Arjunaweda Geruso Tonglu melangkah mendekati tubuh Cabur Sekti yang tengkurap dan tidak kuasa untuk bangkit lagi.Dak!“Akk!” jeritSaat tinggal beberapa langkah lagi, tiba-tiba Geruso Tonglu berlari dan melakukan free kick (tendangan bebas) terhadap kepala Cabur Sekti. Gaya tendangan itu sangat mirip dengan tendangan free kick anak mantan pejabat pajak di negeri masa depan. Sepertinya Geruso Tonglu belajar dari anak pejabat tersebut.Cabur Sekti menjerit dengan tubuh terguling dua kali karena kerasnya sepakan Geruso Tonglu pada kepalanya. Sedemikan sakit kepalanya sampai-sampai pandangan Cabur Sekti gelap, menyisakan indera pendengaran, penciuman dan perasa saja.“Kesaktian hanya sedinggi dengkul tapi berlagak menjadi jagoan dan menantang perwira Kerajaan. Tanpa aku bantu kematianmu, racun di tanganmu akan membunuhmu!”Cabur Sekti mendengar suara ejekan Geruso Tonglu yang sepertinya ditujukan kepadanya.“Akk! Akk!”Tiba-tiba terdengar suara jeritan dua orang lelaki yang posisinya tid
Arjunaweda Geruso Tonglu tumbang ke tanah dengan dada dan perut terluka parah oleh cakaran dua jenis kuku tangan Iblis Jelita. Luka dari kuku beracun si wanita jelita itu cukup untuk membuat Geruso Tonglu tidak bisa bangkit lagi.“Hiaaat!” teriak Arjunaweda Kepitanu dari arah belakang Iblis Jelita. Dia melompat seperti ikan terbang dengan pedang yang bersinar kuning hendak menusuk punggung Iblis Jelita.Si wanita yang menyadari serangan tersebut, menggeser dirinya ke samping, lalu tiba-tiba melompat naik ke udara dengan salto yang berputar cepat. Itu gaya salto Lompatan Iblis Mabuk yang jarang dipraktikkan oleh Iblis Jelita. Untung sekarang dia bercelana, jadi penonton pun tidak heboh histeris.Ketika pedang Kepitanu kehilangan target, tubuh Iblis Jelita sudah naik mengudara lebih tinggi dari ketinggian tubuh Kepitanu.Beg!“Hekh!” keluh Kepitanu saat merasakan punggungnya didarati beban yang sangat berat dan mendorongnya jatuh vertikal ke tanah.Iblis Jelita yang dengan keras mendara
Sudah sepekan lamanya Aninda Maya tinggal di Gunung Kerdil. Mau tidak mau dia harus tinggal di bukit yang disebut gunung itu. Entah siapa yang memberikan nama gunung kepada bukit tersebut. Sepertinya orang itu sangat terobsesi memiliki sebuah gunung.Ketika Aninda Maya ditinggal oleh ayah dan ibu non-biologisnya, dia dalam keadaan diikat oleh tali sinar hijau dari ilmu Belenggu Anak Macan. Meski kedua orangtuanya sangat bersedih, bahkan Anggar Sukolaga pun sampai menitikkan air mata, tetapi mereka harus berpisah dengan gadis cantik yang mereka cintai itu. Mungkin tidak akan bertemu lagi.Pada suatu hari, Aninda Maya berusaha kabur dari puncak Gunung Kerdil.“Aaakkk!” jerit Aninda Maya tiba-tiba, saat dia sampai di punggung bukit.Ada rasa sakit yang menyerang dalam dadanya yang kemudian membuatnya lemah dan jatuh di tanah. Aninda Maya merintih dengan tubuh meringkuk di tanah yang gelap, karena saat dia mencoba kabur, waktu di saat malam dini hari.Aninda Maya tidak tahu apa yang terja
Ardo Kenconowoto tidak mengenal pendekar yang bernama Bangteng Kuro. Jadi, dia harus banyak bertanya kepada orang lain tentang Banteng Kuro. Dia pun tidak tahu harus mencari di daerah mana.Karena arah perjalanannya melewati Desa Guling, sebagai seorang pemuda tampan yang baik dan tidak sombong, Ardo pun mampir ke kediaman Kepala Desa Totor Gema. Dan yang paling senang adalah Kenanga, meski kemudian dia menelan kecewa karena Ardo hanya mampir sebentar dan akan melakukan perjalanan yang tidak tahu berapa lama.“Aku tidak mengenal pendekar yang bernama Banteng Kulo. Mungkin Ki Rujak kenal,” jawab Totor Gema saat Ardo menanyakan perihal Banteng Kuro.Akhirnya Ardo berpamitan. Karena dia tidak memiliki urusan selain bertanya dan silaturahmi, Ardo tidak lama. Namun, dia ingin berkunjung ke rumah Ki Rojak yang akrab dipanggil Ki Rujak, padahal Ki Rojak tidak doyan rujak. Anger Jogo yang menemani dan menunjukkan rumah Ki Rojak.Ketika Ardo datang, Ki Rojak dan putranya Jumadi sedang berlatih
Sinar matahari pagi akhirnya menjadi wasilah bagi Cabur Sekti untuk sadarkan diri. Setelah sepasang kelopak matanya yang tertutup bergerak-gerak seperti ada makhluk yang hendak menetas, sepasang mata itu akhirnya membuka. Merah dan berbelek.Mata itu seketika menyipit oleh silaunya sapaan matahari pagi. Cabur Sekti tahu itu matahari pagi karena posisinya masih setinggi bingkai jendela.Setelah netranya beradaptasi dan mata itu kembali membuka normal, Cabur Sekti memindai area sekitarnya. Ternyata dia sedang terbaring di atas dipan bambu di dalam sebuah rumah sederhana berlantai tanah keras, tetapi barang-barangnya tertata rapi sehingga enak dipandang mata.Kruuukr!Aroma masakan yang berbumbu tajam menggugah selera seketika membuat perut jagoan golok itu mengoceh, tanda perutnya minta makan.Cabur Sekti pun memeriksa dirinya. Dia tidak berbaju, tapi untung masih bercelana. Lengan kirinya dibalut perban tebal. Memorinya cepat mengingat apa yang telah dia alami.Dari dalam dapur berjala
Desa Alot Urat disebut juga Desa Pendekar. Desa itu tidak biasa karena gemar disinggahi oleh para pendekar sehingga seperti sebuah kota. Keramaian itu diiringi oleh marak dibangunnya berbagai pusat bisnis oleh para pemilik modal. Berbagai sarana yang tersedia membuat para pendekar pun tertarik untuk datang ke desa itu.Tempat yang banyak di datangi oleh para pendekar bukan berarti aman karena banyak orang hebat, tetapi justru rawan keributan karena kebanyakan pendekar punya ego dan gengsi yang tinggi. Jika disenggol sedikit langsung membentak, “Mau cari mati?!”Seperti hari ini, ada pertarungan yang terjadi antara dua pendekar di tengah jalan utama di pusat Desa Alot Urat. Namun, kasusnya bukan sekedar ada yang tersenggol atau disenggol.Tidak seperti di tempat lain, jika ada pertarungan di desa ini, tidak ada penonton yang berkerumun menjadi pagar di sekeliling area pertarungan. Para penonton dari kalangan warga biasa akan menonton dari jarak jauh yang aman.Sementara para pendekar m
“Bisa aku buatkan, tapi kau harus menunggu dua atau tiga hari,” kata Tabib Juku Getir saat Ardo Kenconowoto bertanya tentang bahan pengawet daging atau mayat.“Iya, Ki,” jawab Ardo bersedia.Tabib Juku Getir lalu memeriksa beberapa isi gucinya di rak. Sepertinya dia sedang melihat bahan-bahan untuk membuat apa yang diinginkan Ardo.“Uni, kau bantu membeli daging sapi. Kita butuh lemaknya,” kata Tabib Juku Getir kepada Uni Priwangi.“Bukankah Ki Pawang Api punya banyak sapi, Ki?” tanya Uni Priwangi, bukan maksud menolak.“Hehehe!” kekeh sang tabib. “Sapi-sapi itu sudah seperti anak sendiri bagi Ki Pawang. Dia tidak akan pernah mau memotong sapinya. Dia lebih baik membiarkan sapinya mati lalu dikubur daripada dimakan bersama.”“Baik, Ki. Aku akan pergi membelinya,” ucap Uni Priwangi.“Beli saja satu daging paha,” kata Tabib Juku Getir.“Baik, aku langsung pergi,” kata Uni Priwangi.Pendekar cantik itu lalu berbalik dan berjalan keluar rumah.“Ardo, kau pergi cari sarang lebah yang berma
“Hihihi!” tawa Semuri ketika tiba di rumahnya dan bertemu dengan kakeknya, Tabib Juku Getir.“Kenapa kau tertawa, Semuri?” tanya Tabib Juku Getir.Semuri tidak menjawab, kecuali berlalu meninggalkan kakeknya.Tabib Juku Getir hanya menaikkan kedua alisnya. Namun, pertanyaannya kemudian terjawab saat melihat kedatangan Ardo Kenconowoto. Dia jadi tersenyum tua.Ardo datang dengan wajah yang bentol-bentol sebab sengatan banyak lebah. Kelopak mata dan bibirnya bengkak. Meski demikian, pengorbanannya tidak sia-sia. Dia pulang dengan tetap membawa sarang lebah bermadu yang sudah kosong dari penghuninya.Tabib Juku Getir tidak perlu bertanya apa yang telah terjadi. Namun, berbeda ketika Uni Priwangi pulang dari belanja. Gadis itu terkejut melihat hilangnya ketampanan Ardo.“Semuri! Apa maksudmu berbuat seperti itu kepada Ardo?!”Uni Priwangi segera melabrak Semuri setelah Ardo menceritakan apa yang terjadi. Dia marah sekali.“Bukan aku yang membuat kegantengan Ardo hilang, tapi lebah. Marahl
Di saat dua pertarungan pendekar dan dua pertempuran berlangsung sengit, tiba-tiba ada pasukan lain yang datang mendekat ke Lembah Jepit. Prajurit pasukan itu mengenakan seragam warna hijau-hijau, tapi tidak seperti seragam hansip.Semua orang yang sedang punya kepentingan di lembah tersebut tahu bahwa itu adalah pasukan kadipaten. Jika melihat dari panjinya, mereka adalah pasukan Kadipaten Dadariwak dan Kadipaten Babatoto.Melihat kedatangan pasukan kadipaten yang dipimpin oleh Komandan Cecak Godok dan pendekar Codet Maut, para arjunasiwa yang memimpin serta pasukannya merasa senang karena pasukan kadipaten datang membantu.Sementara di tempatnya, Urak Sepadan, Anggar Sukolaga, Guntur Murka, dan Angkel Asap memantau pertempuran tersebut.“Seraaang!” teriak para prajurit kadipaten.Mereka akhirnya masuk menyerbu ke dalam pertempuran.“Aak! Aak! Akh…!” jerit para prajurit Kerajaan Panesahan saat mereka justru diserang oleh para prajurit pasukan kadipaten.Alangkah terkejutnya para perw
Pendekar kerajaan yang bernama Perwira Hidung Baja berdiri gagah menghadang Ardo Kenconowoto dan Iblis Jelita yang berbagi satu punggung kuda. Mentang-mentang kedua jagoan itu sudah terluka parah, Perwira Hidung Baja baru muncul setor hidung.“Turun dan menyeraaakh!” seru Perwira Hidung Baja yang berujung jeritan seiring tubuhnya terlempar jauh ke samping.Tiba-tiba muncul sosok gemuk Iblis Satu Kaki yang datang melesat dari samping kiri secepat rudal jet tempur. Dia langsung menabrak tubuh Perwira Hidung Baja tanpa rem. Karena itulah Perwira Hidung Baja terpental pergi dari depan kuda Iblis Jelita.Tabrakan dahsyat itu mengejutkan semua orang. Perwira Hidung Baja menghantam keras tanah lembah yang hangus dan berguling-guling.Agar tidak malu, meski sudah terlanjur malu, Perwira Hidung Baja buru-buru bangkit berdiri. Untung wajahnya hitam oleh noda arang rumput lembah yang sebelumnya dibakar oleh Pendekar Raja Neraka, jadi malunya cukup tertutupi.“Frukrr!” Perwira Hidung Baja malah m
Blar blar blar…!Ketika tangan Nini Lanting yang bersinar putih menyilaukan ditusukkan ke arah langit, maka tanah sekitar dirinya dan termasuk di posisi Iblis Jelita berdiri meledak.Tanah-tanah berumput terbongkar mengudara. Namun, ketika ilmu Kiamat Kecil itu terjadi, sosok Iblis Jelita menghilang di mata para penonton biasa. Menghilangnya Iblis Jelita diikuti gerak wajah si nenek yang memandang ke langit.Dari arah langit meluncur cepat sosok Iblis Jelita dengan posisi kepala dan tangan di bawah, kedua kaki lurus di atas. Pada ujung tangannya yang menempel lurus ada sinar ungu dan hitam yang saling membaur tanpa saling menguasai. Arahnya tepat ke atas kepala Nini Lanting.Serangan Iblis Jelita dengan ilmu Totok Bumi level grand master itu datang sangat cepat. Tanpa pikir ulang, Nini Lanting menyambut lawannya dengan satu hentakan telapak tangan yang bersinar putih menyilaukan.Buooom!Pertemuan dua kesaktian itu menciptakan ledakan energi yang dahsyat. Tanah di sekitar mereka kemba
Srosss!“Aaakk…!”Dua serangan tapak membara yang mendarat di dadanya, membuat pikiran Ki Lagak sejenak blank dalam mengendalikan puluhan pedang sinar biru. Padahal rombongan energi ilmu Pedang Beranak Seribu itu sedang melesat mengarah Ratu Senja yang notabene ada di depannya.Maka, dengan lenyapnya sosok Ratu Senja, jadi justru sebagian pedang sinar biru menusuki tubuh Ki Lagak.Setelah Ki Lagak ditusuki oleh pedang-pedang energi miliknya sendiri, tahu-tahu Ratu Senja muncul lagi seperti dedemit caper di depan Ki Lagak yang terhuyung kesakitan. Kemunculan Ratu Senja yang tanpa tawa atau suara, membuat Ki Lagak tidak menyadari untuk waktu sesaat.Suss!“Hahh!” kejut Ki Lagak ketika baru melihat keberadaan Ratu Senja yang sudah memegang sinar biru gelap Dari ilmu Penghancur Cinta.Bluar!“Hakkr!”Dalam jarak yang sangat dekat, Ratu Senja menghantamkan sinar biru di tangannya kepada Ki Lagak yang mustahil untuk menghindar jika tidak punya ilmu lenyap seperti lawannya. Jalan satu-satuny
Set set!Ternyata pedang biru bagus Ki Lagak bisa dibagi menjadi dua pedang kembar yang lebih tipis. Dengan ilmu pengendali, kedua pedang itu bisa diterbangkan seringan capung tapi secepat anak panah.Ratu Seja tidak menggunakan ilmu perisai semodel sahabatnya Iblis Jelita, tetapi dia menggunakan ilmu Tinju Belut Peri. Ada yang ingat dengan ilmu ini?Kedatangan dua pedang yang sifatnya menusuk, cukup diadu dengan tinju kedua tangan Ratu Senja yang terlihat tinju biasa. Ketika pedang tinggal sejengkal jaraknya dari kepalan tangan janda awet itu, pedang akan melenceng arah, seperti terpeleset di lantai bersabun.Setelah terpeleset tanpa menyentuh tangan atau raga Ratu Senja, kedua pedang terus terbang dan berbalik atau berbelok arah yang tetap memburu tubuh indah Ratu Senja. Sepertinya Ki Lagak sudah terlalu tua, sehingga dia tega ingin menghancurkan keindahan yang lawannya miliki.Semua upaya serangan dua pedang kembar terbang gagal. Selalu terpeleset dan terpeleset lagi. Ki Lagak samp
Setelah pertarungan antara Ardo Kenconowoto berakhir dengan hasil berkurangnya satu anggota Keturunan Darah Emas, Nini Lanting semakin menggila dalam bertarung melawan Iblis Jelita.Begg! Pagg! Begg begg! Pagg pagg!Pukulan tinju dan telapak tangan yang bertenaga dalam tinggi dilancarkan menghantam dinding sinar ungu bening dari ilmu perisai Lapis-Lapis Kulit Bawang, semakin tipis, semakin menerawang.Tinju pertama tidak menghancurkan dinding sinar ungu, tapi hantaman telapak tangan yang disusulkan kemudian menghancurkan dinding pertama.Nini Lanting kembali maju selangkah dan melancarkan dua pukulan beruntun untuk menghancurkan lapisan kedua. Namun, setelah itu Iblis Jelita kembali memunculkan ilmu perisai yang sama dengan sebelumnya, membuat Nini Lanting harus menghancurkan dua lapis perisai Lapis-Lapis Kulit Bawang lagi.Suara hantaman pukulan kepada dinding perisai terdengar keras, membuat orang-orang yang mendengar bergetar hatinya. Bergetar bukan karena cinta, tapi bergetar ikut
Tubuh Ardo berguling melintasi api yang membakar rumput. Cepatnya gulingan tubuhnya membuat dia tidak sempat terbakar. Maklum pendekar saktinya sedang sibuk.Ardo cepat bangkit di antara kobaran api yang membakar lahan di mana-mana. Memang agak runyam jika melawan Pendekar Raja Neraka, api di mana-mana.Sosss!Belum sempurna fokus pandangan Ardo, serangan gelang-gelang sudah datang lagi.“Lelele…!” teriak Ardo sambil lari kencang ke samping, membuat serangan seperti selang api panjang itu hanya kian memperparah kebakaran lahan.Iblis Jelita yang bertarung sengit di sisi lain hanya tersenyum tipis saat mendengar lolongan Ardo, tanpa tertarik untuk melirik kepada murid dan calon suaminya itu.Ardo berlari kencang mengelilingi posisi Cukil Bugir.Sosss!Cukil Bugir kembali memburu Ardo dengan melesatkan barisan gelang-gelang api. Namun, Ardo seperti jagoan yang jika ditembak tidak kena-kena.Sing! Ctarr! Ses ses ses…!Setelah lolos lagi dari serangan, sambil terus berlari, Ardo melesatka
“Lelaki tampan mana yang kau pilih untuk dibunuh?” tanya Iblis Jelita kepada Ratu Senja sambil memandang kepada Ki Lagak dan Cukil Bugir. “Aku pilih Ki Lagak saja, agar yang suka marah-marah jatahnya Ardo,” jawab Ratu Senja sembari tersenyum semanis mangga matang di hati. “Tapi yang suka malah-malah namanya siapa, Nyai Latu?” tanya Ardo yang membuat ketiga calon lawan mereka tahu bahwa ternyata pemuda itu cadel. “Namanya Cukil Bugir, bergelar Pendekar Raja Neraka,” jawab Ratu Senja. “Oooh Cukil Bugil. Pendekal Laja Nelaka,” sebut ulang Ardo yang membuat Ratu Senja tersenyum lebar dan Cukil Bugir mendelik sewot. “Jangan coba-coba kau menyebut nama agungku lagi, Pemuda Cadel!” ancam Cukil Bugir yang tidak rela namanya beruba jadi mesum jika disebut oleh Ardo. “Tenang saja, Kek. Aku tidak akan menyebut nama Cukil Bugil lagi,” kata Ardo seraya tersenyum santun tapi menjengkelkan bagi Cukil Bugir. “Tapi kau masih menyebutnya!” bentak Cukir Bugir lalu…. Clap! Dak dak! Tiba-tiba ka
Iblis Jelita tetap di punggung Surami, berhadapan dalam jarak tiga tombak dengan kereta kuda putih yang diapit oleh Ki Lagak alias Pendekar Pedang Bersayap dan Cukil Bugir alias Pendekar Raja Neraka.Sementara empat murid berkuda Nini Lanting posisinya ada di belakang, seolah-olah mereka dilarang untuk turun tarung karena cukuplah yang tua-tua saja yang turun ke ambang kematian untuk memetik nyawa.Semua mata penonton yang berada di sekeliling area Lembah Jepit terpusat kepada mereka. Yang mereka tunggu jelas adegan tarung yang seru sampai ada yang tumbang bersimbah darah dan nyawa melayang.“Apakah Keturunan Darah Emas akan menghabiskan diri hanya di tangan seorang Iblis Jelita?” kata Iblis Jelita datar.“Kesombonganmu akan berakhir di sini, Iblis Jelita!” seru Pendekar Raja Neraka.“Hihihi! Berkaca tapi tidak pernah melihat wajah sendiri. Satu per satu Keturunan Darah Emas datang menantang menyombongkan diri. Pendekar Pedang Kayu saja mempermalukan diri di tangan muridku, pendekar y