Home / Pendekar / Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis / Bab 4 Latihan Jurus Iblis

Share

Bab 4 Latihan Jurus Iblis

Author: J Shara
last update Last Updated: 2025-01-28 08:51:40

Delapan tahun lebih telah berlalu dan kini Jing Wu sudah beranjak remaja, selama itu pula Jing Wu belajar jurus-jurus dari para iblis. Begitu pula dengan Yang Zi, ia kini menguasai level empat tapak penghancur.

Yang Zi memperlihatkan jurus tapak penghancurnya di hadapan Yang Zhao, ayahnya. Ia tampak puas dengan hasilnya begitu pun dengan ibunya, Shu Zuu.

Sementara Yang Zhao tampak kurang senang melihat perkembangan putranya yang sebenarnya tidak begitu cepat karena ini sudah delapan tahun berlalu. Bukan hanya itu, Yang Zi juga memiliki attitude yang arogan dan cepat puas dengan pencapaiannya.

Yang Zhao kembali masuk ke dalam kamar, ia merenung, memikirkan bagaimana nasib Jing Wu saat ini. Pria itu bahkan tampak kurus karena merasa bersalah tak bisa mendidik Jing Wu dengan benar sehingga anak itu melukai Yang Zi.

Shu Zuu masuk ke kamar, ia prihatin melihat kegundahan Yang Zhao. "Kau tidak perlu merasa bersalah," kata Shu Zuu berusaha menghibur Yang Zhao.

"Bagaimana aku tidak merasa bersalah sementara aku tidak tahu di mana Jing Wu sekarang," sesal Yang Zhao.

"Anak itu pergi karena keinginannya sendiri," kata Shu Zuu, "lagi pula, dia sudah mencelakai Yang Zi, anak kita."

"Kau tidak mengerti!" sergah Yang Zhao, "aku sudah berjanji pada Jing Huei untuk menjaga Jing Wu, tapi apa yang aku lakukan? Aku malah membuatnya pergi dari rumah!"

"Sayang, kamu kira aku tidak peduli dengan anak itu?" balas Shu Zuu, "Xiao Ling adalah sahabatku dan aku sangat sayang Jing Wu, tapi ... aku tidak bisa memaafkan dia yang sudah mencelakai Yang Zi."

Shu Zuu meneteskan air matanya. Yang Zhao mendadak merasa bersalah pada istrinya. "Aku hanya bisa merasakan Jing Wu pasti ketakutan saat mencelakai Yang Zi, aku yakin dia tidak mungkin berniat mencelakai anak kita."

Terdengar suara derek pintu kamar, mereka menoleh dan Yang Zi berada di ambang pintu, menatap tajam ke arah orang tuanya.

"Kenapa ayah selalu saja memikirkan Jing Wu!" sergah Yang Zi menggertak, "apa sih kelebihan anak itu?"

"Jaga mulutmu!" balas Yang Zhao, "dia itu kakakmu!"

"Kakak? Aku tidak punya kakak!" Yang Zi menekankan ucapannya, "ingat, dia sudah mencelakaiku sampai aku terluka parah!"

Yang Zhao hanya diam, sejak kejadian itu dia selalu saja beradu mulut dengan istri dan anaknya. Yang Zhao merasa tak ada yang mengerti akan dirinya yang memiliki janji pada mendiang sahabatnya.

Yang Zi lalu meninggalkan kedua orang tuanya, menuju ke kamarnya. "Jing Wu, awas kau kalau kita bertemu! Kau akan kubunuh!"

***

Sementara di lembah iblis, Jing Wu duduk bermain catur bersama Kanibal.

"Yeiy, aku menang!" Jing Wu berloncat-loncat ria karena mengalahkan Kanibal.

"Cih, kenapa bocah itu begitu cerdas?" keluh Kanibal, "aku bahkan tidak pernah menang melawannya main catur."

"Jing Wu!" panggil seseorang.

"Wah, paman Assasin memanggilku," gumam Jing Wu, "pasti ... dia mau menyiksaku lagi."

"Ayo ke sana!" Kata Kanibal sambil mendorong jauh Jing Wu.

Jing Wu kini berada di depan pondok milik Assasin. Di sana, Assasin berdiri bersandar di samping pintu sambil memegang pisau.

"Paman, hari ini kita latihan ya?" tanya Jing Wu polos.

"Um ... tidak juga sih."

"Terus?"

"Bagaimana kalau kita melakukan permainan?"

Mata Jing Wu berkilau, permainan? Jarang sekali Assasin mengajaknya bermain. Tapi, apa pun itu Jing Wu sangat suka permainan apalagi beradu otak. Kanibal bahkan tak pernah menang bermain catur melawannya.

"Oke, Paman, bagaimana peraturannya?"

Assasin melempar pisau itu dan dengan sigap ditangkap oleh Jing Wu. "Kau hanya memerlukan pisau itu dan masuk ke dalam pondok ini, kalau kau bisa keluar kau akan diberi ayam bakar untuk makan malam nanti."

"Ayam bakar? Asyik!"

Jing Wu tampak sangat bersemangat. Sambil mengayung-ngayungkan pisau, ia pun masuk ke pondok itu dan tiba-tiba pondok itu terkunci.

"Eh, terkunci, oh iya ... aku cuma harus keluar dari sini kemudian aku dapat ayam bakar."

Tiba-tiba Jing Wu merasa ada sesuatu yang bergerak di belakangnya dan saat Jing Wu menoleh, sosok harimau kelaparan sedang berdiri dan siap menerkamnya."

Jing Wu tiba-tiba panik dan memukul-mukul pintu. "Paman Assasin, buka pintu! Ada harimau!"

"Kalau aku membuka pintu kau tidak dapat makan malam nanti!" ujar Assasin dengan santainya.

"Paman buka pintunya!"

Tiba-tiba harimau itu menerkam Jing Wu tapi dengan gesit Jing Wu menghindarinya tapi pisau dari genggamannya terlempar jauh darinya.

"Sial, aku harus membunuh harimau itu kalau ingin selamat," batin Jing Wu. Ia melirik pisau itu, "aku harus mengambil pisau itu dulu."

Lagi-lagi harimau buas itu mencoba menerkamnya. "Sial!" umpatnya, "ia lalu berlari ke arah dinding dan dengan menggunakan jurus gerakan angin ia mampu bergerak menuju ke arah pisau itu dan meraihnya.

"Bagus, jurus paman Assasin sangat ampuh di saat seperti ini," ucapnya.

Sore telah tiba dan tidak ada suara pertempuran di dalam pondok lagi. Sayangnya, pintu tak jua terbuka.

"Huh, sayang sekali ...," kata Assasin. Ia hendak melangkah pergi dari sana tapi tiba-tiba pintu pondok itu terlempar dan Assasin menoleh ke belakang.

Tampak Jing Wu berlumuran darah sambil memegang pisau. "Malam ini aku dapat ayam bakar, kan?"

"Huh, dasar Bocah!"

Setelah makan malam, Tangan Beracun mengajak Jing Wu ke halaman pondok iblis. Ia mencoba mengajari Jing Wu sesuatu mengenai racun.

"Jing Wu, Paman sudah mengajarimu berbagai jenis racun dan bagaimana cara menanganinya dengan herbal dan tenaga dalam."

"Ya, Paman."

"Hanya saja, ada satu racun yang sangat sulit dinetralisir dengan herbal yang mudah kau dapatkan dan juga dengan menyalurkan tenaga dalam sekalipun."

Jing Wu berusaha menyimak apa yang Tangan Beracun ucapkan.

"Jika kau berhadapan dengan Racun Gaib, berhati-hatilah jika terkena racunnya."

"Lalu, kalau aku terkena racunnya, apa yang harus kulakukan?" tanya Jing Wu.

"Untuk sementara kau harus menggunakan tenaga dalammu agar racun tidak cepat menyebar tapi ini sementara saja, setelah itu kau harus mencari bunga penjaga jiwa yang berada di telaga suci."

"Telaga suci? Di mana itu?"

"Itu ada di kuil utara dan satu-satunya yang bisa meramu bunga penjaga jiwa menjadi penawar racun gaib, adalah biksu bernama Tangan Baja."

"Tangan Baja?"

"Ya. Intinya kau harus berhati-hati saat bertemu Racun Gaib, dia juga menggunakan tangan kirinya sebagai senjata racunnya."

"Baik, Paman," ucap Jing Wu, "aku akan selalu mengingat pelajaran ini."

Setelah meninggalkan Tangan Beracun, Jing Wu masuk ke kamarnya namun di sana ada Kanibal.

"Paman Kan, tumben Paman ke kamarku," kata Jing Wu, "kangen ya?"

"Jing Wu, mungkin inilah saatnya." Kanibal tampak begitu serius.

"Saatnya apa, Paman?"

"Saatnya untuk keluar dari lembah Sepuluh Iblis ini dan melihat dunia luar."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 5 Pertemuan Sang Dewa Iblis

    "Tapi ... aku belum siap, Paman," sahut Jing Wu agak panik. "Siap atau belum, kau harus keluar dari sini," kata Kanibal, "kurasa kau sudah banyak mempelajari jurus iblis dan kau bisa dengan cepat menguasainya, hanya saja itu tidak cukup!" Jing Wu terdiam. "Jika kau ingin menjadi orang yang hebat, kau harus keluar dan hadapi dunia, bertemu dengan orang-orang hebat dan belajar jurus-jurus hebat seperti tapak penghancur milik Yang Zhao." "Di mana aku bisa mempelajari jurus-jurus hebat sementara aku yakin Paman Yang tidak akan menerimaku lagi?" "Jing Wu, orang hebat di dunia ini bukan hanya Yang Zhao," kata Kanibal, "kau pasti pernah mendengar si Tangan Baja dari Tangan Beracun kan?" "Ya, dia adalah biksu di kuil utara." "Benar, kau bisa menemuinya dan banyak belajar jurus-jurus hebat darinya selain belajar meramu penawar Racun Gaib." Jing Wu menyimak dengan seksama ucapan Kanibal. "Selain jurus tapak penghancur, ada beberapa jurus hebat lainnya. Tapi, kau harus tahu Jing Wu, jur

    Last Updated : 2025-01-28
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 6 Si Cantik Pandai Pedang

    "Hajar dia!" perintah pria paruh baya itu pada ketiga pria bertubuh besar. Salah satu pria itu pun maju menyerang Jing Wu namun Jing dengan gesit mampu menghindari serangan. Pria itu pun malah menambrak pohon besar. Kali ini satu pria maju dan hendak menyergap Jing Wu, tapi lagi-lagi Jing Wu mampu menghindari serangan pria itu. "Hehehe, anak muda kau mungkin bisa menghindari serangan kedua temanku tapi kau tidak mungkin menghindari serangan pisau bisa kobraku ini." "Itu beracun?" tanya Jing Wu. Pria itu tidak menjawab Jing Wu, namun ia tiba-tiba maju dengan gerakan yang gesit. Jing Wu menghindari setiap serangan pria itu dan tiba-tiba ia menotok pergelangan tangan pria itu sehingga menjadi kaku dan pisau itu pun jatuh. Jing Wu lalu berbalik menatap pria paruh baya itu. "Kau mau juga?" pria itu tampak ketakutan lalu ia berbalik dan berlari terbirit-birit. Jing Wu lalu meninggalkan ketiga pria itu dan sampai ke suatu pondok, ia istirahat sebentar, memakan bakpao yang ia beli di ko

    Last Updated : 2025-02-25
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 7 Guru Han

    Entah sudah berapa lama Jing Wu terbaring, pria itu akhirnya sadar. Saat ia membuka matanya, pandangannya agak kabur karena masih brradaptasi. Namun, perlahan penglihatannya makin jelas dan ia berada di suatu ruangan, di atas futon sederhana. Tiba-tiba Jing Wu merasa nyeri di bagian dadanya. Ia kemudian mengingat kejadian ia diserang seorang pria bertubuh kekar di halaman kuil. Jing Wu meraba dadanya, memang masih nyeri tapi rasa sakitnya berkurang drastis, seperti ada yang telah menyalurkan tenaga dalam yang dahsyat di tubuhnya. "Kau sudah siuman?" Jing Wu langsung menoleh ke arah pintu dan kakek pemabuk bersuara cempreng itu berdiri di sana. Jing Wu hendak bangkit dari futon namun dadanya lebih terasa nyeri saat ia bangun. "Hati-hati anak muda, lukamu belum sembuh betul!" kata kakek itu. "Pria itu ...," ucap Jing Wu dengan bibir bergetar, "siapa dia?" tanyanya, "dia mencari Guru Han." "Hadeuh ... anak itu memang keras kepala," kata sang kakek, "padahal aku sudah lama mengusir

    Last Updated : 2025-02-25
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 8 Jurus Satu Jari

    Guru Han memandang prihatin dengan luka di punggung Jing Wu. Jika saja Jing Wu telat bergerak sedikit saja, mungkin punggungnya habis tercabik habis oleh beruang itu. Guru Han terus menyalurkan tenaga dalamnya hingga luka itu terasa lebih mendingan. Tapi, sepertinya Jing Wu mulai demam. "Xiao Wu, kau perlu istirahat malam ini!" kata guru Han, "besok kita mulai latihan jurus satu jari!" Jing Wu yang mendengar ucapan terakhir guru Han langsung terkejut. "Besok, kita bela- aduh ...." Saking semangatnya, Jing Wu sampai lupa akan lukanya. "Jangan terlalu banyak bergerak! Lukamu belum sembuh betul." Jing Wu tampak amat senang. "Baik, Guru!" Guru Han tersenyum tipis sebelum keluar dari kamar Jing Wu. *** Pagi-pagi buta, Jing Wu bangun dan ia langsung membereskan semuanya. Ia mencuci piring dan baju kotor serta membersihkan kuil dan halamannya. Dengan semangat ia lalu mendatangi guru Han yang tampak sedang bermeditasi di dalam kuil. "Guru, ayo kita latihan jurus satu jari!" Jing Wu

    Last Updated : 2025-02-25
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 9 Pertarungan Kedua Murid

    Jing Wu langsung memasang kuda-kuda saat beruang itu meraung begitu melihat Jing Wu. Dan Alangkah terkejutnya Jing Wu saat beruang itu bergerak cepat menyerangnya. Segera Jing Wu menghindar dengan jurus gerakan angin. Jing Wu teringat, ia harus mencoba jurus satu jari ke beruang itu. Beruang itu meraung lalu ia maju menyerang Jing Wu. Jing Wu meloncat melewati beruang, berpindah ke belakang beruang itu dan menyentuhkan ujung jarinya ke punggung sang beruang. Beruang pun terpental jauh dan kesadarannya hilang. Tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan dari arah pohon. Jing Wu menoleh dan itu adalah guru Han. "Guru, aku bisa menguasai jurus satu jari!" seru Jing Wu. Guru Han lalu berloncat dan mendarat tepat di hadapan Jing Wu. "Jing Wu, aku memberimu selamat karena kau telah menguasai jurus satu jari, tapi ... kau belajar dari siapa jurus gerakan angin itu?" Jing Wu terdiam, tak bisa berkata apa-apa. "Apa kau ini murid dari iblis?" tanya guru Han serius. *** "Jadi, selama

    Last Updated : 2025-02-26
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 10 Istana Peri

    "Maaf, Jing Wu. Aku tidak bisa mengajarimu jurus tapak penghancur," kata guru Han saat Jing Wu memohon kepadanya untuk belajar jurus tapak penghancur padanya. "Kenapa, Guru?" Guru Han menghela napas. "Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak menggunakan jurus itu. Jika kau mau belajar jurus itu, kau bisa mencari Yang Zhao atau biksu terkenal dari kuil langit bernama Dharma." "Dharma?" "Ya, Dharma menguasai level sembilan tapak penghancur tapi lebih baik kau tidak bertemu dengannya karena dia tidak akan membiarkanmu menguasai jurus itu." "Kenapa begitu, Guru?" "Baiklah, akan aku ceritakan. Dharma dan Yang Zhao, keduanya adalah murid dari kuil langit. Sayangnya, karena perbedaan pandangan mereka menjadi tidak akur. Terakhir, mereka bertarung begitu dahsyat, Yang Zhao sampai melepas level sepuluh tapak penghancur miliknya dan menyebabkan kekalahan pada kuil langit. Walaupun Dharma maupun Yang Zhao selamat saat pertarungan itu namun mereka tak pernah lagi bertemu. Da

    Last Updated : 2025-02-26
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 11 Kesepakatan

    Ming Yue langsung keluar dari ruangan itu setelah kakaknya, Ming Yuan, melarangnya ikut dalam rombongan. "Kau seharusnya tidak perlu terlalu keras dengan Ming Yue," kata sang pria muda. Ia bernama Ming Fen." "Kau tidak tahu informasi apa yang aku dapatkan!" kata Ming Yuan, "kau tahu, setan Rimba sedang dalam perjalanan menuju barat dan sepertinya dia akan menyerang saat pertemuan dewan persatuan para pendekar sedunia." "Be-benarkah?" "Ya, kau tahu sendiri. Setan Rimba dan para iblis tak diundang dalam pertemuan itu. Para iblis tak melakukan pergerakan apa pun, sepertinya mereka memang tak peduli. Tapi, Setan Rimba, ia akan melalukan keonaran!" Ming Fen tampak berpikir. "Benar juga ...." "Jadi, besok kita akan berangkat untuk berkumpul dengan para dewan. Kita harus bersiap-siap!" "Tapi, bagaimana dengan Ming Yue?" tanya Ming Fen khawatir. "Biarkan saja anak itu di sini!" kata Ming Yuan, "dia akan menyusahkan kita di sana!" Diam-diam Ming Yue mendengar percakapan kedua kakaknya

    Last Updated : 2025-02-26
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 12 Pria Cantik

    "Aku yakin dia itu sebenarnya wanita. Sebagai pria normal, aku ini bisa membedakan mana pria mana wanita," ucap Jing Wu pada Ming Yue sambil berjalan menelusuri hutan. "Huh, jelas-jelas dia itu pria!" Ming Yue bersikeras berpendapat. Kini mereka berada dalam persimpangan jalan. "Jing Wu, kita belok mana?" "A ...." Jing Wu tampak berpikir. "Kamu sebenarnya tahu tempatnya tidak sih?" Ming Yue jadi curiga pada Jing Wu. "Te-tentu saja aku tahu," kelit Jing Wu sok tahu. "Huh, yang mana?" "Belok sini ... ya, belok sini!" "Yakin? Awas kau ya!" Ming Yue hendak melangkahkan kakinya namun tiba-tiba ia menghentikan langkahnya hingga Jing Wu menabraknya. Ming Yue bisa merasakan ada kawanan penjahat bersembunyi di sekitar mereka. "Ada apa?" tanya Jing Wu pada Ming Yue. "Keluar kalian!" sergah Ming Yue dengan suara lantang. Kawanan penjahat, termasuk dua preman di kota sebelumnya tadi keluar dari persembunyian mereka. Kalau dihitung-hitung, jumlah mereka ada delapan! Min

    Last Updated : 2025-02-27

Latest chapter

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 46 Misteri Jasad Jing Huei

    Keluar kalian! Kedua orang berjubah hitam muncul di depan Jing Wu dan Ming Yue. Ming Yue terkejut karena ia tak pernah melihat kedua pendekar itu sebelumnya. Salah satunya memiliki kulit pucat dan tampak tak bersemangat, sementara yang satunya lagi memegang kipas kertas di tangannya. Jing Wu tampak serius, terutama karena Ming Yue berada di sampingnya dan harus ia lindungi. "Siapa kalian?" tanya Jing Wu lantang. Pria yang memegang kipas itu terkekeh. "Julukanku adalah Kipas Kematian, dan temanku ini disebut Si Mayat Hidup." Jing Wu mengernyit. Jubah yang mereka kenakan tampak familiar. Sama dengan yang dikenakan oleh Zhang Zui dan Bataar saat pertama kali ia bertemu mereka. Apakah mereka berasal dari organisasi yang sama? Tiba-tiba, Kipas Kematian mengayunkan kipasnya ke arah Jing Wu, dan seketika hembusan angin yang sangat kuat menyerang Jing Wu dan Ming Yue. Beruntung, Jing Wu gesit. Ia segera melindungi Ming Yue dan menciptakan perisai angin yang lebih kuat. "Huh, ternyata go

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 45 Pertemuan Tak Terduga

    Ming Yue!” teriak Jing Wu begitu melihat gadis itu duduk di ranjangnya, mengayun-ayunkan kakinya dengan santai. “Kenapa kau ada di sini?!” Ming Yue menatapnya dengan senyum penuh arti. “Ya... kenapa ya...?” sahutnya dengan nada menggoda. Jing Wu mengerutkan kening, masih belum percaya dengan pemandangan di depannya. “Kemarin bukannya seharusnya kau menikah? Lalu kenapa kau malah ada di sini?!” Wajah Ming Yue seketika cemberut. “Siapa juga yang mau menikah?” jawabnya kesal. “Tapi... bagaimana dengan calon suamimu itu? Kau meninggalkannya saat upacara pernikahan kalian. Dia pasti kecewa,” lanjut Jing Wu dengan nada lebih pelan. Ming Yue mengebaskan tangannya seolah mengusir masalah itu jauh-jauh. “Ah! Siapa yang peduli?” Jing Wu menghela napas panjang. “Apa?!” “Sudah ah, aku mau tidur dulu,” kata Ming Yue sebelum merebahkan tubuhnya di ranjang, tampak tak peduli dengan kegelisahan yang ditimbulkannya. “Tunggu, itu ranjangku!” protes Jing Wu. “Sekarang sudah jadi ranjang

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 44 Pernikahan Ming Yue

    Jing Wu duduk di sebuah kursi kayu di dalam kamar Ming Yue, sementara Ming Yue duduk di tepi ranjangnya. Lampu minyak di atas meja kecil menerangi ruangan dengan cahaya temaram. Wajah Ming Yue tampak cerah saat mendengarkan kisah perjalanan Jing Wu yang telah berkelana bersama para Pertapa Shan."Jadi, kau benar-benar hidup bersama mereka di pegunungan?" tanya Ming Yue dengan mata berbinar. "Aku selalu penasaran seperti apa kehidupan mereka."Jing Wu tersenyum. "Ya, kehidupan di sana tenang, tapi tidak mudah. Setiap hari ada latihan, dan banyak peraturan yang harus ditaati. Namun, aku belajar banyak hal, termasuk teknik bertarung dan cara memahami dunia dengan lebih luas.""Lalu bagaimana dengan turnamen di Perguruan Teratai Putih? Aku mendengar berita tentang itu, tapi kedua kakakku tidak ada yang tertarik mengikutinya," ujar Ming Yue sambil menghela napas.Jing Wu mengangguk. "Turnamen itu cukup sengit. Banyak pendekar hebat yang datang dari berbagai perguruan. Aku bahkan hampir tid

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 43 Kota Qiangyan

    Jing Wu dan Yang Zhao berdiri di sudut perguruan Teratai Putih. Malam sudah larut, hanya cahaya lentera yang menggantung di beberapa sudut yang menerangi halaman luas perguruan. Jing Wu menatap tajam ke arah Yang Zhao. Ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya, dan ia tak ingin menunda lebih lama."Paman," ucapnya dengan suara dalam. "Aku ingin bertanya sesuatu. Sebenarnya, apa yang terjadi pada mendiang ayahku dahulu?"Yang Zhao terdiam. Ia menatap wajah pemuda itu, mengingat sosok sahabat lamanya dalam dirinya. Napasnya terasa berat saat ia harus membuka luka lama yang selama ini berusaha ia kubur."Kenapa kau ingin tahu?" tanyanya pelan."Aku selalu mendengar bisik-bisik tentang ayahku, tetapi tak seorang pun mau bercerita dengan jelas. Aku ingin tahu yang sebenarnya."Yang Zhao menarik napas panjang. "Baiklah, jika kau ingin mendengar kenyataan, aku akan mengatakannya." Matanya menerawang ke masa lalu. "Jing Huei, ayahmu, dan aku dahulu adalah sahabat. Kami bertemu ketika aku bela

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 42 Jing Wu VS Yang Zi

    "Astaga! Tuan Zheng Shen!" seru seorang tabib. Salah satu murid perempuan bahkan menutup mulutnya, ngeri melihat banyaknya darah yang dimuntahkan. Namun Jing Wu tetap tidak melepaskan tangannya. Ia menggertakkan giginya, menahan sakit yang mulai terasa di tubuhnya sendiri. "Aku belum selesai!" serunya. Liang Fu hendak menghentikannya, tapi tatapan Jing Wu yang penuh tekad membuatnya mengurungkan niat. Perlahan, Jing Wu menyalurkan lebih banyak tenaga dalamnya. Cahaya biru di tangannya semakin terang, berdenyut seperti api yang menyala-nyala. Zheng Shen kembali mengerang, tapi kali ini, urat-urat hitam di lehernya mulai memudar. Racun yang tadinya menyebar di sekujur tubuhnya perlahan surut. Namun, di sisi lain, tubuh Jing Wu mulai bergetar. Keringat bercucuran di dahinya, dan napasnya mulai berat. "Jing Wu!" panggil Liang Fu, khawatir. "Kau harus berhenti! Jika tidak, kau sendiri bisa mati!" Jing Wu terdiam beberapa saat. Ia tahu batasannya, tapi jika ia berhenti sek

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 41 Seribu Wajah dan Racun Pembunuh

    Di sisi lain, masih di arena turnamen. "Mei Ying... sebaiknya kamu menyerah saja?" suara Zheng Shen parau. Mei Ying menyeringai, matanya berkilat penuh kebencian. "Menyerah? Aku sudah menunggu momen ini bertahun-tahun, Zheng Shen. Hari ini, kau akan mati di tanganku!" Tiba-tiba, kepala Mei Ying bergerak seperti ular, mulutnya terbuka lebar, memperlihatkan taring yang beracun. Dalam sekejap, ia menerkam leher Zheng Shen dan menggigitnya dengan kecepatan mengerikan. "Aaaargh!" Zheng Shen menjerit kesakitan. Liang Fu, yang berdiri tak jauh, segera membaca mantra. Dari lantai arena, dahan pohon yang kuat mencuat ke atas, menembus lantai beton dengan kekuatan besar. Dahan itu menyambar kepala Mei Ying dan mendorongnya menjauh. Kepala Mei Ying yang semula menjulur seperti ular kembali ke posisi semula dengan cepat, seakan-akan ditarik oleh kekuatan tak kasatmata. Zheng Shen terengah-engah, tangannya masih menekan luka di lehernya. Wajahnya pucat pasi karena racun mulai menyebar d

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 40 Api Hitam yang Membakar Langit

    Bab X: Rahasia yang Terungkap Mei Ying mempererat lilitan kain di lengan Zheng Shen dengan tenaga dalamnya, membuat pria itu merasakan tekanan luar biasa di lengannya. Wajah Zheng Shen sedikit menegang, tetapi alih-alih panik, ia justru tersenyum tipis. Dengan tangan kirinya yang bebas, ia membentuk api berbentuk pisau dan menebaskannya ke arah kain yang melilitnya. Api itu membakar dan memutus kain dalam sekejap, membebaskan lengannya dari cengkeraman Mei Ying. Mei Ying terkekeh. Namun, suara tawa itu terdengar aneh—berlapis, seperti suara seorang pria yang berbicara melalui tubuh seorang wanita. "Benar-benar hebat," ujar Mei Ying, suaranya berubah lebih berat dan garang. "Tidak heran kau menjadi ketua Perguruan Teratai Putih." Zheng Shen mendecih, matanya menyipit penuh kecurigaan. "Jadi kau ternyata pria, dasar keparat!" Seketika, dari kegelapan muncul Zhang Zui, seorang pendekar kejam yang dikenal karena kebrutalannya. Ia memandang Zheng Shen dan berkata dengan nada san

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 39 Kegelapan di Tengah Turnamen

    Turnamen pendekar yang berlangsung di perguruan Teratai Putih mencapai puncaknya. Para pendekar terbaik dari berbagai aliran telah menunjukkan kemampuan mereka, dan suasana semakin memanas. Namun, sesuatu yang aneh mulai terjadi. Shu Zuu yang duduk di bangku penonton menoleh ke arah seorang wanita bercadar rumbai yang sejak tadi duduk dengan tenang di antara penonton. Tapi kini, sosok itu telah lenyap. “Di mana Mei Ying?” tanya Shu Zuu, suaranya penuh kewaspadaan. Yang Zhao yang berada di sampingnya ikut menoleh. Benar saja, kursi yang sebelumnya diduduki Mei Ying kini kosong. Namun sebelum mereka bisa mencerna apa yang sedang terjadi, tiba-tiba pandangan Yang Zhao mulai berputar-putar. Kepalanya terasa berat, dan seolah-olah seluruh dunia berputar dalam pusaran yang tak terlihat. “Argh…!” Yang Zhao tersungkur ke tanah. Shu Zuu segera menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Ia merasakan hawa aneh yang menyebar di sekelilingnya, seperti kabut tipis yang tak terlihat. Lalu, ta

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 38 Bayang-Bayang Masa Lalu

    Jing Wu berlari secepat mungkin menuju ruang perawatan di perguruan Teratai Putih. Napasnya tersengal, dadanya naik turun, dan keringat mulai mengalir di pelipisnya. Ia baru saja mendengar kabar bahwa Dong Hai terluka parah dalam pertandingan sebelumnya. Saat tiba di ruangan itu, matanya langsung tertuju pada sosok Dong Hai yang terbaring lemah di atas dipan kayu. Wajahnya pucat, napasnya tersengal, dan tubuhnya tampak kehabisan tenaga. Di sisinya, Shu Zuu duduk bersimpuh dengan satu tangan menempel di dada Dong Hai, menyalurkan tenaga dalamnya dengan penuh konsentrasi. Cahaya lembut mengalir dari telapak tangannya, menyelimuti tubuh pemuda itu. Setelah beberapa saat, Shu Zuu menarik tangannya dan menghela napas panjang. Ia menyeka keringat di dahinya dengan lengan bajunya. “Bibi Zuu, apakah Dong Hai baik-baik saja?” tanya Jing Wu dengan nada penuh kekhawatiran. Shu Zuu menatapnya sejenak sebelum menjawab dengan raut wajah serius, “Kondisi Dong Hai benar-benar serius. Ia mengalami

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status