Eshan menggeleng. “Dia baru saja membunuh anak kita dan membuatmu menderita. Seharusnya—”“Jadi kamu bohong?” potong Alexa dengan wajah memerah. Dzurriya juga melihat tangan wanita itu terkepal kuat di pangkuannya. “Kamu bilang, kamu akan melakukan apa pun untukku!”“Bukan begitu, Sayang….”“KAMU BERBOHONG!” Alexa tiba-tiba berteriak, membuat Alexa yang masih berlutut di depannya pun jatuh terduduk karena kaget. “Aku ingin dia membayar apa yang dia berikan padaku!” Alexa menunjuk kasar Dzurriya, kemudian berbalik menatap Eshan lagi. “Kenapa kamu tidak mengerti?!”
“Itu harga yang harus kamu bayar karena sudah membunuh anakku dan membuat istriku menderita.”Dzurriya kembali tertohok ketika diingatkan oleh kata-kata Alexa beberapa saat lalu. Perasaan bersalah itu membuatnya merasa sangat kotor. Benar! Ia tidak punya hak apa-apa untuk menolak, dirinya sangat berdosa. Bahkan ini belum seberapa dengan apa yang sudah dilakukannya. “Cepat tanda tangan!” ucapan Eshan yang dingin dan menusuk itu membuat badannya sontak terkejut.Suara dan tatapan Eshan memberikan tekanan untuk Dzurriya. Ia ketakutan, ditambah tidak bisa mengingat apa pun sekarang. Begitu bangun, ia langsung dihadapkan dengan ancaman Eshan dan Alexa.Dzurriya tidak punya pilihan lain. Ia tidak mau mati sekarang.Dengan ragu, ia mulai menanda tangani surat di atas materai itu. Namun, ia menyadari sesuatu.‘Dzurriyatul Jannah... nama di bawah materai itu Dzurriyatul Jannah…“Apa ini namaku?” tanyanya sambil menunjuk tulisan nama itu.“Jangan berpura-pura! Cepat tanda tangani!”‘Jadi bena