“Pak Eshan, kenapa ada di sini?” DegMata Dzurriya tiba-tiba membelalak besar, Jantungnya pun tiba-tiba berdebar dengan was-was. Suara itu tak asing, itu suara pengawal Braha yang menyekapnya sehari yang lalu.Terdengar suara langkah kaki berjalan perlahan, membuat Dzurriya semakin panik. Ia mulai meremas kedua tangannya.“Kau sendiri untuk apa di sini?”Terdengar jawaban dingin dari sang suami.“A–ku..”Pengawal itu terdengar terbata-bata.“Seorang pengawal musuhku yang sudah aku larang berkeliaran disekitarku dan keluargaku, tiba-tiba muncul disini—apa ada hal yang kalian rencanakan?”Suara suaminya itu kini terdengar rendah dan begitu sinis.‘Kalau kau sudah melarang mereka berada di sini, kenapa mereka masih berkeliaran disini, Apa jangan-jangan mereka…’Dzurriya langsung membungkam mulutnya, dengan matanya yang membulat besar begitu memikirkan bahwa pengawal itu mungkin datang untuk menculiknya. Seketika keringat bercucuran di tepi pelipisnya. “I–tu aku hanya akan memberikan be
Dzurriya terbangun dengan ujung pistol menempel ke arah perban di atas dahinya. Matanya langsung membelalak kaget. “S-siapa kamu—”Suara Dzurriya tertahan kala melihat seorang lelaki asing dengan setelan jas hitam lengkap yang sama sekali belum pernah ia temui. Raut wajahnya terlihat sangat tenang, tapi dingin juga kejam. “Apakah tidurmu nyenyak?” suara rendah lelaki itu membuat tubuhnya seketika berkeringat dan kaku.Dzurriya tak berani bergerak. Ia juga tidak bisa merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya tadi. Bahkan napasnya seakan tertahan di antara kedua bibirnya yang bergetar lirih.Mata lelaki itu menatap tajam ke arah Dzurriya di balik kacamata. Mulutnya tak bergeming. Telunjuk tangan kanannya yang terlihat sigap sedang mencengkram pelatuk, siap menembaknya kapan saja. Tapi bukan itu yang paling membuat jantungnya berdegup kencang ketakutan. Saat ini, ia dipenuhi banyak pertanyaan yang membuatnya terasa bising dalam keheningan. ‘Kenapa aku di sini? Siapa lelaki ini? Apa ya
Dzurriya langsung membuka matanya. Ia pun menoleh ke arah lelaki itu, yang juga sedang membulatkan matanya ke arah Alexa.“Sayang! Apakah kamu sadar dengan apa yang barusan kamu minta?” Eshan berkata tegas, tapi terdengar nada panik dan syok di sana.Alexa menjawab, “Ya, aku ingin kau menikahinya.”“Kenapa kamu bicara begitu? Aku memang akan menuruti semua keinginanmu. Semuanya, tak terkecuali. Tapi gak dengan menikahinya.” Eshan menggeleng. “Dia baru saja membunuh anak kita dan membuatmu menderita. Seharusnya—”“Jadi kamu bohong?” potong Alexa dengan wajah memerah. Dzurriya juga melihat tangan wanita itu terkepal kuat di pangkuannya. “Kamu bilang, kamu akan melakukan apa pun untukku!”“Bukan begitu, Sayang….”“KAMU BERBOHONG!” Alexa tiba-tiba berteriak, membuat Alexa yang masih berlutut di depannya pun jatuh terduduk karena kaget. “Aku ingin dia membayar apa yang dia berikan padaku!” Alexa menunjuk kasar Dzurriya, kemudian berbalik menatap Eshan lagi. “Kenapa kamu tidak mengerti?!”
“Itu harga yang harus kamu bayar karena sudah membunuh anakku dan membuat istriku menderita.”Dzurriya kembali tertohok ketika diingatkan oleh kata-kata Alexa beberapa saat lalu. Perasaan bersalah itu membuatnya merasa sangat kotor. Benar! Ia tidak punya hak apa-apa untuk menolak, dirinya sangat berdosa. Bahkan ini belum seberapa dengan apa yang sudah dilakukannya. “Cepat tanda tangan!” ucapan Eshan yang dingin dan menusuk itu membuat badannya sontak terkejut.Suara dan tatapan Eshan memberikan tekanan untuk Dzurriya. Ia ketakutan, ditambah tidak bisa mengingat apa pun sekarang. Begitu bangun, ia langsung dihadapkan dengan ancaman Eshan dan Alexa.Dzurriya tidak punya pilihan lain. Ia tidak mau mati sekarang.Dengan ragu, ia mulai menanda tangani surat di atas materai itu. Namun, ia menyadari sesuatu.‘Dzurriyatul Jannah... nama di bawah materai itu Dzurriyatul Jannah…“Apa ini namaku?” tanyanya sambil menunjuk tulisan nama itu.“Jangan berpura-pura! Cepat tanda tangani!”‘Jadi bena
Dari kolong meja, Dzurriya menebak kalau Eshan ke dapur untuk mengambil minum. Karena suasana yang sunyi, Dzurriya bisa mendengar setiap gerakan lelaki itu dengan jelas. Ia pun terus menegang di kolong meja, bahkan sampai menahan napasnya.Sampai akhirnya, terdengar suara langkah kaki Eshan yang menjauh. Dzurriya pun menghela napas panjang dan keluar dari kolong meja. Ia harus buru-buru kembali ke kamar sebelum Eshan melihatnya di sini tanpa memakai kerudung.Namun, ia sama sekali tidak sadar kalau lampu dapur masih menyala terang.“Ekhem!”Dzurriya refleks menutupi kepalanya dengan kedua tangan. Ia ingin segera berlari, tapi seluruh tubuhnya terasa kaku tak bisa digerakkan.Hanya matanya yang bisa melirik ke arah kanan, di mana Eshan berdiri dengan kimono tidur berwarna hitam dan tangan terlipat di dada. Rambutnya yang biasa ditata ke atas, kini diturunkan dan menutupi dahinya yang indah. “Sedang apa—”“Maafkan aku! Aku lapar, aku hanya ingin makan, sungguh!” ucap Dzurriya cepat den
Dzurriya langsung kembali menundukkan kepala ketika melihat gestur Eshan. Bukan hanya takut kena marah, tapi karena malu melihat dada Eshan yang terekpos karena ulah Alexa tadi.Lelaki itu merapikan kancing kemejanya, lalu berjalan menuju pintu. Dzurriya sedikit bergeser dari sana, menghindari kontak dengan Eshan. Tap!Masih dengan pandangan tertuju di lantai, Dzurriya bisa merasakan Eshan berhenti sejenak di depannya. Tangan Dzurriya saling bertaut, ketakutan. Apa kali ini Eshan akan memarahinya lagi?“Untung saja kau terlihat seperti orang normal hari ini,” ucap Eshan, lalu berlalu pergi.Dzurriya mengangkat kepalanya dengan cepat. ‘Apa maksudnya?’Ia menatap punggung suaminya yang kemudian menghilang dari balik pintu lift. “Dia tampak tampan dan gagah dengan setelan itu, kan?”Dzurriya langsung menoleh kembali, dan menyadari ada Alexa di belakangnya.“I-itu–”“Tapi jangan coba-coba berpikir ingin memilikinya. Aku akan membunuhmu sebelum dia!” ancam wanita itu sambil melotot tajam
Eshan mendekatkan telinganya ke arah hidung wanita itu untuk mengecek napasnya. ‘Syukurlah… wanita ini masih bernapas.’Entahlah, mungkin Eshan panik karena tidak mau melihat ada orang mati di rumah ini. Eshan benci orang lemah, dan wanita ini selalu menunjukkan hal itu di depannya.‘Sial! Kenapa wanita ini terlihat begitu rapuh?’Dzurriya tampak pucat, dengan bulir keringat yang tersisa di dahinya. Eshan juga melihat ruam-ruam muncul di permukaan kulit Dzurriya. “Apa ini….”Eshan bolak-balik tangan mungil itu, kemudian menyisingkan lengan bajunya untuk melihat keadaan kulitnya yang lain. Ia juga melihat ke arah sisi-sisi pipi wanita itu, kemudian menyentuhkan punggung tangannya ke leher wanita itu. Ia tersentak kaget, badan Dzurriya begitu panas. Eshan dengan cepat memencet tombol di atas meja kecil di samping tempat tidurnya untuk memanggil Tikno. Ia juga mengambil ponselnya dan menghubungi Ryan berkali-kali. Sebagai sepupu dan dokter pribadi keluarganya, harusnya lelaki itu meres
Ryan tampak mengerjapkan mata dengan wajah sedikit tegang. Hanya beberapa detik, karena lelaki itu kembali mengulaskan senyum manisnya dan meletakkan obat itu ke tangan Dzurriya langsung.“Maksudku, aku seorang dokter, gejala yang kau tampakkan itu biasa aku lihat,” jawabnya dengan tenang. “Lihat, ada ruam di wajahmu, kan? Jadi itu pasti karena kamu alergi kucing.”“Memang gejala alergi lain berbeda?” tanya Dzurriya lagi.“Y-ya iya, beda-beda. Sudah, mending sekarang kamu minum obat gatalnya, makan bubur,, habis itu minum vitaminnya.”‘Kenapa sikapnya aneh? Apa ini hanya firasatku saja.. atau sebenarnya dia sudah mengenalku?’****Setelah keadaan Dzurriya membaik, ia pun kembali ke kamarnya di lantai bawah. Bisa gawat kalau Alexa tahu kasurnya telah ditiduri Dzurriya. Setelah kejadian hari itu, tidak ada lagi panggilan dari Alexa atau bahkan Tikno. Dzurriya seolah diizinkan untuk beristirahat, meskipun ia tidak yakin begitu. Alexa atau Eshan pasti hanya sedang sibuk, dan tidak mau pe