Beranda / Pendekar / Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis / Bab 6 Si Cantik Pandai Pedang

Share

Bab 6 Si Cantik Pandai Pedang

Penulis: J Shara
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-25 18:12:24

"Hajar dia!" perintah pria paruh baya itu pada ketiga pria bertubuh besar.

Salah satu pria itu pun maju menyerang Jing Wu namun Jing dengan gesit mampu menghindari serangan. Pria itu pun malah menambrak pohon besar. Kali ini satu pria maju dan hendak menyergap Jing Wu, tapi lagi-lagi Jing Wu mampu menghindari serangan pria itu.

"Hehehe, anak muda kau mungkin bisa menghindari serangan kedua temanku tapi kau tidak mungkin menghindari serangan pisau bisa kobraku ini."

"Itu beracun?" tanya Jing Wu.

Pria itu tidak menjawab Jing Wu, namun ia tiba-tiba maju dengan gerakan yang gesit. Jing Wu menghindari setiap serangan pria itu dan tiba-tiba ia menotok pergelangan tangan pria itu sehingga menjadi kaku dan pisau itu pun jatuh.

Jing Wu lalu berbalik menatap pria paruh baya itu. "Kau mau juga?"

pria itu tampak ketakutan lalu ia berbalik dan berlari terbirit-birit. Jing Wu lalu meninggalkan ketiga pria itu dan sampai ke suatu pondok, ia istirahat sebentar, memakan bakpao yang ia beli di kota dan minum secukupnya. Ia pun tertidur hingga tak terasa malam tiba.

Sriiiing.

Tiba-tiba Jing Wu terbangun karena mendengar suara dari arah luar. Ia pun mengintip ke arah jandela dan dari kejauhan ia melihat seseorang sedang berlatih dengan kedua pedangnya.

Jing Wu penasaran dengan jurus orang tersebut. Ia pun keluar dari pondok itu dan berjalan mengendap-ngendap. Alangkah terkesimaknya saat ia melihat gerangan yang sedang bermain dua pedangnya dengan gerakan yang indah di bawah bulan purnama.

Ternyata seorang gadis muda yang cantik dengan pakaian serba putih dan tampak bagus.

Jing Wu terus memandang permainan pedang gadis itu hingga tiba-tiba saja gadis itu melempar salah satu pedangnya ke arah Jing Wu.

Jing Wu terkejut bukan main sampai tak bersuara. Untung saja pedang gadis itu hanya menancap ke pohon yang berada di samping belakang Jing Wu. Gadis itu lalu berloncat dengan cepat dan kini ia duduk setengah jongkok di batu besar, tempat Jing Wu bersembunyi, sambil mengacungkan pedangnya ke leher Jing Wu.

"Sedang apa bocah sepertimu main-main di sini?" tanyanya tajam sambil melemparkan tatapan dingin.

Gadis itu cantik tapi ia terlihat dingin dan kejam.

"A-aku ...."

"Ho ... kelihatannya kau dari daerah lain," kata gadis itu setelah memperhatikan penampilan Jing Wu yang hanya memakai pakaian dengan kain yang sangat sederhana bahkan kain yang sudah tak dijual di mana-mana.

"Ya, aku dari lembah iblis, kebetulan aku sedang ...."

"Kau dari lembah iblis?"

Gadis itu tampak tiba-tiba murka begitu mendengar lembah iblis dan Jing Wu langsung bergerak dengan jurus gerakan angin ke belakang dengan cepat. Hampir saja pedang gadis itu menusuk kerongkongan Jing Wu.

"Hei, tunggu dulu!" seru Jing Wu, "kau tidak perlu marah begitu!"

Gadis itu mengambil satu pedangnya yang tertancap di pohon kemudian dengan cepat ia bergerak menyerang Jing Wu. Jing Wu kesulitan menghindari gadis itu karena gerakan gadis itu begitu lincah.

"Kau adalah bagian dari sepuluh iblis dan harus kubunuh!" kata gadis itu. Ia lalu berloncat dan terus menyerang Jing Wu, bahkan ia mengeluarkan jurus seribu mata pedang ke arah Jing Wu.

Jing Wu mulai kewalahan menghadapi gadis itu. "Cih, kalau begini terus tak ada jalan lain!"

Jing Wu kemudian berloncat dan menepuk bahu gadis itu dan tiba-tiba gadis itu tercekat kemudian berteriak histeris, seperti melihat sesuatu hal yang begitu menyeramkan dalam hidupnya. Gadis itu pun rubuh ke tanah.

"Sepertinya hipnotis bibi Hermi berhasil," gumam Jing Wu, "tapi maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk mencelakaimu tapi aku harus pergi!"

Jing Wu mengangkat gadis itu dan mengamankannya di dalam pondok. Jing Wu lalu berlari cepat meninggalkan gadis itu tergeletak di sana.

***

Tidak terasa Jing Wu kini sampai di suatu kota kecil, tapi sepertinya aura kota itu cukup mencekam. Ia berjalan dan tempat paling ramai di sana adalah kedai minum tuak.

Jing Wu singgah di suatu kedai yang cukup sederhana. Ia masih punya banyak uang untuk membeli makanan beberapa hari ke depan. Ia lalu singgah ke kedai itu.

"Tuan, mau pesan apa?" tanya pelayan itu.

"Semangkuk sup, nasi dan air putih biasa," jawab Jing Wu.

"Tuaknya, Tuan? Kami punya tuak terbaik di kota ini."

"Tidak," sahut Jing Wu cepat.

Setelah makanannya datang, Jing Wu pun menyantap makanannya dengan lahap. Perjalanan seharian benar-benar membuatnya sangat kelaparan.

"Dasar Kakek-kakek! Kau sudah semalaman di sini, masih tidak mau pulang?" teriak seorang pria kepada seorang kakek yang tersungkur mabuk di meja.

"Aku masih mau minum ... hik," ucap kakek itu.

"Aku sudah sabar memberimu minuman gratis di sini!" teriaknya sambil mencengkeram bagian depan kerah baju sang kakek yang tampak lusuh.

Jing Wu sepertinya tak tega melihat kakek tua itu diperlakukan seperti demikian. Ia pun bangkit dan mengeluarkan beberapa koin uang.

"Maaf, Tuan. Biar aku yang bayar minuman kakek ini," kata Jing Wu.

Pria bertubuh tinggi yang ternyata pemilik kedai itu pun mengambil koin itu dengan cemberut. "Huh, asal kau tahu saja anak muda, kakek ini sering seperti ini!" Ia lalu berbalik dan kembali ke dalam.

Jing Wu lalu memperhatikan sang kakek, kasihan juga karena kakek itu mabuk sampai ambruk tak bisa bangun. Jing Wu lalu memopoh kakek tua itu.

"Kakek, biar aku antar ke pondokmu!" kata Jing Wu pada kakek itu namun kakek itu hanya diam, seperti tertidur.

Jing Wu lalu berjalan sambil memapah sang kakek. "Kakek di mana rumah Kakek?"

"Di kuil ...."

Jing Wu pun bertanya-tanya ke beberapa warga letak kuil di kota itu. Berdasarkan petunjuk dari warga, Jing Wu pun menuju kuil. Alangkah terkejutnya Jing Wu melihat kondisi kuil yang tampaknya tak layak untuk dipakai beribadah.

Saat Jing Wu memasuki kuil itu, lantainya amat berdebu. Jing Wu lalu membawa kakek itu di suatu ruangan dan menggeletakkannya di sana. Setelah itu, Jing Wu membereskan kotoran di kuil itu.

Setelah beres-beres, Jing Wu keluar dan tiba-tiba muncul seorang pria bertubuh besar, dengan rambut sebahu yang disisir rapi ke belakang, bersama kedua harimaunya. Pria itu tampak begitu marah.

"Apa kau murid Guru Han?" tanya pria itu begitu lancang.

"Guru Han?" Jing Wu malah balik bertanya, tidak mengenali siapa yang dimaksud pria itu.

Pria itu tiba-tiba menyerang Jing Wu dengan tapaknya dengan gerakan yang cepat. Jing Wu yang kalah gesit pun terkena jurus pria itu secara telak hingga ia terlempar dan menubruk dahan pohon besar. Darah kemudian keluar dari mulut Jing Wu.

"Huh, Guru Han ternyata mempunyai murid yang payah ternyata!" teriak pria itu kemudian pria itu berbalik dan pergi dari sana.

Jing Wu sendiri kondisinya cukup parah. Ia merasakan tulang dadanya remuk karena jurus tapak pria itu dan pandangannya kabur. Ia tidak salah lagi, jurus itu adalah tapak penghancur!

-TBC-

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 7 Guru Han

    Entah sudah berapa lama Jing Wu terbaring, pria itu akhirnya sadar. Saat ia membuka matanya, pandangannya agak kabur karena masih brradaptasi. Namun, perlahan penglihatannya makin jelas dan ia berada di suatu ruangan, di atas futon sederhana. Tiba-tiba Jing Wu merasa nyeri di bagian dadanya. Ia kemudian mengingat kejadian ia diserang seorang pria bertubuh kekar di halaman kuil. Jing Wu meraba dadanya, memang masih nyeri tapi rasa sakitnya berkurang drastis, seperti ada yang telah menyalurkan tenaga dalam yang dahsyat di tubuhnya. "Kau sudah siuman?" Jing Wu langsung menoleh ke arah pintu dan kakek pemabuk bersuara cempreng itu berdiri di sana. Jing Wu hendak bangkit dari futon namun dadanya lebih terasa nyeri saat ia bangun. "Hati-hati anak muda, lukamu belum sembuh betul!" kata kakek itu. "Pria itu ...," ucap Jing Wu dengan bibir bergetar, "siapa dia?" tanyanya, "dia mencari Guru Han." "Hadeuh ... anak itu memang keras kepala," kata sang kakek, "padahal aku sudah lama mengusir

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-25
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 8 Jurus Satu Jari

    Guru Han memandang prihatin dengan luka di punggung Jing Wu. Jika saja Jing Wu telat bergerak sedikit saja, mungkin punggungnya habis tercabik habis oleh beruang itu. Guru Han terus menyalurkan tenaga dalamnya hingga luka itu terasa lebih mendingan. Tapi, sepertinya Jing Wu mulai demam. "Xiao Wu, kau perlu istirahat malam ini!" kata guru Han, "besok kita mulai latihan jurus satu jari!" Jing Wu yang mendengar ucapan terakhir guru Han langsung terkejut. "Besok, kita bela- aduh ...." Saking semangatnya, Jing Wu sampai lupa akan lukanya. "Jangan terlalu banyak bergerak! Lukamu belum sembuh betul." Jing Wu tampak amat senang. "Baik, Guru!" Guru Han tersenyum tipis sebelum keluar dari kamar Jing Wu. *** Pagi-pagi buta, Jing Wu bangun dan ia langsung membereskan semuanya. Ia mencuci piring dan baju kotor serta membersihkan kuil dan halamannya. Dengan semangat ia lalu mendatangi guru Han yang tampak sedang bermeditasi di dalam kuil. "Guru, ayo kita latihan jurus satu jari!" Jing Wu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-25
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 9 Pertarungan Kedua Murid

    Jing Wu langsung memasang kuda-kuda saat beruang itu meraung begitu melihat Jing Wu. Dan Alangkah terkejutnya Jing Wu saat beruang itu bergerak cepat menyerangnya. Segera Jing Wu menghindar dengan jurus gerakan angin. Jing Wu teringat, ia harus mencoba jurus satu jari ke beruang itu. Beruang itu meraung lalu ia maju menyerang Jing Wu. Jing Wu meloncat melewati beruang, berpindah ke belakang beruang itu dan menyentuhkan ujung jarinya ke punggung sang beruang. Beruang pun terpental jauh dan kesadarannya hilang. Tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan dari arah pohon. Jing Wu menoleh dan itu adalah guru Han. "Guru, aku bisa menguasai jurus satu jari!" seru Jing Wu. Guru Han lalu berloncat dan mendarat tepat di hadapan Jing Wu. "Jing Wu, aku memberimu selamat karena kau telah menguasai jurus satu jari, tapi ... kau belajar dari siapa jurus gerakan angin itu?" Jing Wu terdiam, tak bisa berkata apa-apa. "Apa kau ini murid dari iblis?" tanya guru Han serius. *** "Jadi, selama

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 10 Istana Peri

    "Maaf, Jing Wu. Aku tidak bisa mengajarimu jurus tapak penghancur," kata guru Han saat Jing Wu memohon kepadanya untuk belajar jurus tapak penghancur padanya. "Kenapa, Guru?" Guru Han menghela napas. "Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak menggunakan jurus itu. Jika kau mau belajar jurus itu, kau bisa mencari Yang Zhao atau biksu terkenal dari kuil langit bernama Dharma." "Dharma?" "Ya, Dharma menguasai level sembilan tapak penghancur tapi lebih baik kau tidak bertemu dengannya karena dia tidak akan membiarkanmu menguasai jurus itu." "Kenapa begitu, Guru?" "Baiklah, akan aku ceritakan. Dharma dan Yang Zhao, keduanya adalah murid dari kuil langit. Sayangnya, karena perbedaan pandangan mereka menjadi tidak akur. Terakhir, mereka bertarung begitu dahsyat, Yang Zhao sampai melepas level sepuluh tapak penghancur miliknya dan menyebabkan kekalahan pada kuil langit. Walaupun Dharma maupun Yang Zhao selamat saat pertarungan itu namun mereka tak pernah lagi bertemu. Da

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 11 Kesepakatan

    Ming Yue langsung keluar dari ruangan itu setelah kakaknya, Ming Yuan, melarangnya ikut dalam rombongan. "Kau seharusnya tidak perlu terlalu keras dengan Ming Yue," kata sang pria muda. Ia bernama Ming Fen." "Kau tidak tahu informasi apa yang aku dapatkan!" kata Ming Yuan, "kau tahu, setan Rimba sedang dalam perjalanan menuju barat dan sepertinya dia akan menyerang saat pertemuan dewan persatuan para pendekar sedunia." "Be-benarkah?" "Ya, kau tahu sendiri. Setan Rimba dan para iblis tak diundang dalam pertemuan itu. Para iblis tak melakukan pergerakan apa pun, sepertinya mereka memang tak peduli. Tapi, Setan Rimba, ia akan melalukan keonaran!" Ming Fen tampak berpikir. "Benar juga ...." "Jadi, besok kita akan berangkat untuk berkumpul dengan para dewan. Kita harus bersiap-siap!" "Tapi, bagaimana dengan Ming Yue?" tanya Ming Fen khawatir. "Biarkan saja anak itu di sini!" kata Ming Yuan, "dia akan menyusahkan kita di sana!" Diam-diam Ming Yue mendengar percakapan kedua kakaknya

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 12 Pria Cantik

    "Aku yakin dia itu sebenarnya wanita. Sebagai pria normal, aku ini bisa membedakan mana pria mana wanita," ucap Jing Wu pada Ming Yue sambil berjalan menelusuri hutan. "Huh, jelas-jelas dia itu pria!" Ming Yue bersikeras berpendapat. Kini mereka berada dalam persimpangan jalan. "Jing Wu, kita belok mana?" "A ...." Jing Wu tampak berpikir. "Kamu sebenarnya tahu tempatnya tidak sih?" Ming Yue jadi curiga pada Jing Wu. "Te-tentu saja aku tahu," kelit Jing Wu sok tahu. "Huh, yang mana?" "Belok sini ... ya, belok sini!" "Yakin? Awas kau ya!" Ming Yue hendak melangkahkan kakinya namun tiba-tiba ia menghentikan langkahnya hingga Jing Wu menabraknya. Ming Yue bisa merasakan ada kawanan penjahat bersembunyi di sekitar mereka. "Ada apa?" tanya Jing Wu pada Ming Yue. "Keluar kalian!" sergah Ming Yue dengan suara lantang. Kawanan penjahat, termasuk dua preman di kota sebelumnya tadi keluar dari persembunyian mereka. Kalau dihitung-hitung, jumlah mereka ada delapan! Min

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 13 Kedatangan Setan Rimba

    Sementara di kediaman Li Shuwan, hampir seluruh para pendekar hebat di penjuru dunia kini hadir. Dan tentu saja, kedua bersaudara dari keluarga Ming juga baru tiba dari sana. Ming Yuan dan Ming Fen masuk di kediaman itu dan langsung disambut baik oleh para anggota keluarga Li. "Maafkan keterlambatan kami," kata Ming Fen. "Ada apa Ming Fen?" tanya Li Suwhan, "tidak biasanya anggota keluarga Ming datang agak telat." "Sebenarnya ... kami sangat berjaga-jaga saat menuju ke mari karena kami mendengar Setan Rimba juga menuju ke sini!" kata Ming Yuan. "Setan Rimba? Mau apa dia?" tanya Li Shuwan. Para pendekar lainnya terkejut mendengar nama Setan Rimba. "Entahlah, tapi dari mata-mata yang aku kirim, dia sedang bersiap-siap menuju ke sini," lanjut Ming Yuan. Li Shuwan tampak berpikir. "Apakah dia ingin ikut serta dalam pertemuan para dewan?" "Ah, tidak mungkin!" sergah seorang pendekar yang mengenakan pakaian serba putih dengan rambut putih yang panjang bagai elf. "Setan Rim

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 14 Tertangkap

    Mata Jing Wu tiba-tiba terbuka, ia terkejut karena ia mendapati dirinya di sungai yang dangkal. Ia mencoba bangun namun tubuhnya terasa sangat sakit. Sepertinya ia belum lama siuman dan ia harus bergegas sebelum para pendekar itu menuju ke sungai dan mendapatinya. Tiba-tiba Jing Wu teringat oleh Ming Yue. Ia mengedarkan pandangannya, seharusnya gadis itu tak jauh darinya. Jing Wu berusaha berjalan, mencari sosok Ming Yue dan benar saja gadis itu tersungkur di tanah dalam keadaan tak sadar. "Ming Yue ...," panggil Jing Wu dengan suara rendah sambil memegang pipi Ming Yue. Namun, gadis itu tak juga sadarkan diri. Jing Wu pun mengangkat gadis itu dan segera membawanya pergi dari sana sebelum para pendekar di atas sana menemukan mereka. Entah sudah berapa lama Jing Wu membopong Ming Yue untuk menjauh dari sungai, Jing Wu pun menemukan pondok kecil dan masuk ke sana. Jing Wu lalu meletakkan Ming Yue di atas jerami lalu menyembuhkan dirinya dengan tenaga dalamnya. Setelah ia mulai p

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-28

Bab terbaru

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 46 Misteri Jasad Jing Huei

    Keluar kalian! Kedua orang berjubah hitam muncul di depan Jing Wu dan Ming Yue. Ming Yue terkejut karena ia tak pernah melihat kedua pendekar itu sebelumnya. Salah satunya memiliki kulit pucat dan tampak tak bersemangat, sementara yang satunya lagi memegang kipas kertas di tangannya. Jing Wu tampak serius, terutama karena Ming Yue berada di sampingnya dan harus ia lindungi. "Siapa kalian?" tanya Jing Wu lantang. Pria yang memegang kipas itu terkekeh. "Julukanku adalah Kipas Kematian, dan temanku ini disebut Si Mayat Hidup." Jing Wu mengernyit. Jubah yang mereka kenakan tampak familiar. Sama dengan yang dikenakan oleh Zhang Zui dan Bataar saat pertama kali ia bertemu mereka. Apakah mereka berasal dari organisasi yang sama? Tiba-tiba, Kipas Kematian mengayunkan kipasnya ke arah Jing Wu, dan seketika hembusan angin yang sangat kuat menyerang Jing Wu dan Ming Yue. Beruntung, Jing Wu gesit. Ia segera melindungi Ming Yue dan menciptakan perisai angin yang lebih kuat. "Huh, ternyata go

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 45 Pertemuan Tak Terduga

    Ming Yue!” teriak Jing Wu begitu melihat gadis itu duduk di ranjangnya, mengayun-ayunkan kakinya dengan santai. “Kenapa kau ada di sini?!” Ming Yue menatapnya dengan senyum penuh arti. “Ya... kenapa ya...?” sahutnya dengan nada menggoda. Jing Wu mengerutkan kening, masih belum percaya dengan pemandangan di depannya. “Kemarin bukannya seharusnya kau menikah? Lalu kenapa kau malah ada di sini?!” Wajah Ming Yue seketika cemberut. “Siapa juga yang mau menikah?” jawabnya kesal. “Tapi... bagaimana dengan calon suamimu itu? Kau meninggalkannya saat upacara pernikahan kalian. Dia pasti kecewa,” lanjut Jing Wu dengan nada lebih pelan. Ming Yue mengebaskan tangannya seolah mengusir masalah itu jauh-jauh. “Ah! Siapa yang peduli?” Jing Wu menghela napas panjang. “Apa?!” “Sudah ah, aku mau tidur dulu,” kata Ming Yue sebelum merebahkan tubuhnya di ranjang, tampak tak peduli dengan kegelisahan yang ditimbulkannya. “Tunggu, itu ranjangku!” protes Jing Wu. “Sekarang sudah jadi ranjang

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 44 Pernikahan Ming Yue

    Jing Wu duduk di sebuah kursi kayu di dalam kamar Ming Yue, sementara Ming Yue duduk di tepi ranjangnya. Lampu minyak di atas meja kecil menerangi ruangan dengan cahaya temaram. Wajah Ming Yue tampak cerah saat mendengarkan kisah perjalanan Jing Wu yang telah berkelana bersama para Pertapa Shan."Jadi, kau benar-benar hidup bersama mereka di pegunungan?" tanya Ming Yue dengan mata berbinar. "Aku selalu penasaran seperti apa kehidupan mereka."Jing Wu tersenyum. "Ya, kehidupan di sana tenang, tapi tidak mudah. Setiap hari ada latihan, dan banyak peraturan yang harus ditaati. Namun, aku belajar banyak hal, termasuk teknik bertarung dan cara memahami dunia dengan lebih luas.""Lalu bagaimana dengan turnamen di Perguruan Teratai Putih? Aku mendengar berita tentang itu, tapi kedua kakakku tidak ada yang tertarik mengikutinya," ujar Ming Yue sambil menghela napas.Jing Wu mengangguk. "Turnamen itu cukup sengit. Banyak pendekar hebat yang datang dari berbagai perguruan. Aku bahkan hampir tid

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 43 Kota Qiangyan

    Jing Wu dan Yang Zhao berdiri di sudut perguruan Teratai Putih. Malam sudah larut, hanya cahaya lentera yang menggantung di beberapa sudut yang menerangi halaman luas perguruan. Jing Wu menatap tajam ke arah Yang Zhao. Ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya, dan ia tak ingin menunda lebih lama."Paman," ucapnya dengan suara dalam. "Aku ingin bertanya sesuatu. Sebenarnya, apa yang terjadi pada mendiang ayahku dahulu?"Yang Zhao terdiam. Ia menatap wajah pemuda itu, mengingat sosok sahabat lamanya dalam dirinya. Napasnya terasa berat saat ia harus membuka luka lama yang selama ini berusaha ia kubur."Kenapa kau ingin tahu?" tanyanya pelan."Aku selalu mendengar bisik-bisik tentang ayahku, tetapi tak seorang pun mau bercerita dengan jelas. Aku ingin tahu yang sebenarnya."Yang Zhao menarik napas panjang. "Baiklah, jika kau ingin mendengar kenyataan, aku akan mengatakannya." Matanya menerawang ke masa lalu. "Jing Huei, ayahmu, dan aku dahulu adalah sahabat. Kami bertemu ketika aku bela

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 42 Jing Wu VS Yang Zi

    "Astaga! Tuan Zheng Shen!" seru seorang tabib. Salah satu murid perempuan bahkan menutup mulutnya, ngeri melihat banyaknya darah yang dimuntahkan. Namun Jing Wu tetap tidak melepaskan tangannya. Ia menggertakkan giginya, menahan sakit yang mulai terasa di tubuhnya sendiri. "Aku belum selesai!" serunya. Liang Fu hendak menghentikannya, tapi tatapan Jing Wu yang penuh tekad membuatnya mengurungkan niat. Perlahan, Jing Wu menyalurkan lebih banyak tenaga dalamnya. Cahaya biru di tangannya semakin terang, berdenyut seperti api yang menyala-nyala. Zheng Shen kembali mengerang, tapi kali ini, urat-urat hitam di lehernya mulai memudar. Racun yang tadinya menyebar di sekujur tubuhnya perlahan surut. Namun, di sisi lain, tubuh Jing Wu mulai bergetar. Keringat bercucuran di dahinya, dan napasnya mulai berat. "Jing Wu!" panggil Liang Fu, khawatir. "Kau harus berhenti! Jika tidak, kau sendiri bisa mati!" Jing Wu terdiam beberapa saat. Ia tahu batasannya, tapi jika ia berhenti sek

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 41 Seribu Wajah dan Racun Pembunuh

    Di sisi lain, masih di arena turnamen. "Mei Ying... sebaiknya kamu menyerah saja?" suara Zheng Shen parau. Mei Ying menyeringai, matanya berkilat penuh kebencian. "Menyerah? Aku sudah menunggu momen ini bertahun-tahun, Zheng Shen. Hari ini, kau akan mati di tanganku!" Tiba-tiba, kepala Mei Ying bergerak seperti ular, mulutnya terbuka lebar, memperlihatkan taring yang beracun. Dalam sekejap, ia menerkam leher Zheng Shen dan menggigitnya dengan kecepatan mengerikan. "Aaaargh!" Zheng Shen menjerit kesakitan. Liang Fu, yang berdiri tak jauh, segera membaca mantra. Dari lantai arena, dahan pohon yang kuat mencuat ke atas, menembus lantai beton dengan kekuatan besar. Dahan itu menyambar kepala Mei Ying dan mendorongnya menjauh. Kepala Mei Ying yang semula menjulur seperti ular kembali ke posisi semula dengan cepat, seakan-akan ditarik oleh kekuatan tak kasatmata. Zheng Shen terengah-engah, tangannya masih menekan luka di lehernya. Wajahnya pucat pasi karena racun mulai menyebar d

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 40 Api Hitam yang Membakar Langit

    Bab X: Rahasia yang Terungkap Mei Ying mempererat lilitan kain di lengan Zheng Shen dengan tenaga dalamnya, membuat pria itu merasakan tekanan luar biasa di lengannya. Wajah Zheng Shen sedikit menegang, tetapi alih-alih panik, ia justru tersenyum tipis. Dengan tangan kirinya yang bebas, ia membentuk api berbentuk pisau dan menebaskannya ke arah kain yang melilitnya. Api itu membakar dan memutus kain dalam sekejap, membebaskan lengannya dari cengkeraman Mei Ying. Mei Ying terkekeh. Namun, suara tawa itu terdengar aneh—berlapis, seperti suara seorang pria yang berbicara melalui tubuh seorang wanita. "Benar-benar hebat," ujar Mei Ying, suaranya berubah lebih berat dan garang. "Tidak heran kau menjadi ketua Perguruan Teratai Putih." Zheng Shen mendecih, matanya menyipit penuh kecurigaan. "Jadi kau ternyata pria, dasar keparat!" Seketika, dari kegelapan muncul Zhang Zui, seorang pendekar kejam yang dikenal karena kebrutalannya. Ia memandang Zheng Shen dan berkata dengan nada san

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 39 Kegelapan di Tengah Turnamen

    Turnamen pendekar yang berlangsung di perguruan Teratai Putih mencapai puncaknya. Para pendekar terbaik dari berbagai aliran telah menunjukkan kemampuan mereka, dan suasana semakin memanas. Namun, sesuatu yang aneh mulai terjadi. Shu Zuu yang duduk di bangku penonton menoleh ke arah seorang wanita bercadar rumbai yang sejak tadi duduk dengan tenang di antara penonton. Tapi kini, sosok itu telah lenyap. “Di mana Mei Ying?” tanya Shu Zuu, suaranya penuh kewaspadaan. Yang Zhao yang berada di sampingnya ikut menoleh. Benar saja, kursi yang sebelumnya diduduki Mei Ying kini kosong. Namun sebelum mereka bisa mencerna apa yang sedang terjadi, tiba-tiba pandangan Yang Zhao mulai berputar-putar. Kepalanya terasa berat, dan seolah-olah seluruh dunia berputar dalam pusaran yang tak terlihat. “Argh…!” Yang Zhao tersungkur ke tanah. Shu Zuu segera menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Ia merasakan hawa aneh yang menyebar di sekelilingnya, seperti kabut tipis yang tak terlihat. Lalu, ta

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 38 Bayang-Bayang Masa Lalu

    Jing Wu berlari secepat mungkin menuju ruang perawatan di perguruan Teratai Putih. Napasnya tersengal, dadanya naik turun, dan keringat mulai mengalir di pelipisnya. Ia baru saja mendengar kabar bahwa Dong Hai terluka parah dalam pertandingan sebelumnya. Saat tiba di ruangan itu, matanya langsung tertuju pada sosok Dong Hai yang terbaring lemah di atas dipan kayu. Wajahnya pucat, napasnya tersengal, dan tubuhnya tampak kehabisan tenaga. Di sisinya, Shu Zuu duduk bersimpuh dengan satu tangan menempel di dada Dong Hai, menyalurkan tenaga dalamnya dengan penuh konsentrasi. Cahaya lembut mengalir dari telapak tangannya, menyelimuti tubuh pemuda itu. Setelah beberapa saat, Shu Zuu menarik tangannya dan menghela napas panjang. Ia menyeka keringat di dahinya dengan lengan bajunya. “Bibi Zuu, apakah Dong Hai baik-baik saja?” tanya Jing Wu dengan nada penuh kekhawatiran. Shu Zuu menatapnya sejenak sebelum menjawab dengan raut wajah serius, “Kondisi Dong Hai benar-benar serius. Ia mengalami

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status