Desa Alot Urat disebut juga Desa Pendekar. Desa itu tidak biasa karena gemar disinggahi oleh para pendekar sehingga seperti sebuah kota. Keramaian itu diiringi oleh marak dibangunnya berbagai pusat bisnis oleh para pemilik modal. Berbagai sarana yang tersedia membuat para pendekar pun tertarik untuk datang ke desa itu.Tempat yang banyak di datangi oleh para pendekar bukan berarti aman karena banyak orang hebat, tetapi justru rawan keributan karena kebanyakan pendekar punya ego dan gengsi yang tinggi. Jika disenggol sedikit langsung membentak, “Mau cari mati?!”Seperti hari ini, ada pertarungan yang terjadi antara dua pendekar di tengah jalan utama di pusat Desa Alot Urat. Namun, kasusnya bukan sekedar ada yang tersenggol atau disenggol.Tidak seperti di tempat lain, jika ada pertarungan di desa ini, tidak ada penonton yang berkerumun menjadi pagar di sekeliling area pertarungan. Para penonton dari kalangan warga biasa akan menonton dari jarak jauh yang aman.Sementara para pendekar m
“Bisa aku buatkan, tapi kau harus menunggu dua atau tiga hari,” kata Tabib Juku Getir saat Ardo Kenconowoto bertanya tentang bahan pengawet daging atau mayat.“Iya, Ki,” jawab Ardo bersedia.Tabib Juku Getir lalu memeriksa beberapa isi gucinya di rak. Sepertinya dia sedang melihat bahan-bahan untuk membuat apa yang diinginkan Ardo.“Uni, kau bantu membeli daging sapi. Kita butuh lemaknya,” kata Tabib Juku Getir kepada Uni Priwangi.“Bukankah Ki Pawang Api punya banyak sapi, Ki?” tanya Uni Priwangi, bukan maksud menolak.“Hehehe!” kekeh sang tabib. “Sapi-sapi itu sudah seperti anak sendiri bagi Ki Pawang. Dia tidak akan pernah mau memotong sapinya. Dia lebih baik membiarkan sapinya mati lalu dikubur daripada dimakan bersama.”“Baik, Ki. Aku akan pergi membelinya,” ucap Uni Priwangi.“Beli saja satu daging paha,” kata Tabib Juku Getir.“Baik, aku langsung pergi,” kata Uni Priwangi.Pendekar cantik itu lalu berbalik dan berjalan keluar rumah.“Ardo, kau pergi cari sarang lebah yang berma
“Hihihi!” tawa Semuri ketika tiba di rumahnya dan bertemu dengan kakeknya, Tabib Juku Getir.“Kenapa kau tertawa, Semuri?” tanya Tabib Juku Getir.Semuri tidak menjawab, kecuali berlalu meninggalkan kakeknya.Tabib Juku Getir hanya menaikkan kedua alisnya. Namun, pertanyaannya kemudian terjawab saat melihat kedatangan Ardo Kenconowoto. Dia jadi tersenyum tua.Ardo datang dengan wajah yang bentol-bentol sebab sengatan banyak lebah. Kelopak mata dan bibirnya bengkak. Meski demikian, pengorbanannya tidak sia-sia. Dia pulang dengan tetap membawa sarang lebah bermadu yang sudah kosong dari penghuninya.Tabib Juku Getir tidak perlu bertanya apa yang telah terjadi. Namun, berbeda ketika Uni Priwangi pulang dari belanja. Gadis itu terkejut melihat hilangnya ketampanan Ardo.“Semuri! Apa maksudmu berbuat seperti itu kepada Ardo?!”Uni Priwangi segera melabrak Semuri setelah Ardo menceritakan apa yang terjadi. Dia marah sekali.“Bukan aku yang membuat kegantengan Ardo hilang, tapi lebah. Marahl
“Gawat, Ardo akan bertarung dengan Pendekar Pedang Kayu,” kata Uni Priwangi kepada Semuri.“Aku yakin Ardo bisa mengalahkannya,” kata Semuri optimis.“Kau memang suka melihat Ardo menderita,” tukas Uni Priwangi.“Eh, jangan memulai!” kata Semuri memperingatkan.Kuda milik Ardo yang membawa tubuh Cabur Sekti datang mendekati mereka berdua. Cabur Sekti tengkurap memeluk kuda, bukan karena kudanya cantik, tetapi karena dia sedang terluka parah.Semuri segera turun dari kudanya dan menyambut kuda Ardo. Dia segera memeriksa kondisi Cabur Sekti.“Lukamu parah, Paman. Coba makan pil ini,” kata Semuri lalu memberikan sebutir obat yang berbau tajam. “Ini akan membantumu bertahan.”Cabur Sekti yang masih sadarkan diri menerima pil itu dan memakannya.Sementara itu, di depan sana, pertarungan antara Ardo Kenconowoto yang masih terlalu muda melawan Aki Sumpat yang sudah tua tanpa terlalu, baru saja di mulai. Meski Ardo jauh lebih muda, tetapi jika dinilai dari ukuran fisik, Ardo bisa dijagokan. N
Sezz! Sezz! Sezz!Meski tangannya merasakan sakit, tetapi Aki Sumpat masih mampu memainkan pedang kayunya yang berapi biru itu. Sebagai serangan awal, Pendekar Pedang Kayu melakukan tiga tebasan beruntun dengan lawan berposisi dua tombak di depannya.Dari setiap sabetan melesat sinar biru yang berpadu dengan api biru yang berwujud garis lengkungan yang tajam.Ardo Kenconowoto melakukan tiga Gerakan menghindar yang sangat cepat. Pertama, dia melompat salto tanpa tendangan karena tidak ada yang mau ditendang. Lompatan itu menghindari lesatan garis sabit sinar biru pertama. Hindaran kedua cukup bergeser, karena wujud garis sinar berbentuk sabit yang berdiri vertikal. Dan hindaran ketiga Ardo melakukan lompatan salto sambil balas melesatkan ilmu Sirih Bujang.Sing!Dari dalam putaran tubuh Ardo ketika bersalto di udara melesat satu sinar hijau berwujud daun.Terkejut Aki Sumpat melihat serangan itu. Dia cepat melompat melenting ke udara karena dia tahu cara kerja ilmu berbahaya itu.Ctar!
“Bunuuuh!” teriak Aki Sumpat keras, memberi perintah kepada makhluk aneh yang keluar dari pedang kayunya.“Huaaakkrr!” raung si makhluk merah berkepala domba sambil melesat sangat cepat maju menerkam Ardo Kenconowoto.Ardo langsung menolakkan kakinya dengan ilmu peringan tubuh tingkat tinggi. Dia melesat mundur pada saat bersamaan dengan majunya sosok Setan Pedang yang siap mencabik-cabik tubuhnya.Semua penonton tegang, terutama dua gadis cantik yang jatuh hati kepada Ardo. Mereka semua penasaran, mampukah murid Tiga Iblis mengatasi Setan Pedang.“Tidak selamanya orang yang berkesaktian paling tinggi itu akan menang dalam bertarung. Setiap kesaktian memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Meski kau bukan anak yang cerdas, tetapi di dalam pertarungan, kau harus pandai-pandai memilih kesaktianmu yang kelebihannya bisa menangkal kesaktian lawan. Jangan asal main adu kuat seperti mengadu domba.”Itulah wejangan Iblis Sirih yang Ardo ingat. Ketika melihat karakter Setan Pedang, A
“Kakang Banteng Kulo telah mengadu domba Nyai Sakti guluku dengan pendekal lain. Aku tidak akan maafkan. Kenapa Kakang Banteng lakukan itu?” tandas Ardo Kenconowoto mengungkapkan alasan tagihan satu tangan dan satu kaki pada Bangteng Kuro.“Kau mau tahu, Cadel? Kau mau tahu?” tanya Banteng Kuro dengan mata mendelik-delik kepada Ardo.“Iya, aku mau tahu, Kakang. Supaya aku tidak jadi olang pemasalan. Eh, maksudku olang penasalan,” kata Ardo yang terdengar lucu, tapi tidak membuat ketiga pendekar itu tertawa, tersenyum saja tidak. Padahal itu lucu.“Wanita iblis itu telah membunuh mantan kekasihku!” ungkap Banteng Kuro dengan berteriak, padahal Ardo tidak jauh.“Siapa mantan kekasihmu?” tanya Sabit Kepanjangan kepada rekannya itu.Galang-Galang juga menengok memandang kepada Banteng Kuro yang berdiri di tengah.“Kalian juga mau tahu?” tanya Banteng Kuro sambil menengok ke kanan dan ke kiri, kepada kedua temannya yang tidak satu bapak dan satu ibu.“Jelas kami sangat ingin tahu. Jangan s
Setelah meninggalkan Desa Alot Urat, Ardo Kenconowoto harus mengantar Cabur Sekti berobat ke Lembah Jepit. Ujung-ujungnya, Ardo membalsemi potongan tangan dan kaki Banteng Kuro di kediaman Tabib Juku Getir.Uni Priwangi mau tidak mau harus berpisah dengan Ardo karena akan pulang lebih dulu ke kediaman gurunya, Iblis Jelita. Meski Uni Priwangi sangat berat hati berpisah dengan Ardo, tetapi dia pun sangat tidak ingin bertemu dengan Iblis Jelita. Dia tidak mau membuat urusan dengan pendekar wanita sakti itu.Kepulangan Uni Priwangi jelas membuat Semuri senang.“Hah! Murid Tiga Iblis?” kejut Tabib Juku Getir saat Semuri memberi tahunya tentang Ardo. “Lebih baik kau jangan jatuh hati kepadanya. Aku tidak bisa menahan diri untuk curiga.”“Hatiku bisa hancur jika aku batal jatuh hati kepada Ardo, Kek,” kata Semuri merengut.“Jika Iblis Jelita tahu kau jatuh hati kepada Ardo, aku takut kau akan dibunuh oleh wanita itu. Apakah kau tidak tahu, Iblis Jelita itu sangat terkenal sebagai wanita pem