‘Kenapa suara dan ucapan itu terdengar tidak asing? Apa sebelumnya kita saling mengenal dokter Ryan?’ pikir Dzurriya sambil menatap mata lelaki itu bergantian. ****** Pesta yang begitu meriah… Ruangan ballroom hotel itu penuh dengan perempuan dengan gaun berkelas dan para pria yang mengenakan setelan jas mewah. Beberapa dari mereka tampak tengah memegang gelas berkaki dengan air berwarna merah yang bahkan tak memenuhi setengah dari gelas-gelas tersebut. Dzurriya sangat tak nyaman, apa lagi tidak satupun dari mereka yang ia kenal dan kesemuanya terdengar berbahasa Inggris atau sepertinya berbahasa Mandarin. “Aku kembali ke kamar saja!” ujar Dzurriya pada sepupu iparnya tersebut, kemudian membalikkan badan, saat tiba-tiba lampu hotel tersebut meremang. Belum selesai kekagetannya, ia melihat pintu besar ballroom itu terbuka dan suaminya masuk ke dalam tempat itu bersama dengan Alexa yang menggandengnya begitu mesra. Semua hadirin tampak membalikkan badan menyambut mereka yang seng
“Keluarlah Alexa! Aku ingin bicara pada Ryan dan Dzurriya,” ucap Eshan yang tengah berdiri di depan Dzurriya itu dengan nada begitu dingin tanpa menatap istri pertamanya itu sedikitpun, sepertinya dia begitu marah.Alexa tampak tersenyum nyengir, kemudian bangkit dari duduknya dan keluar dari ruangan tertutup tersebut.“Apa kau sengaja ingin mempermalukanku di depan umum?” ucapnya bertambah dingin sambil menatapnya begitu tajam, membuat Dzurriya menelan ludahnya karena takut.“Ini bukan kesalahan….”Belum selesai, Ryan menyelanya, suaminya itu sudah membentaknya begitu keras sembari menoleh tajam ke arah lelaki itu, “kau juga salah, apa kau pikir kau berhak untuk bicara di sini?”Tak terduga, Ryan bangkit dari duduknya dan menghampiri sepupunya itu lebih dekat. Dia kemudian tampak menatap Eshan dengan tajam juga.“Aku berhak, bukan cuma kau yang punya kuasa di sini,” jawab Ryan dengan nada yang tak kalah dingin.Dzurriya menelan ludahnya dan menghela nafas panjang, berusaha mengumpulk
Dzurriya menoleh ke belakang kaca mobil Braha brengsek itu seraya berusaha mengetuknya, kala melihat wajah Ryan yang panik berpapasan dengan mobil tersebut..Sontak dua pengawal Braha yang sedang mengapitnya di jok belakang itu berteriak sambil menarik tangannya, “Diam!”Terlihat Ryan yang masih bingung itu hanya melewati mobil tersebut. Harusnya Dzurriya tau, percuma ia memanggil dan memperlihatkan wajahnya pada Ryan dari dalam mobil yang kedap suara dan berkaca gelap itu.“Jangan dibentak!” hardik Braha pada pengawalnya itu sambil menoleh ke belakang, membuat Dzurriya terperanjat kaget dan semakin ketakutan, sepertinya lelaki itu benar-benar tidak waras.“Cantik!”Dzurriya langsung bergidik jijik mendengar panggilan Si Bangkot tua itu.“Maaf ya, aku terpaksa menjaga matamu supaya tidak jelalatan dan membuatku cemburu, karena aku tak ingin menyakitimu!” ucap lelaki itu semakin terdengar menjijikkan.Dia kemudian tampak menyodorkan kain hitam pada pengawalnya itu.‘Apa jangan-jangan
Ryan terlihat ngos-ngosan dengan wajah panik, ia langsung menyerobot masuk ke ruang meeting, dimana Eshan sedang berbincang-bincang serius dengan kliennya.“Kak Dzurri hilang!” seru Ryan tanpa basa-basi.DegEshan langsung membelalak kaget, seketika nafasnya tercekat.Ia segera bangkit dan menghentikan meeting itu dengan panik.“I’m sorry Sir, I’d finished this meeting now, i’ve something urgent!” ujarnya gupuh.“But, it’s left signed it!” sela lelaki bule di depannya itu.Eshan langsung melirik ke arah sekretarisnya, dan meninggalkan rapat itu begitu saja diikuti sepupunya itu.Sementara sekretarisnya tampak sontak menghalangi kedua orang asing itu yang berusaha menghampiri Eshan.Sayup-sayup terdengar sekretarisnya itu berkata, “Please just talk to me, Sir!”Eshan sendiri terus menyusuri lorong hotel itu dengan setengah berlari.“Apa yang kau lakukan? Bagaimana dia bisa hilang?” bentak Eshan murka sambil menoleh sekilas ke arah Ryan dan tetap berjalan cepat.“Apa itu penting sekaran
“Do you think Miss. Lin’s so idleness to hand trivialities such this, are you kidding her?” hardik Eshan berusaha mengecoh mereka.“I’m so sorry, let me check your calling card to confirm it, Sir!” ucap manajer di depannya itu meminta kartu namanya, terlihat begitu tenang.Eshan menelan ludahnya kembali. Memberikan kartu namanya adalah sesuatu yang lebih tidak mungkin lagi.“Let me told her your bearish treat!” ancam Eshan sambil menunjukkan layar teleponnya yang hendak memanggil calon tunangan adik sepupunya itu, Miss. Lin, Freud.Terlihat dua pelayan di belakang manajer itu saling berbisik."Oke sorry, Sir. I will ask our employer to seek it," ucap Manager tersebut akhirnya mengizinkannya“I don't need It, will waste my time, I just need to see your CCTV, so we know that Miss. Lin come with the necklace and out with it too. We just seek it, when she come with it and out without it,” jelas Eshan.“Ok, come with me please, Sir!” lelaki itu kemudian mengajaknya ke masuk ke sebuah rua
“Dimana Dzurriya, Bangsat?” hardik Ehsan begitu lantang. Paman istri pertamanya itu terus saja mengelak dan berkata bahwa ia tidak tahu keberadaan istri keduanya itu, membuatnya semakin berang saja.“Lepas–kan aku du–lu!” jawab Braha tampak menyusul-nyusulkan napasnya yang semakin lemah dan mencekat hilang karena cekikan Eshan yang semakin kuat tersebut.“Dasar licik! Aku tidak akan melepaskanmu. Jawab aku, atau aku akan membunuhmu sekarang juga!” seru Eshan sembari mencekiknya lebih kuat, membuat wajah lelaki tua di depannya itu semakin memerah, dan urat-uratnya semakin keluar juga menegang.“Sayang, Apa yang kau lakukan? lepaskan pamanku, apa kau sudah gila? Dia bisa mati,” teriak Alexa yang baru saja datang ke tempat itu sembari menarik lengan Ehsan ke belakang supaya melepaskan pamannya.Namun bukannya melepaskan Braha, Eshan justru mencekiknya lebih kuat dengan matanya yang melotot semakin tajam ke arah lelaki itu sambil berteriak, “jangan ikut campur, aku memang akan membunuhn
Tubuh Dzurriya hampir terhuyung jatuh karena terdorong tanpa sengaja oleh wartawan yang ada di sebelahnya.Untungnya Ryan menarik lengannya. Tapi siapa yang menangkap tubuhnya dari belakang.Iya segera menoleh ke belakang dan…‘Mas!’Dzurriya menelan ludahnya, menatap lelaki itu yang sekarang tengah menunduk, memandangnya dengan cemas.“We’ll invite you to an official press conference, so please calm down and don’t bother my family now!” ucap suaminya lantang, terlihat marah tapi berusaha untuk tenang. Bahkan, rahang lelaki itu terlihat menonjol di antara dagunya yang tirus, pandangannya pun tampak begitu tajam. Sementara itu, terlihat beberapa pengawal kembali menghampiri mereka, dan berusaha menghalau wartawan-wartawan itu, supaya suaminya juga sepupu iparnya bisa masuk ke dalam hotel dengan tenang.‘Apa yang harus kupercaya, Mas? Sekarang kau terlihat begitu peduli denganku, tapi aku tidak berani berharap banyak karena biasanya kau akan berubah dalam sekejap’ pikir Dzurriya bingun
Dzurriya mengernyitkan dahi, ia seperti mendengar pintu kamarnya dibuka dan ditutup perlahan.‘Siapa? Apa itu kamu Mas?’ tanya Dzurriya dalam hati.Hatinya yang sakit membuat ia tak ingin membuka matanya.Namun ia merasakan perlahan langkah kaki yang sepertinya menuju ke arahnya itu terhenti begitu dekat padanya, ia bahkan bisa merasakan bahwa seseorang yang datang padanya itu kini tengah berada di hadapannya, terasa dari hembusan nafasnya yang mengibas lembut permukaan kulit hidung Dzurriya.Mendadak, jantung Dzurriya berdebar begitu kencang, apalagi ia tidak mencium sedikit pun aroma musk yang biasanya melekat pada tubuh suaminya tersebut.Seketika matanya terbuka dan langsung membulat lebar. Bagaimana tidak? Seorang lelaki berjaket kulit dan bermasker hitam tengah berdiri di sampingnya, dan menunduk ke arah wajahnya dengan matanya yang melotot ke arah Dzurriya.Karena panik, Dzurriya membuka mulutnya lebar-lebar hendak berteriak, sebelum lelaki itu membungkam mulutnya dengan sangat