Home / Pendekar / Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis / Bab 5 Pertemuan Sang Dewa Iblis

Share

Bab 5 Pertemuan Sang Dewa Iblis

Author: J Shara
last update Last Updated: 2025-01-28 08:52:51

"Tapi ... aku belum siap, Paman," sahut Jing Wu agak panik.

"Siap atau belum, kau harus keluar dari sini," kata Kanibal, "kurasa kau sudah banyak mempelajari jurus iblis dan kau bisa dengan cepat menguasainya, hanya saja itu tidak cukup!"

Jing Wu terdiam.

"Jika kau ingin menjadi orang yang hebat, kau harus keluar dan hadapi dunia, bertemu dengan orang-orang hebat dan belajar jurus-jurus hebat seperti tapak penghancur milik Yang Zhao."

"Di mana aku bisa mempelajari jurus-jurus hebat sementara aku yakin Paman Yang tidak akan menerimaku lagi?"

"Jing Wu, orang hebat di dunia ini bukan hanya Yang Zhao," kata Kanibal, "kau pasti pernah mendengar si Tangan Baja dari Tangan Beracun kan?"

"Ya, dia adalah biksu di kuil utara."

"Benar, kau bisa menemuinya dan banyak belajar jurus-jurus hebat darinya selain belajar meramu penawar Racun Gaib."

Jing Wu menyimak dengan seksama ucapan Kanibal.

"Selain jurus tapak penghancur, ada beberapa jurus hebat lainnya. Tapi, kau harus tahu Jing Wu, jurus hebat tentu punya resikonya masing-masing, kau harus bijak mempelajarinya."

"Baik, Paman. Aku akan mengingat nasehat paman Kan."

***

Jing Wu kini berjalan di tengah gurun yang gersang. Angin bersuhu panas terus-terusan berhembus yang menyebabkan pasir di gurun lembah iblis beterbangan. Jing Wu mengeratkan kain yang menutupi wajahnya. Pasir debu dari lembah benar-benar mudah masuk ke matanya.

"Siapa di sana?"

Tiba-tiba terdengar suara seorang pria menyeru. Jing Wu menghentikan langkahnya dan seorang pria bertubuh kokoh dan besar berloncat di hadapan Jing Wu.

Jing Wu terkejut melihat sosok pria yang benar-benar tak pernah ia lihat di lembah itu. "Siapa kamu?"

Pria itu mengerang heran. "Seharusnya aku yang bertanya kau siapa!" balasnya dengan suara lantang, "aku adalah dewa iblis di sini, Awan Api."

Jing Wu terkejut bukan main. Awan Api? Dewa iblis di lembah itu dan ini pertama kalinya ia berhadapan dengan iblis nomor satu.

"Kau siapa anak muda? Berani sekali kau memasuki wilayah kekuasaanku tanpa sepengetahuanku!"

"Maafkah aku, Dewa Iblis!" kata Jing Wu berusaha bersikap tenang, "aku sudah delapan tahun berada di lembah ini atas izin Paman Kanibal dan Paman Assasin."

"Kan dan Assasin? Huh, bisa-bisanya mereka memelihara anak muda tanpa izinku!" Pria itu lalu memandang Jing Wu dengan pandangan sengit. "Kau mau ke mana, Anak Muda?" tanyanya.

"Aku berniat untuk keluar dari lembah ini," kata Jing Wu.

Awan Api menyunggingkan senyumnya. "Huh, sayang sekali, tidak ada yang boleh lolos dari lembah ini hidup-hidup!"

Awan Api lalu bergerak dengan sangat cepat untuk menyerang Jing Wu, ia mengarahkan telapak tangannya dengan cahaya kemerahan seperti api. Tapi Jing Wu begitu gesit, ia bisa dengan mudah menghindari serangan Awan Api dengan jurus gerakan anginnya.

"Huh, kau pikir kau bisa lolos?"

"Maaf, Dewa Iblis! Aku tidak ada niat bertikai dengan anda, aku hanya ingin keluar dari sini."

Tanpa mengindahkan ucapan Jing Wu, Awan api kembali mengeluarkan jurusnya dan bergerak dengan cepat menyerang Jing Wu. Awalnya, Jing Wu berhasil menghindari tiap serangan Awan Api, namun menggunakan jurus gerakan angin memerlukan tenaga dalam yang cukup banyak sehingga gerakan Jing Wu melambat.

Dan saat itu Jing Wu terkena jurus tangan petir milik Awan Api, yang membuat Jing Wu terpelanting jauh.

"Uhuk!" darah pun keluar dari mulut Jing Wu.

"Sudah kubilang, tidak ada yang bisa lolos dari lembah ini hidup-hidup!" kata Awan Api.

"Jing Wu!"

Kelima iblis pun datang menghampiri Jing Wu. Kanibal dan Hermi tampak khawatir melihat kondisi Jing Wu.

"Hermi, tolong bantu Jing Wu!" kata Kanibal. Hermi mengangguk dan langsung menyalurkan tenaga dalamnya untuk menyembuhkan Jing Wu.

"Berani-beraninya kalian memasukkan orang asing di lembah ini!" sergah Awan Api.

"Maaf, Awan Api! Ini adalah rencanaku," kata Kanibal, "aku bermaksud menjadikan bocah itu sebagai penerus kita."

"Kita?" Awan Api tampak murka, "kau pikir anak itu cukup kuat menjadi penerus kita?"

"Ya, aku percaya padanya," kata Assasin.

"Kalian mulai menentangku, ya?"

Awan Api lalu mengeluarkan jurusnya, kali ini ia mengeluarkan semacam kilat petir di tangannya lalu ia meloncat dan menyerang langsung keempat iblis itu.

Assasin, Tangan Beracun, Wajah Senyum dan Kanibal pun mengeluarkan langsung jurus andalan mereka dan mengarahkan pada Awan Api. Terjadi dentuman yang amat dahsyat hingga mereka semua terlempar.

Hermi begitu terpukau melihat pemandangan itu. Jing Wu tersadar, ia mulai membaik karena tenaga dalam dari Hermi.

"Ada apa, Bibi Hermi?"

"Keempat pamanmu bertikai dengan Dewa Iblis," jawab Hermi sambil terus memandang ke arah para iblis itu.

"Ini semua karenaku," kata Jing Wu merasa bersalah.

"Sial!" umpat Awan Api kesal. Sehebat apa pun dia, ia tidak bisa melampau jika iblis-iblis itu bersatu.

Tapi para iblis yang lain pun sama terlukanya.

"Awan api, sebaiknya kita tidak perlu bertikai seperti ini," kata Assasin, "kami punya rencana besar tentang anak ini dan kami jamin lembah ini tetap aman."

"Cih!" terpaksa Awan Api mengalah, "jika terjadi apa-apa di sini, aku akan mengajak iblis lainnya untuk membunuh kalian. Terutama kau Assasin!" ancamnya.

Hermi dan Jing Wu berdiri. Jing Wu memberi hormat ke Awan Api dan dewa iblis itu tiba-tiba menghilang dari sana.

"Jaga dirimu baik-baik, Jing Wu," kata Hermi, "jika kau bertemu orang yang sulit kau lawan, kau bisa menghipnotisnya."

"Baik, Bibi."

***

Akhirnya, Jing Wu keluar dari lembah Sepuluh Iblis. Ia kini bisa melihat pohon-pohon dengan dedaunan yang segar, merasakan sejuknya angin dan wanginya rumput. Rasanya Jing Wu sangat rindu dengan lingkungan asri seperti ini. Tak lupa ia mengisi kendi kecilnya dengan air dari sungai yang jernih.

Ia kini sampai di kota, rasanya sudah lama sekali ia tak melihat kota, sudah delapan tahun tepatnya. Tiba-tiba seseorang menabrak Jing Wu, seorang pria dan ia tampak tergesa-gesa.

"Ada apa?" tanya Jing Wu ke orang-orang.

"Ada pertunjukan sembunyi batu, kalau kita bisa menebak mangkuk mana batu itu disembunyikan, kita akan mendapat sejumlah uang."

"Uang?"

Jing Wu langsung tertarik begitu mendengar kata "uang". Segera ia mengikuti orang-orang dan masuk ke dalam rombongan. Ia pun melihat pertunjukan itu dan ada banyak peserta yang gagal menebak mangkuk mana tempat batu disembunyikan.

"Hehehe ... ayo siapa lagi yang mau gagal?"

"Aku aku!" seru Jing Wu sambil mengangkat tangannya. Jing Wu pun berjalan menerobos rombongan.

Pria paruh baya itu pun memulai permainannya dan gerakannya sangat celat memindahkan ketiga mangkuk itu.

"Ayo, yang mana mangkuk berisi batunya?"

"Itu!" seru Jing Wu sambil memilih salah satu mangkuk dan tebakannya benar.

Dan beberapa kali Jing Wu mencoba permainannya ia menang terus sehingga mendapatkan banyak uang.

Akhirnya, permainan selesai. Jing Wu melanjutkan perjalannya setelah makan makanan enak di salah satu kedai. Ia berjalan sambil menghitung uangnya yang masih banyak.

Tiba-tiba beberapa orang muncul di hadapannya untuk mencegatnya. Pria paruh baya tadi bersama tiga pria bertubuh besar dan berwajah menyeramkan.

"Itu anak muda yang curang tadi!" kata Pria paruh baya itu, "hajar dia!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 6 Si Cantik Pandai Pedang

    "Hajar dia!" perintah pria paruh baya itu pada ketiga pria bertubuh besar. Salah satu pria itu pun maju menyerang Jing Wu namun Jing dengan gesit mampu menghindari serangan. Pria itu pun malah menambrak pohon besar. Kali ini satu pria maju dan hendak menyergap Jing Wu, tapi lagi-lagi Jing Wu mampu menghindari serangan pria itu. "Hehehe, anak muda kau mungkin bisa menghindari serangan kedua temanku tapi kau tidak mungkin menghindari serangan pisau bisa kobraku ini." "Itu beracun?" tanya Jing Wu. Pria itu tidak menjawab Jing Wu, namun ia tiba-tiba maju dengan gerakan yang gesit. Jing Wu menghindari setiap serangan pria itu dan tiba-tiba ia menotok pergelangan tangan pria itu sehingga menjadi kaku dan pisau itu pun jatuh. Jing Wu lalu berbalik menatap pria paruh baya itu. "Kau mau juga?" pria itu tampak ketakutan lalu ia berbalik dan berlari terbirit-birit. Jing Wu lalu meninggalkan ketiga pria itu dan sampai ke suatu pondok, ia istirahat sebentar, memakan bakpao yang ia beli di ko

    Last Updated : 2025-02-25
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 7 Guru Han

    Entah sudah berapa lama Jing Wu terbaring, pria itu akhirnya sadar. Saat ia membuka matanya, pandangannya agak kabur karena masih brradaptasi. Namun, perlahan penglihatannya makin jelas dan ia berada di suatu ruangan, di atas futon sederhana. Tiba-tiba Jing Wu merasa nyeri di bagian dadanya. Ia kemudian mengingat kejadian ia diserang seorang pria bertubuh kekar di halaman kuil. Jing Wu meraba dadanya, memang masih nyeri tapi rasa sakitnya berkurang drastis, seperti ada yang telah menyalurkan tenaga dalam yang dahsyat di tubuhnya. "Kau sudah siuman?" Jing Wu langsung menoleh ke arah pintu dan kakek pemabuk bersuara cempreng itu berdiri di sana. Jing Wu hendak bangkit dari futon namun dadanya lebih terasa nyeri saat ia bangun. "Hati-hati anak muda, lukamu belum sembuh betul!" kata kakek itu. "Pria itu ...," ucap Jing Wu dengan bibir bergetar, "siapa dia?" tanyanya, "dia mencari Guru Han." "Hadeuh ... anak itu memang keras kepala," kata sang kakek, "padahal aku sudah lama mengusir

    Last Updated : 2025-02-25
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 8 Jurus Satu Jari

    Guru Han memandang prihatin dengan luka di punggung Jing Wu. Jika saja Jing Wu telat bergerak sedikit saja, mungkin punggungnya habis tercabik habis oleh beruang itu. Guru Han terus menyalurkan tenaga dalamnya hingga luka itu terasa lebih mendingan. Tapi, sepertinya Jing Wu mulai demam. "Xiao Wu, kau perlu istirahat malam ini!" kata guru Han, "besok kita mulai latihan jurus satu jari!" Jing Wu yang mendengar ucapan terakhir guru Han langsung terkejut. "Besok, kita bela- aduh ...." Saking semangatnya, Jing Wu sampai lupa akan lukanya. "Jangan terlalu banyak bergerak! Lukamu belum sembuh betul." Jing Wu tampak amat senang. "Baik, Guru!" Guru Han tersenyum tipis sebelum keluar dari kamar Jing Wu. *** Pagi-pagi buta, Jing Wu bangun dan ia langsung membereskan semuanya. Ia mencuci piring dan baju kotor serta membersihkan kuil dan halamannya. Dengan semangat ia lalu mendatangi guru Han yang tampak sedang bermeditasi di dalam kuil. "Guru, ayo kita latihan jurus satu jari!" Jing Wu

    Last Updated : 2025-02-25
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 9 Pertarungan Kedua Murid

    Jing Wu langsung memasang kuda-kuda saat beruang itu meraung begitu melihat Jing Wu. Dan Alangkah terkejutnya Jing Wu saat beruang itu bergerak cepat menyerangnya. Segera Jing Wu menghindar dengan jurus gerakan angin. Jing Wu teringat, ia harus mencoba jurus satu jari ke beruang itu. Beruang itu meraung lalu ia maju menyerang Jing Wu. Jing Wu meloncat melewati beruang, berpindah ke belakang beruang itu dan menyentuhkan ujung jarinya ke punggung sang beruang. Beruang pun terpental jauh dan kesadarannya hilang. Tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan dari arah pohon. Jing Wu menoleh dan itu adalah guru Han. "Guru, aku bisa menguasai jurus satu jari!" seru Jing Wu. Guru Han lalu berloncat dan mendarat tepat di hadapan Jing Wu. "Jing Wu, aku memberimu selamat karena kau telah menguasai jurus satu jari, tapi ... kau belajar dari siapa jurus gerakan angin itu?" Jing Wu terdiam, tak bisa berkata apa-apa. "Apa kau ini murid dari iblis?" tanya guru Han serius. *** "Jadi, selama

    Last Updated : 2025-02-26
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 10 Istana Peri

    "Maaf, Jing Wu. Aku tidak bisa mengajarimu jurus tapak penghancur," kata guru Han saat Jing Wu memohon kepadanya untuk belajar jurus tapak penghancur padanya. "Kenapa, Guru?" Guru Han menghela napas. "Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak menggunakan jurus itu. Jika kau mau belajar jurus itu, kau bisa mencari Yang Zhao atau biksu terkenal dari kuil langit bernama Dharma." "Dharma?" "Ya, Dharma menguasai level sembilan tapak penghancur tapi lebih baik kau tidak bertemu dengannya karena dia tidak akan membiarkanmu menguasai jurus itu." "Kenapa begitu, Guru?" "Baiklah, akan aku ceritakan. Dharma dan Yang Zhao, keduanya adalah murid dari kuil langit. Sayangnya, karena perbedaan pandangan mereka menjadi tidak akur. Terakhir, mereka bertarung begitu dahsyat, Yang Zhao sampai melepas level sepuluh tapak penghancur miliknya dan menyebabkan kekalahan pada kuil langit. Walaupun Dharma maupun Yang Zhao selamat saat pertarungan itu namun mereka tak pernah lagi bertemu. Da

    Last Updated : 2025-02-26
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 11 Kesepakatan

    Ming Yue langsung keluar dari ruangan itu setelah kakaknya, Ming Yuan, melarangnya ikut dalam rombongan. "Kau seharusnya tidak perlu terlalu keras dengan Ming Yue," kata sang pria muda. Ia bernama Ming Fen." "Kau tidak tahu informasi apa yang aku dapatkan!" kata Ming Yuan, "kau tahu, setan Rimba sedang dalam perjalanan menuju barat dan sepertinya dia akan menyerang saat pertemuan dewan persatuan para pendekar sedunia." "Be-benarkah?" "Ya, kau tahu sendiri. Setan Rimba dan para iblis tak diundang dalam pertemuan itu. Para iblis tak melakukan pergerakan apa pun, sepertinya mereka memang tak peduli. Tapi, Setan Rimba, ia akan melalukan keonaran!" Ming Fen tampak berpikir. "Benar juga ...." "Jadi, besok kita akan berangkat untuk berkumpul dengan para dewan. Kita harus bersiap-siap!" "Tapi, bagaimana dengan Ming Yue?" tanya Ming Fen khawatir. "Biarkan saja anak itu di sini!" kata Ming Yuan, "dia akan menyusahkan kita di sana!" Diam-diam Ming Yue mendengar percakapan kedua kakaknya

    Last Updated : 2025-02-26
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 12 Pria Cantik

    "Aku yakin dia itu sebenarnya wanita. Sebagai pria normal, aku ini bisa membedakan mana pria mana wanita," ucap Jing Wu pada Ming Yue sambil berjalan menelusuri hutan. "Huh, jelas-jelas dia itu pria!" Ming Yue bersikeras berpendapat. Kini mereka berada dalam persimpangan jalan. "Jing Wu, kita belok mana?" "A ...." Jing Wu tampak berpikir. "Kamu sebenarnya tahu tempatnya tidak sih?" Ming Yue jadi curiga pada Jing Wu. "Te-tentu saja aku tahu," kelit Jing Wu sok tahu. "Huh, yang mana?" "Belok sini ... ya, belok sini!" "Yakin? Awas kau ya!" Ming Yue hendak melangkahkan kakinya namun tiba-tiba ia menghentikan langkahnya hingga Jing Wu menabraknya. Ming Yue bisa merasakan ada kawanan penjahat bersembunyi di sekitar mereka. "Ada apa?" tanya Jing Wu pada Ming Yue. "Keluar kalian!" sergah Ming Yue dengan suara lantang. Kawanan penjahat, termasuk dua preman di kota sebelumnya tadi keluar dari persembunyian mereka. Kalau dihitung-hitung, jumlah mereka ada delapan! Min

    Last Updated : 2025-02-27
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 13 Kedatangan Setan Rimba

    Sementara di kediaman Li Shuwan, hampir seluruh para pendekar hebat di penjuru dunia kini hadir. Dan tentu saja, kedua bersaudara dari keluarga Ming juga baru tiba dari sana. Ming Yuan dan Ming Fen masuk di kediaman itu dan langsung disambut baik oleh para anggota keluarga Li. "Maafkan keterlambatan kami," kata Ming Fen. "Ada apa Ming Fen?" tanya Li Suwhan, "tidak biasanya anggota keluarga Ming datang agak telat." "Sebenarnya ... kami sangat berjaga-jaga saat menuju ke mari karena kami mendengar Setan Rimba juga menuju ke sini!" kata Ming Yuan. "Setan Rimba? Mau apa dia?" tanya Li Shuwan. Para pendekar lainnya terkejut mendengar nama Setan Rimba. "Entahlah, tapi dari mata-mata yang aku kirim, dia sedang bersiap-siap menuju ke sini," lanjut Ming Yuan. Li Shuwan tampak berpikir. "Apakah dia ingin ikut serta dalam pertemuan para dewan?" "Ah, tidak mungkin!" sergah seorang pendekar yang mengenakan pakaian serba putih dengan rambut putih yang panjang bagai elf. "Setan Rim

    Last Updated : 2025-02-27

Latest chapter

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 46 Misteri Jasad Jing Huei

    Keluar kalian! Kedua orang berjubah hitam muncul di depan Jing Wu dan Ming Yue. Ming Yue terkejut karena ia tak pernah melihat kedua pendekar itu sebelumnya. Salah satunya memiliki kulit pucat dan tampak tak bersemangat, sementara yang satunya lagi memegang kipas kertas di tangannya. Jing Wu tampak serius, terutama karena Ming Yue berada di sampingnya dan harus ia lindungi. "Siapa kalian?" tanya Jing Wu lantang. Pria yang memegang kipas itu terkekeh. "Julukanku adalah Kipas Kematian, dan temanku ini disebut Si Mayat Hidup." Jing Wu mengernyit. Jubah yang mereka kenakan tampak familiar. Sama dengan yang dikenakan oleh Zhang Zui dan Bataar saat pertama kali ia bertemu mereka. Apakah mereka berasal dari organisasi yang sama? Tiba-tiba, Kipas Kematian mengayunkan kipasnya ke arah Jing Wu, dan seketika hembusan angin yang sangat kuat menyerang Jing Wu dan Ming Yue. Beruntung, Jing Wu gesit. Ia segera melindungi Ming Yue dan menciptakan perisai angin yang lebih kuat. "Huh, ternyata go

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 45 Pertemuan Tak Terduga

    Ming Yue!” teriak Jing Wu begitu melihat gadis itu duduk di ranjangnya, mengayun-ayunkan kakinya dengan santai. “Kenapa kau ada di sini?!” Ming Yue menatapnya dengan senyum penuh arti. “Ya... kenapa ya...?” sahutnya dengan nada menggoda. Jing Wu mengerutkan kening, masih belum percaya dengan pemandangan di depannya. “Kemarin bukannya seharusnya kau menikah? Lalu kenapa kau malah ada di sini?!” Wajah Ming Yue seketika cemberut. “Siapa juga yang mau menikah?” jawabnya kesal. “Tapi... bagaimana dengan calon suamimu itu? Kau meninggalkannya saat upacara pernikahan kalian. Dia pasti kecewa,” lanjut Jing Wu dengan nada lebih pelan. Ming Yue mengebaskan tangannya seolah mengusir masalah itu jauh-jauh. “Ah! Siapa yang peduli?” Jing Wu menghela napas panjang. “Apa?!” “Sudah ah, aku mau tidur dulu,” kata Ming Yue sebelum merebahkan tubuhnya di ranjang, tampak tak peduli dengan kegelisahan yang ditimbulkannya. “Tunggu, itu ranjangku!” protes Jing Wu. “Sekarang sudah jadi ranjang

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 44 Pernikahan Ming Yue

    Jing Wu duduk di sebuah kursi kayu di dalam kamar Ming Yue, sementara Ming Yue duduk di tepi ranjangnya. Lampu minyak di atas meja kecil menerangi ruangan dengan cahaya temaram. Wajah Ming Yue tampak cerah saat mendengarkan kisah perjalanan Jing Wu yang telah berkelana bersama para Pertapa Shan."Jadi, kau benar-benar hidup bersama mereka di pegunungan?" tanya Ming Yue dengan mata berbinar. "Aku selalu penasaran seperti apa kehidupan mereka."Jing Wu tersenyum. "Ya, kehidupan di sana tenang, tapi tidak mudah. Setiap hari ada latihan, dan banyak peraturan yang harus ditaati. Namun, aku belajar banyak hal, termasuk teknik bertarung dan cara memahami dunia dengan lebih luas.""Lalu bagaimana dengan turnamen di Perguruan Teratai Putih? Aku mendengar berita tentang itu, tapi kedua kakakku tidak ada yang tertarik mengikutinya," ujar Ming Yue sambil menghela napas.Jing Wu mengangguk. "Turnamen itu cukup sengit. Banyak pendekar hebat yang datang dari berbagai perguruan. Aku bahkan hampir tid

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 43 Kota Qiangyan

    Jing Wu dan Yang Zhao berdiri di sudut perguruan Teratai Putih. Malam sudah larut, hanya cahaya lentera yang menggantung di beberapa sudut yang menerangi halaman luas perguruan. Jing Wu menatap tajam ke arah Yang Zhao. Ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya, dan ia tak ingin menunda lebih lama."Paman," ucapnya dengan suara dalam. "Aku ingin bertanya sesuatu. Sebenarnya, apa yang terjadi pada mendiang ayahku dahulu?"Yang Zhao terdiam. Ia menatap wajah pemuda itu, mengingat sosok sahabat lamanya dalam dirinya. Napasnya terasa berat saat ia harus membuka luka lama yang selama ini berusaha ia kubur."Kenapa kau ingin tahu?" tanyanya pelan."Aku selalu mendengar bisik-bisik tentang ayahku, tetapi tak seorang pun mau bercerita dengan jelas. Aku ingin tahu yang sebenarnya."Yang Zhao menarik napas panjang. "Baiklah, jika kau ingin mendengar kenyataan, aku akan mengatakannya." Matanya menerawang ke masa lalu. "Jing Huei, ayahmu, dan aku dahulu adalah sahabat. Kami bertemu ketika aku bela

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 42 Jing Wu VS Yang Zi

    "Astaga! Tuan Zheng Shen!" seru seorang tabib. Salah satu murid perempuan bahkan menutup mulutnya, ngeri melihat banyaknya darah yang dimuntahkan. Namun Jing Wu tetap tidak melepaskan tangannya. Ia menggertakkan giginya, menahan sakit yang mulai terasa di tubuhnya sendiri. "Aku belum selesai!" serunya. Liang Fu hendak menghentikannya, tapi tatapan Jing Wu yang penuh tekad membuatnya mengurungkan niat. Perlahan, Jing Wu menyalurkan lebih banyak tenaga dalamnya. Cahaya biru di tangannya semakin terang, berdenyut seperti api yang menyala-nyala. Zheng Shen kembali mengerang, tapi kali ini, urat-urat hitam di lehernya mulai memudar. Racun yang tadinya menyebar di sekujur tubuhnya perlahan surut. Namun, di sisi lain, tubuh Jing Wu mulai bergetar. Keringat bercucuran di dahinya, dan napasnya mulai berat. "Jing Wu!" panggil Liang Fu, khawatir. "Kau harus berhenti! Jika tidak, kau sendiri bisa mati!" Jing Wu terdiam beberapa saat. Ia tahu batasannya, tapi jika ia berhenti sek

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 41 Seribu Wajah dan Racun Pembunuh

    Di sisi lain, masih di arena turnamen. "Mei Ying... sebaiknya kamu menyerah saja?" suara Zheng Shen parau. Mei Ying menyeringai, matanya berkilat penuh kebencian. "Menyerah? Aku sudah menunggu momen ini bertahun-tahun, Zheng Shen. Hari ini, kau akan mati di tanganku!" Tiba-tiba, kepala Mei Ying bergerak seperti ular, mulutnya terbuka lebar, memperlihatkan taring yang beracun. Dalam sekejap, ia menerkam leher Zheng Shen dan menggigitnya dengan kecepatan mengerikan. "Aaaargh!" Zheng Shen menjerit kesakitan. Liang Fu, yang berdiri tak jauh, segera membaca mantra. Dari lantai arena, dahan pohon yang kuat mencuat ke atas, menembus lantai beton dengan kekuatan besar. Dahan itu menyambar kepala Mei Ying dan mendorongnya menjauh. Kepala Mei Ying yang semula menjulur seperti ular kembali ke posisi semula dengan cepat, seakan-akan ditarik oleh kekuatan tak kasatmata. Zheng Shen terengah-engah, tangannya masih menekan luka di lehernya. Wajahnya pucat pasi karena racun mulai menyebar d

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 40 Api Hitam yang Membakar Langit

    Bab X: Rahasia yang Terungkap Mei Ying mempererat lilitan kain di lengan Zheng Shen dengan tenaga dalamnya, membuat pria itu merasakan tekanan luar biasa di lengannya. Wajah Zheng Shen sedikit menegang, tetapi alih-alih panik, ia justru tersenyum tipis. Dengan tangan kirinya yang bebas, ia membentuk api berbentuk pisau dan menebaskannya ke arah kain yang melilitnya. Api itu membakar dan memutus kain dalam sekejap, membebaskan lengannya dari cengkeraman Mei Ying. Mei Ying terkekeh. Namun, suara tawa itu terdengar aneh—berlapis, seperti suara seorang pria yang berbicara melalui tubuh seorang wanita. "Benar-benar hebat," ujar Mei Ying, suaranya berubah lebih berat dan garang. "Tidak heran kau menjadi ketua Perguruan Teratai Putih." Zheng Shen mendecih, matanya menyipit penuh kecurigaan. "Jadi kau ternyata pria, dasar keparat!" Seketika, dari kegelapan muncul Zhang Zui, seorang pendekar kejam yang dikenal karena kebrutalannya. Ia memandang Zheng Shen dan berkata dengan nada san

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 39 Kegelapan di Tengah Turnamen

    Turnamen pendekar yang berlangsung di perguruan Teratai Putih mencapai puncaknya. Para pendekar terbaik dari berbagai aliran telah menunjukkan kemampuan mereka, dan suasana semakin memanas. Namun, sesuatu yang aneh mulai terjadi. Shu Zuu yang duduk di bangku penonton menoleh ke arah seorang wanita bercadar rumbai yang sejak tadi duduk dengan tenang di antara penonton. Tapi kini, sosok itu telah lenyap. “Di mana Mei Ying?” tanya Shu Zuu, suaranya penuh kewaspadaan. Yang Zhao yang berada di sampingnya ikut menoleh. Benar saja, kursi yang sebelumnya diduduki Mei Ying kini kosong. Namun sebelum mereka bisa mencerna apa yang sedang terjadi, tiba-tiba pandangan Yang Zhao mulai berputar-putar. Kepalanya terasa berat, dan seolah-olah seluruh dunia berputar dalam pusaran yang tak terlihat. “Argh…!” Yang Zhao tersungkur ke tanah. Shu Zuu segera menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Ia merasakan hawa aneh yang menyebar di sekelilingnya, seperti kabut tipis yang tak terlihat. Lalu, ta

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 38 Bayang-Bayang Masa Lalu

    Jing Wu berlari secepat mungkin menuju ruang perawatan di perguruan Teratai Putih. Napasnya tersengal, dadanya naik turun, dan keringat mulai mengalir di pelipisnya. Ia baru saja mendengar kabar bahwa Dong Hai terluka parah dalam pertandingan sebelumnya. Saat tiba di ruangan itu, matanya langsung tertuju pada sosok Dong Hai yang terbaring lemah di atas dipan kayu. Wajahnya pucat, napasnya tersengal, dan tubuhnya tampak kehabisan tenaga. Di sisinya, Shu Zuu duduk bersimpuh dengan satu tangan menempel di dada Dong Hai, menyalurkan tenaga dalamnya dengan penuh konsentrasi. Cahaya lembut mengalir dari telapak tangannya, menyelimuti tubuh pemuda itu. Setelah beberapa saat, Shu Zuu menarik tangannya dan menghela napas panjang. Ia menyeka keringat di dahinya dengan lengan bajunya. “Bibi Zuu, apakah Dong Hai baik-baik saja?” tanya Jing Wu dengan nada penuh kekhawatiran. Shu Zuu menatapnya sejenak sebelum menjawab dengan raut wajah serius, “Kondisi Dong Hai benar-benar serius. Ia mengalami

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status