Pagi-pagi sekali Surya Yudha sudah bangun, ini adalah hari pertamanya menjadi anggota Padepokan Raga Geni dan dia sangat bersemangat. Dia menoleh dan melihat Sakra masih terlelap di tempat tidur, Surya Yudha tidak memiliki niat untuk membangunkannya. Dia langsung pergi ke sumur untuk mandi. Dengan petunjuk beberapa orang, akhirnya Surya Yudha sampai di sumur. Meski disebut sumur, tetapi apa yang Surya Yudha lihat lebih cocok disebut kolam karena ukurannya sangat besar. Di sekitar tempat tersebut, tumbuh tanaman yang daunnya mirip seperti daun teh, tetapi Surya Yudha yakin jika ini bukanlah jenis teh yang bisa diminum. Sepertinya sengaja ditanam sebagai pagar keliling tempat itu. Wajah Surya Yudha bersinar saat membayangkan betapa segarnya mandi air dingin di tengah hawa panas yang melanda puncak gunung Agni. Dengan semangat dia melepas ikat kepalanya dan meraih batok kelapa yang biasa digunakan untuk menciduk air. Byur!"Arghhh!" Surya Yudha berjingkat ketika merasakan kepalany
Hari ini Ndaru benar-benar menginjak harga diri Surya Yudha. Tidak hanya menghancurkan Surya Yudha, Ndaru juga menghancurkan Sakra. Begitu Ndaru pergi, Surya Yudha menghampiri Sakra. Dia mengeluarkan dua botol pil, satu untuknya dan satu untuk Sakra. "Sakra, sepertinya kau harus menjauhi diriku mulai sekarang," ucap Surya Yudha seraya memberikan pil untuk Sakra. "Apa karena aku terlalu lemah?" tanya Sakra tampak kecewa. Surya Yudha pun menggeleng. "Tidak, bukan karena itu, aku hanya mengkhawatirkanmu.""Aku sudah bilang, aku bahkan rela mengorbankan nyawa." "Namun, aku tidak bisa membiarkan orang lain berkorban begitu saja. Jika aku mati di tangan Ndaru, setidaknya kau harus hidup untuk mengadukan hal ini kepada eyangku.""Kau tidak akan mati dengan mudah.""Siapa yang tahu?" Sakra tidak membalas ucapan Surya Yudha, mengingat bagaimana reaksi pemuda itu saat kemarin dia melakukan penolakan. Tanpa Sakra sadari, tangan kanannya yang terkulai lemas kini mulai kokoh bahkan bisa dig
Seorang pemuda yang berusia tiga puluhan tahun menyambut kedatangan Surya Yudha dan Sakra. Sakra segera memberikan senyuman ramah dan sedikit membungkuk. Saat menyadari jika Surya Yudha masih berdiri tegap dengan wajah kakunya, Sakra mencolek tangan Surya Yudha. Sadar akan isyarat yang diberikan temannya itu, Surya Yudha segera tersenyum dan sedikit membungkuk. "Ada yang bisa aku bantu?" tanya pemuda itu dengan antusias. Dia mulai mengamati Surya Yudha dan Sakra yang belum memberikan jawaban. "Apa kalian anggota baru?" "Benar, kami anggota baru.""Ah begitu rupanya. Ikuti aku, kalian pasti sedang mencari Tetua Pembimbing, kan?" tanya pemuda itu. Tanpa menunggu jawaban, pemuda itu berbalik dan berjalan. Surya Yudha dan Sakra mengikutinya. Mereka menuju sebuah ruangan yang tampak seperti perpustakaan karena ada banyak rak yang dipenuhi buku berjejer di tempat itu. "Kalian bisa memanggilku Rama. Aku hanya berapa tahun lebih tua dari kalian, jadi panggil saja Rama.""Baiklah." Sur
Surya Yudha masih mengamati kitab di tangannya dengan saksama. Kitab ini begitu tebal, tetapi terasa sangat ringan saat dia pegang seolah kitab tersebut merupakan bagian tubuhnya. "Surya, aku tahu kau adalah pemuda yang cerdas, pelajari kitab tersebut seorang diri." Ki Joko membuka pintu sebuah ruangan. "Di tempat ini kau bisa berlatih dengan lebih tenang.""Terima kasih, Guru. Maaf telah merepotkanmu." Surya Yudha berkata dengan membungkuk dalam. "Kau adalah muridku, maka aku harus memberikan yang terbaik untukmu."Surya Yudha masuk ke ruangan tersebut dan merasakan sesuatu yang berbeda di tempat ini. Suhu di tempat ini cenderung dingin, membuat senyum Surya Yudha merekah seketika. Ini adalah tempat paling nyaman yang dia kunjungi selama seminggu terakhir. Ki Joko menutup pintu ruangan itu dari luar, membiarkan Surya Yudha berada di dalam ruangan tersebut sendirian. Surya Yudha mengedarkan pandangannya. Tidak ada barang perlengkapan sehari-hari di tempat itu, ruangan itu benar-be
Surya Yudha menutup matanya. Dia bisa membayangkan bagaimana cara menyerap kekuatan alam menjadi kekuatannya. "Surya, kau bisa melihat untaian benang yang tersebar? Seraplah sebisamu."Meski matanya tertutup, Surya Yudha bisa melihat untaian benang berwarna hijau dan kuning di sekelilingnya. Benang-benang tersebut tersebar di segala arah dan perlahan mendekati tubuh Surya Yudha. Pemuda itu merasakan energi seperti sambaran petir menyelimuti tubuhnya. Kulitnya seolah sedang diiris-iris dengan pisau tumpul. Satu demi satu untaian benang itu masuk ke dalam tubuh Surya Yudha, menyatu ke dalam aliran darah dan menyusuri tubuh pemuda itu hingga berhenti ketika tiba di pusar pemuda itu. Surya Yudha merasakan ada energi besar yang mencoba mendobrak paksa cakra miliknya. Oh, salah!Energi tersebut tidak mendobrak paksa cakra milik Surya Yudha, tetapi sesuatu yang terletak di belakang cakra. Krek ... krek ... krek!Dinding yang membatasi benda tersebut pecah, untaian benang yang awalnya b
"Bedebah sialan! Aku Ndaru, menantangmu dalam sebuah pertandingan yang sah!"Kalimat tersebut seperti petir di telinga Surya Yudha dan Sakra. Surya Yudha memang merasakan kekuatannya meningkat, tetapi dia tidak tahu sejauh apa perkembangannya. Untuk Sakra sendiri, dia tidak tahu apakah Cakra milik Surya Yudha masih tersegel atau tidak. Jika masih tersegel, maka tantangan yang Ndaru berikan merupakan pertanda akhir kehidupan sahabatnya.Ketika Surya Yudha sedang berada dalam dilema besar, tiba-tiba suara Baiji menggema di pikirannya. ["Kau tidak akan mati di tangan pemuda itu, Surya. Jikapun kau kalah, kau tidak akan kalah dengan menyedihkan."]Surya Yudha masih tetap diam di tempatnya. ["Kau bisa mempercayai penilaianku." ] Baiji mencoba meyakinkan. Surya Yudha memejamkan matanya, dia lantas berkata kepada Baiji. ["Apa kau yakin? Aku sudah berjanji pada seseorang untuk kembali beberapa tahun lagi dan aku tidak boleh ingkar janji!"]["Surya Yudha, kau adalah pria sejati. Kau mema
Dengan menggunakan satu tangannya, Surya Yudha membuka kotak tua itu. Dia sangat hati-hati saat melakukannya karena khawatir akan menggancurkan kotak tersebut. Kotak terbuka, mulut dua pemuda itu ternganga ketika melihat isi kotak tersebut. "Ini ...." Surya Yudha kehabisan kata-kata untuk menggambarkan keterkejutannya. Kotak tua yang mereka anggap sangat jelek itu menyimpan sebuah barang yang tak ternilai harganya. "Ci-cincin? Apa ini adalah cincin penyimpanan juga?" tanya Sakra terbata-bata. Surya Yudha menggelengkan kepalanya pelan saat Sakra bertanya padanya. Walau dia tidak tahu, tetapi dia yakin jika cincin ini bukan cincin biasa. "Entahlah ...." Cuncin di tangan Surya Yudha tampak terbuat dari perunggu yang terlihat biasa saja, tetapi ada ukiran unik melingkari cincin tersebut. "Aku akan mencobanya."Surya Yudha menggigit jarinya hingga berdarah dan meneteskan sedikit darahnya ke cincin tersebut untuk membuat kontrak. Pemuda itu lantas mengenakan cincin tersebut dan me
Ndaru melompat ke arah Surya Yudha, mengeluarkan segenap kemampuannya untuk mengalahkan lawannya itu. Surya Yudha segera menyalurkan sumber energinya dan bergerak untuk menghindari serangan tersebut. Melompat!Klang!Serangan Ndaru gagal mengenai Surya Yudha dan membentur bebatuan di tempat Surya Yudha berdiri sebelumnya. Ndaru menyeringai! Kali ini serangannya memang meleset, tetapi tidak untuk serangan selanjutnya.Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu ternganga, rahang mereka seperti jatuh ke tanah dan membuat mereka kesulitan menutup mulut. Ndaru tidak berhenti, dia langsung berbalik dan mengejar Surya Yudha. Sementara Surya Yudha, dia terus bergerak untuk menghindari serangan Ndaru. Ndaru berteriak marah. "Setan alas! Apa kau berniat mengajakku kejar-kejaran?""Aku hanya sedang menguji ketahananmu." Surya Yudha menjawab dengan santai. Padahal sejujurnya dia sedang memikirkan cara untuk mengalahkan Ndaru. Ndaru yang mendengar ejekan Surya Yudha menjadi sangat marah, dia
Di dalam ruangan luas yang tampak sederhana itu, Surya Yudha duduk bersama Gendon sementara Banyulingga menyiapkan minum untuk para kawannya. Di ruangan itu pula, Sosok pria yang tampak dingin mengamati Surya Yudha dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapan tajamnya terasa mengintimidasi. Dia adalah Rangga Geni, guru Banyulingga sekaligus pande besi terbaik di Jalu Pangguruh.Surya Yudha yang ditatap sedemikian juga merasa sedang ditelanjangi oleh pria tua yang memiliki perawakan kekar itu. Namun, sebagai seseorang yang terbiasa dengan tekanan dari berbagai pihak, Surya Yudha bisa terlihat tetap tenang meski jantungnya berdebar kencang. Pada saat keheningan menenggelamkan mereka semua, tiba-tiba suara Baiji yang beberapa hari ini jarang muncul kembali bergema di kepala Surya Yudha. [Jadikan dia gurumu. Aku merasakan aura istimewa dari dalam tubuhnya. Bisa jadi dia telah menemukan sesuatu dari alamku.]Surya Yudha mengerutkan keningnya. Bagaimana mungkin dia bisa menjadikan seseo
Sore harinya, di penginapan tempat Surya Yudha menginap, pemuda itu berkumpul bersama rekan-rekannya. Mereka duduk mengelilingi sebuah meja. Wajah mereka terlihat serius. "Candrika dan Paman Mahasura tetap di sini. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon selama beberapa hari." "Apa yang ingin kau lakukan, Surya?" Candrika bertanya dengan penasaran."Aku harus pergi ke suatu tempat. Kalian berdua jangan khawatir.""Kalian ingin melakukan penyerangan?" tanya Mahasura. Surya Yudha menggeleng. "Tidak. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon untuk mengambil sesuatu. Kalian jangan khawatir, aku akan baik-baik saja." Tatapan Mahasura beralih pada Banyulingga. "Ke mana kalian akan pergi? Jawab aku!"Banyulingga menelan ludahnya. Dia tidak menyangka pria yang pagi ini masih terlihat lemah saat ini tampak mengerikan."Ka-kami ...." Banyulingga tergagap, tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Surya Yudha yang melihat Banyulingga ketakutan tertawa. Dia lantas berkata lada Mahasur
Ada beberapa kedai arak di pasar budak. Namun, hanya ada satu yang selalu buka sementara yang lainnya hanya buka ketika senja datang. Surya Yudha memasuki kedai arak bersama Gendon dan Banyulingga. Kedatangan mereka menarik perhatian terutama Gendon yang mengeluarkan aroma obat dari tubuhnya, ciri khas para tabib. Surya Yudha mengajak mereka ke lantai dua kedai tersebut dan memilih tempat duduk di dekat jendela. Di lantai tersebut, hanya ada kelompok Surya Yudha. Suasana kedai tersebut juga sangat tenang tidak seperti kedai arak di malam hari.Seorang pelayan pria datang menghampiri meja mereka. "Tuan-tuan ingin pesan apa?" "Dua guci arak beras, daging dan kacang rebus." Surya Yudha menjawab dengan cepat. Pelayan itu mengangguk dan pergi untuk menyiapkan pesanan. "Den bagus, kita mau cari informasi gimana? Ini masih sepi, lagipula kita datang kepagian." Gendon berkata dan diangguki Banyulingga. "Lihat saja apa yang akan aku lakukan."Mata Surya Yudha menerawang ke luar, memandang
Surya Yudha mendapat informasi tambahan mengenai pasar budak. Ternyata pasar budak dikuasai oleh sebuah organisasi yang bernama kelompok Harimau Besi. Pemuda itu juga mengetahui markas besar Harimau Besi."Bagus. Kita bisa melakukan penyerangan malam ini juga." Mahasura berdehem. Seolah menujukkan ketidaksetujuannya. Meski dia seorang budak, tetapi setelah mendapat nasihat bertubi-tubi dari Gendon, akhirnya Mahasura mau menerima identitasnya dulu, sebagai Paman dari Surya Yudha. "Paman, ada apa? Kau tidak setuju?" tanya Surya Yudha. "Surya, menyerang Markas Harimau Besi saat malam hari adalah ide paling buruk yang kita miliki." Mahasura berkata dengan tenang. Dia mengambil sebuah kendi dan meletakannya di atas meja. "Mereka sangat aktif pada malam hari. Kekuatan mereka berkumpul saat malam tiba. Menyerang saat tengah hari adalah pilihan terbaik." Mahasura mengambil sebuah cangkir dan meletakannya di bagian utara kendi."Ini adalah pintu utama yang dijaga oleh Harimau utara. Aku t
"Tuan, ada orang yang ingin bertemu dengan anda. Kami sudah berusaha untuk tetap menjaga ketenangan anda, tetapi mereka mengatakan jika anda akan menerima mereka dengan baik." Meski pelayan itu berkata dengan penuh senyuman, tetapi getaram di tangannya menunjukkan jika dia sedang gugup.Sementara itu, mendengar penjelasan pelayan itu, Surya Yudha mulai menebak-nebak siapakah orang yang ingin menemuinya itu. "Baiklah, aku akan menemui mereka."Pelayan itu mengangguk dan pergi. Surya Yudha juga turun mengikuti pelayan itu. Ketika sampai di lantai dasar, dia melihat dua orang yang sangat dia kenal. Yang satu terlihat ceria dan yang lainnya tampak kesal. "Den bagus!" Begitu melihat kedatangan Surya Yudha, pemuda bertubuh gempal itu segera berteriak memanggilnya. Surya Yudha tersenyum tipis. Sudah cukup lama sejak mereka terakhir kali bertemu. "Den bagus, wah den bagus keliatan makin gagah saja." Gendon menghampiri Surya Yudha dengan wajah cerianya. "Den bagus apa kabar?" "Sangat
Mahasura tentu saja bingung dengan reaksi yang Surya Yudha tunjukkan. Meski tidak tahu teknik apa yang pemuda itu gunakan, tetapi dia adalah orang yang paling tahu tentang akibat dari teknik tersebut. Dia yakin jika Surya Yudha baru saja memindahkan sedikit racun dari tubuhnya. Walau racun yang berpindah hanya sedikit, tetapi itu sudah mengurangi rasa sakit yang Mahasura derita, dan itu berarti rasa sakit itu berpindah pada Surya Yudha. Mahasura memang tahu jika ada teknik yang bisa menetralisir racun menggunakan tenaga dalam. Namun, dibutuhkan keahlian khusus dan tenaga dalam yang tinggi untuk bisa melakukannya. Selain itu, menetralkan tenaga dalam dan memindahkannya adalah hal yang sama sekali berbeda.Dia ingin bertanya tentang teknik yang baru saja Surya Yudha gunakan. Namun, dia tidak berani bertanya karena merasa tidak memiliki hak. Melihat kebingungan di wajah Mahasura, Surya Yudha tersenyum tipis. "Paman, tenang saja. Aku sudah menguasai teknik ini, jadi jangan khawatir te
Meski disebut sebagai pasar Budak, tetapi sebenarnya tempat ini layak disebut sebagai kota kecil. Ada banyak penginapan dan kedai makanan yang buka di tempat ini. Suasananya pun tak kalah ramai dengan kota kecil di wilayah lain Jalu Pangguruh. Surya Yudha membawa Banyulingga dan budak yang baru saja dia beli ke sebuah penginapan. Pemuda itu menyewa sebuah lantai di penginapan khusus untuk mereka bertiga. Dia sengaja menyewa satu lantai karena tidak ingin diganggu. Di dalam kamar terbesar di penginapan itu, tiga orang pria duduk melingkar di meja. Salah satu pemuda menatap nanar pria yang lain seperti ingin menangis. "Paman ... Paman Mahasura. Kami mencarimu ke seluruh hutan bahkan menyusuri jurang." Air mata Surya Yudha menetes. Budak yang baru saja dia beli adalah Mahasura, salah satu orang yang melatih Surya Yudha hingga menjadi petarung yang tangguh. Setahun lalu, Mahasura mendapat misi penting dari kerajaan. Namun, misi tersebut gagal dan semua orang di dalamnya mati. Surya Y
Surya Yudha kembali mengatur napasnya yang terengah-engah. Dengan menggunakan sebelah tangannya, Surya Yudha menyeka keringatnya. Melihat kondisi Banyulingga sekarang, dia merasa puas. "Bagaimana? Kau masih meremehkan pil milikku?" ucap Surya Yudha mengejek. Banyulingga menggeleng. "Aku berharap ini adalah kebodohanku yang terakhir." "Aku juga berharap seperti itu." Surya Yudha mengangguk setuju. Hal itu malah membuat Banyulingga tersenyum kecut. Saat Surya Yudha sudah mendapat kembali tenaganya, dia menemukan ada sesuatu yang aneh. Sebelumnya dia mengetahui jika Cakra miliknya tersegel oleh sesuatu yang berbentuk seperti cincin berwarna ungu pekat. Namun, saat ini cincin itu tampak retak seolah dikikis oleh sesuatu. 'Baiji, apa kau bisa menjelaskan ini kepadaku?' [Menjelaskan apa?]'Cakra milikku. Segelnya seperti retak.'[Bukankah itu bagus? Kau bisa menggunakan tenaga dalammu lagi jika bisa menghancurkan segel tersebut.]Surya Yudha tersenyum senang. Apa itu berarti dia tidak
Banyulingga menatap Surya Yudha dengan cemas. "Ada apa? Kenapa kau di sini?" tanya Surya Yudha keheranan saat melihat Banyulingga yang seperti menunggunya. "Kau sudah empat hari bertapa tapi tidak bangun-bangun. Kau bilang hanya memulihkan energi, kenapa begitu lama?""Empat hari?" Surya Yudha terkejut saat mengetahui waktu yang dia habiskan. "Gawat! Aku menghabiskan terlalu banyak waktu. Kita harus pergi ke pasar budak saat ini juga!"Surya Yudha bergegas bangkit dan menyiapkan kelengkapannya. Namun, suara Banyulingga berhasil menghentikannya. "Candrika tidak akan membiarkan kita pergi sebelum memeriksa kondisimu." "Aku baik-baik saja. Aku sudah sangat sehat." Surya Yudha menunjukkan tubuhnya. Dia memang tampak sangat sehat sekarang. Tanpa berkata-kata lagi, Surya Yudha mencengkeram bahu Banyulingga. Pemuda itu mengerahkan sumber energinya ke kaki dan melompat hingga keluar dari tempat itu. Ketika tubuhnya masih berada di udara, Surya Yudha bersiul. Ringkikan kuda menyahuti si