Beranda / Pendekar / Pendekar Tiga Iblis / 5. Wanita Pemenang

Share

5. Wanita Pemenang

Penulis: Rudi Hendrik
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-29 17:29:48

Adipati Banting Arak datang berkuda dikawal oleh dua pengawal pendekarnya yang juga berkuda. Pengawal yang berjari tangan komplit bernama Codet Maut dan pengawal yang berjari tangan sembilan bernama Pembunuh Jauh.

Bagi Pembunuh Jauh, sulit dicari tahu jari tangan mana yang tidak ada, karena memang tidak ada yang begitu peduli dengan nasib kesempurnaan jari-jari tangannya.

Posisi berkuda membuat Adipati Banting Arak bisa melihat dengan leluasa area yang dikepung. Dia pun dengan mudah dipandang oleh dua wanita petarung yang sudah siap bunuh-bunuhan tanpa memikirkan nasib anak dan suami.

Iblis Jelita belum punya suami dan anak, meski dia sudah berulang kali dimasuki “kepala” banyak lelaki.

Berbeda dengan Nyai Wetong, seorang janda dengan empat anak, tetapi anak-anaknya hidup jauh bersama dengan kakek neneknya demi menuntut ilmu dunia dan persilatan, bukan ilmu akhirat. Jadi dia sudah tidak memikirkan nafkah untuk anak atau siapa yang kelak mengasuhnya jika dia mati.

Sebentar sang adipati membaca kondisi di arena. Komandan Cecak Godok dalam kondisi tidak baik-baik saja. Di arena tarung yang dikepung oleh Pasukan Kadipaten, terlihat Iblis Jelita sudah membuat kesepuluh kuku jari tangannya sesekali memercikkan energi sinar warna kuning, meski warna kukunya hitam dan ungu. Sementara Nyai Wetong telah menghunus pedang pusakannya yang bersinar putih seperti lampu, tidak lagi menyilaukan.

“Bawa Komandan Cecak ke tabib!” Itu perintah pertama yang diucapkan oleh Adipati Banting Arak.

Beberapa prajurit terdekat segera melaksanakan perintah. Tubuh Komandan Cecak yang dibuat sekarat oleh Iblis Jelita, segera dievakuasi.

Meski Adipati Banting Arak tidak melihat siapa yang membuat komandannya jadi mengenaskan seperti itu, tetapi dia bisa menduga kuat siapa pelakunya.

“Apa yang kalian berdua sengketakan sehingga membuat keributan di wilayahku?” tanya Adipati Banting Arak kepada Iblis Jelita dan Nyai Wetong.

“Iblis Perempuan itu telah mengambil burung suamiku!” tuding Nyai Wetong.

Ingin tertawa Adipati Banting Arak mendengar jawaban Nyai Wetong, tetapi dia tahan sekuat mungkin agar tidak menggugurkan kewibawaannya.

“Bukankah suamimu sudah mati, Nyai Wetong?” tanya Adipati Banting Arak.

“Burung yang membuat kami ingin saling bunuh bukanlah burung botak seperti yang kalian miliki. Ini burung sungguhan milik suamiku!” teriak Nyai Wetong gusar.

“Hahaha...!” tertawalah semua penonton mendengar penegasan itu.

“Dia ingin memaksa merebut burung suaminya dariku, padahal burung suaminya sudah diambil oleh Ratu Senja. Eh, sekarang justru dia ingin mengambil paksa telur burung suaminya yang telah aku rawat berbulan-bulan. Lebih baik aku bunuh perempuan tua itu!” balas Iblis Jelita.

“Hahahak...!” Kian ramai para penonton tertawa mendengar perkataan Iblis Jelita. Mereka tertawa bukan karena ancaman wanita itu, tetapi karena narasi yang dibuat.

Adipati Banting Arak juga ikut tertawa, begitupun dengan Codet Maut dan Pembunuh Jauh.

“Aku tidak peduli dengan burung suami yang kalian ributkan. Jika kalian memang ingin saling bunuh, aku juga tidak peduli. Dengan dua syarat, jangan sampai Tugu Setia rusak oleh pertarungan kalian dan siapa pun yang menjadi pemenang wajib menjadi sekutuku!” seru Adipati Banting Arak.

“Jika aku yang menang, jangan coba-coba kau minta sarang burung, Adipati!” kata Iblis Cantik serius.

“Aku sudah punya!” ketus Adipati Banting Arak.

“Hahaha...!” tawa para penonton.

“Ayo, Nyai! Jangan banyak bicala! Habiskan salapan siangnya!” teriak Ardo yang kepalanya melongok di kolong kaki prajurit yang mengepung tempat itu.

“Hahaha...!” tawa penonton kian panjang mendengar teriakan Ardo yang cadel sehingga menjadi lucu di telinga.

“Anak kulang ajal! Minggil!” bentak si prajurit latah gagap sambil memukul jidat Ardo dengan pangkal tombaknya. Sejatinya dia tidak cadel.

“Waktunya kematian berbicara, Nyai Wetong!” teriak Iblis Jelita sambil melesat secepat panah kepada Nyai Wetong.

Kerennya, lesatan tubuh Iblis Jelita meninggalkan bayangan sepuluh garis sinar dari kuku hitam dan ungu jari tangannya.

Set set! Traksss!

Ketika cakaran ungu Iblis Jelita menerkam menyerang kepada lawannya, kelima kuku itu kian memancarkan sinar ungu yang indah, seolah-olah ketika cakaran itu menyerang, energinya mengumpul di kuku-kuku tersebut.

Mengandalkan pusakannya, Nyai Wetong menantang cakaran lawannya dengan tebasan pedangnya yang bersinar putih.

Sisi tajam pedang Nyai Wetong bertemu dengan kuku-kuku ungu Iblis Jelita. Dihadang oleh pedang membuat Iblis Jelita mengubah posisi kuku tangan kirinya menjadi saling menyilang, sehingga bisa menahan laju pedang.

Pertemuan itu membuat kedua wanita saling mengerenyit ketika energi kuku dan pedang saling menghantam dan mendorong. Percikan kembang sinar ungu dan putih terlihat indah menebar ke segala arah, kontras dengan ekspresi kedua wanita.

Sut!

“Wow!” teriak para lelaki mata keranjang saat melihat tiba-tiba kaki kanan Iblis Jelita menendang menusuk mengincar dagu Nyai Wetong.

Tendangan itu membuat pemandangan percikan kembang sinar yang indah kian diperindah oleh pemandangan paha yang aduhai.

Keindahan itu hanya sekejap saja karena Nyai Wetong cepat melompat mundur dengan melepas pedangnya dari kuku lawan.

Iblis Jelita tidak mau memberi ruang bernapas kepada Nyai Wetong. Dia langsung melompat memburu dengan gerakan yang memukau, yaitu melakukan putaran baling-baling dengan kedua tangan merentang.

Set set! Traks!

Crass!

“Aakk...!” jerit Nyai Wetong panjang dan memilukan.

Sekejap sebelumnya, Nyai Wetong cukup terkejut mendapat serangan model keren seperti itu. Dia hanya bisa menangkis cakaran ungu dengan pedang yang kekuatannya seimbang. Namun, gerakan kuku hitam Iblis Jelita nyaris tidak terlihat dan tahu-tahu telah merobek lengan kanan Nyai Wetong.

Jerit tinggi Nyai Wetong membuat suasana indah yang sempat tergelar berubah jadi menegangkan. Nyai Wetong sampai terlempar jatuh terbanting.

“Waktunya kematian bicara!” teriak Iblis Jelita keras, lalu melompat mengudara, memposisikan dirinya seperti elang yang siap memangsa emak tikus.

Tes tes tes...!

Sersss! Blus blus blus...!

Di saat para penonton mendongak fokus kepada Iblis Jelita di udara, wanita itu menyentakkan kelima kuku hitamnya ke arah bawah.

Sebanyak lima sinar hitam sebesar biji durian melesat secepat kilat kepada Nyai Wetong yang sedang kepayahan karena luka parah di lengan kanannya. Belum sempat dia bangkit, serangan mengerikan dari ilmu Sentilan Dewi Hitam tingkat dua datang menghujam.

Menghadapi serangan itu, Nyai Wetong hanya bisa menamengi dirinya dengan pedang dan meledakkan energi dalam pedang.

Seiring ledakan cahaya putih menyilaukan, terdengar pula lima ledakan rapat yang terdengar seperti angin besar yang bocor, tetapi dipangkas oleh kematian.

Para penonton jadi bingung harus fokus melihat ke mana. Apakah fokus melihat keindahan di udara ketika Iblis Jelita bergerak turun, atau fokus melihat nasib Nyai Wetong yang sempat tidak terlihat oleh silaunya cahaya putih?

Iblis Jelita mendarat lembut di tanah berdebu. Sementara para penonton terbeliak dan sebagian lagi ternganga dengan wajah mengerenyit, melihat kondisi Nyai Wetong yang sudah tewas dengan kondisi yang mengerikan.

Ada dua bolongan besar pada tubuh Nyai Wetong yang kini berdarah-darah. Pedangnya terpental tergeletak tidak begitu jauh dari jasadnya. Ada dua lubang yang tercipta di tanah dekat jasad. Itu lubang yang tercipta oleh tembakan ilmu Sentilan Dewi Hitam.

“Iblis Jelita benar-benar iblis,” ucap salah satu warga, berbisik kepada rekannya yang sesama lelaki.

“Tapi aku lihat kau paling antusias melototi iblis itu,” kata rekannya.

“Dari mana kau tahu? Memangnya kau terus melototi aku?” bantah warga tadi. (RH)

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Rosdiana Galaxy
mantapbener
goodnovel comment avatar
🅰️nny Maheswari
kan.. kan.. yg cantik itu berbahaya ...
goodnovel comment avatar
Rudi Hendrik
Wow juga lah. hahaha antara indah dan ngeri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pendekar Tiga Iblis   6. Jadi Pelayan

    Kemenangan Iblis Jelita atas Nyai Wetong yang berjuluk Pendekar Pedang Buas membuat dia memenangkan taruhan dengan Ardo Kenconowoto.Setelah memastikan kemenangannya, wanita cantik yang berkeringat itu langsung mengunci Ardo di dalam ingatannya. Jadi, dia langsung mencari keberadaan anak cadel berambut gondrong itu.“Leee leee leee!” teriak Ardo heboh sendiri sambil menonjok-nonjok langit yang tidak bersalah, sebagai ekspresi dari kegembiraannya karena pendekar wanita jagoannya menang. Dia sedikit pun tidak menunjukkan rasa iba kepada Nyai Wetong yang mati mengerikan.Menyaksikan pembunuhan atau sesuatu yang mengerikan, sudah beberapa kali Ardo lihat, apakah itu memang niat melihat atau yang terjadi begitu saja di depan mata. Di era hukum rimba ini, banyak kejadian memperlihatkan yang kuat menghancurkan yang lemah dan buruk menjahati yang baik.Seperti yang baru saja terjadi. Pertarungan antara Iblis Jelita dengan Nyai Wetong menunjukkan yang kuat menghancurkan yang lemah.Karena pert

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-31
  • Pendekar Tiga Iblis   7. Racun Kelapa

    Setelah mendapat izin dari ibunya, Ardo Kenconowoto pun berpamitan kepada sang ibu. Dia memeluk erat ibunya yang menangis karena akan ditinggal pergi oleh putra berbaktinya, meski tidak ditinggal untuk selamanya.Di saat Upir Rammi menangis, Ardo justru tertawa-tawa, menertawakan ibunya sambil menghibur sang ibu.“Aku akan seling-seling datang melihat kondisi, Ibu,” kata Ardo. “Aku pamit, Bu. Nyai Sakti sudah menunggu aku.”Upir Rimma hanya mengangguk sembari tersenyum getir. Ia menyeka air matanya di saat putranya juga memeluk adik baiknya.“Kakang titip Ibu. Kau halus kuat, Linta,” kata Ardo memberi pesan.“Iya. Aku akan menjadi wanita kuat, Kakang,” kata Rinta Kemiri optimis.Ardo lalu berlari kecil menyusul Iblis Jelita yang sudah menunggu di luar.Upir Rimma meraih sekantung kecil kepeng yang sebelumnya diberikan oleh Iblis Jelita. Dia begitu senang memiliki stok kepeng yang nyaris tidak pernah terjadi selama dia menderita sakit persendian pada kedua kakinya.Sementara di luar ru

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-01
  • Pendekar Tiga Iblis   8. Iblis Sirih

    Ketika hendak sampai di rumah bambunya yang bisa dibilang megah, Iblis Jelita mencium aroma yang akrab dan dia kenal, yaitu bau kunyahan sirih.Karena tidak melihat ada orang lain di luaran rumahnya, Iblis Jelita menduga tamunya sedang ada di dalam.Jleg!Bertepatan dengan mendaratnya kaki Iblis Jelita di lantai bambu, dari dalam rumah berjalan keluar seorang lelaki berjubah merah terang, kian memberi warna pemandangan di sungai itu. Sulit mencari warna merah di tempat itu, karena gincu wanita yang biasanya merah, Iblis Jelita justru memakai gincu biru. Entah apa bahan utama dari warna pembiru bibirnya.Lelaki berjubah merah itu sepuluh tahun lebih tua dari Iblis Jelita. Artinya dia berusia empat puluh lima tahun. Rambut gondrong terbatasnya diikat sederhana di belakang, sehingga terlihat seperti ekor burung berekor pendek. Wajahnya bersih dari kumis dan jenggot. Alisnya pun tipis, seolah-olah hanya digaris pakai arang kayu. Mulutnya mengunyah dan ada bercak-bercak warna merah di bibi

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-02
  • Pendekar Tiga Iblis   9. Kronologi Piara Burung

    Ratu Senja bisa dibilang satu generasi dengan Iblis Jelita. Sama-sama wanita berusia menuju senja. Mereka sama-sama tidak punya anak. Jika Iblis Jelita memang tidak mau punya anak meski berhubungan dengan banyak lelaki dewasa, maka Ratu Senja awalnya adalah janda berkembang, baru nikah sudah ditinggal mati suami. Meski sudah pernah dicocoktanami, tetapi dia tidak hamil.Jadi, Ratu Senja adalah janda yang setia. Bukan di setiap tikungan ada, tetapi memang setia menjanda tanpa main ilegal dengan lelaki manapun. Dia bisa bertahan sampai hampir lebih sepuluh tahun menjanda.Iblis Jelita dan Ratu Senja bisa disebut sahabat, meski Iblis Jelita cenderung berkarakter golongan hitam dan Ratu Senja terbilang wanita baik, terbukti dia teguh mempertahankan keperawanannya terhitung sejak suaminya meninggal.Ratu Senja tinggal di tengah-tengah sebuah kebun petai. Itu miliknya, tetapi orang yang mengurus kebunnya adalah orang bayaran dari kota Gampartiga. Ada dua orang bayaran, keduanya berusia tua

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-03
  • Pendekar Tiga Iblis   10. Satu Lawan Dua

    “Kenapa kalian menginginkan burungku?” tanya Ratu Senja yang berdiri di teras rumahnya sambil memegang tampi yang di atasnya ada beras.Ki Rumpuk dan Ketinting Uwok berdiri dengan gaya menantang di depan rumah, sedikit lebih rendah dari Ratu Senja.“Sama sepertimu yang punya tujuan memelihara burung suami Nyai Wetong,” kata Ketinting Uwok sambil menunjuk dengan ujung tongkatnya yang seperti tombak.“Kenapa kau bisa tahu tentang burung itu?” tanya Ratu Senja heran.“Tanyakan saja dengan sahabatmu setan yang jelita itu,” kata Ketinting Uwok.“Tidak mungkin Iblis Jelita memberi tahu kalian,” kata Ratu Senja.“Dia bicara di depan orang banyak kemarin, saat Nyai Wetong menagih burung suaminya. Nyai Wetong sudah mati, jadi burung itu sekarang bukan milik siapa-siapa dan bebas untuk direbut,” kata Ketinting Uwok.“Sembarangan!” bentak Ratu Senja. “Oooh, jadi Nyai Wetong mati dibunuh oleh Iblis jelita? Bisa berbuntut panjang.”“Sudah, lebih baik serahkan burung itu baik-baik, agar kejandaanmu

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-04
  • Pendekar Tiga Iblis   11. Burung Dibawa, Istri Melayang

    “Benar-benar cari mati kau, Ki Rumpuk!” teriak Ratu Senja melihat lawan lelakinya telah berkelebat dengan membawa sangkar yang berisi burung sakti.Set!Baru saja hendak mengejar Ki Rumpuk, Ketinting Uwok cepat mengarahkan tangan kanannya ke arah tongkatnya yang menancap di tiang bambu rumah Ratu Senja.Ketika gerakan menarik dengan tenaga dalam yang besar, tongkat itu tercabut dan melesat mundur sendiri menyerang Ratu Senja yang bergerak. Ternyata lesatan tombak itu menghalangi langkah Ratu Senja, sehingga dia tertahan.Sambil menahan luka parahnya di bahu belakangnya, Ketinting Uwok dengan tangkas menangkap batang tongkatnya yang seperti tombak.Setelah itu, Ketinting Uwok memutar-mutar tongkatnya yang ujung-ujungnya menusuk ke arah Ratu Senja.Lagi-lagi Ratu Senja mengandalkan ilmu Tinju Belut Peri untuk menantang tusukan lancip tongkat tersebut.Satu jengkal sebelum pertemuan terjadi, mata lancip tongkat terpeleset tanpa menyentuh tinju Ratu Senja.Keterpelesetan itu membuat Ketin

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-21
  • Pendekar Tiga Iblis   12. Kesepakatan Dua Wanita

    Ratu Senja telah tiba di pinggir Sungai Ukirati, tepatnya di kediaman Iblis Jelita. Dia membawa sangkar yang berisi burung sakti peninggalan mendiang Pendekar Tabur Bunga.Dia memandang ke rumah bambu yang ada di tengah-tengah sungai. Dilihatnya ada seorang anak lelaki bertelanjang dada sedang menonjoki buah kelapa yang digantung. Posisinya membelakangi arah keberadaan Ratu Senja.Ratu Senja lalu melompat dan berlari di atas titian seutas tambang yang menghubungkan darat dengan rumah bambu. Tidak butuh waktu lama untuk sampai di rumah tengah sungai tersebut.Jleg!Ratu Senja sengaja sedikit memperkeras pendaratan kakinya di lantai bambu agar si bocah yang sedang menonjoki buah kelapa mendengar kedatangannya.Benar saja, anak itu sontak menghentikan aksinya dan cepat menengok. Dia pun terkejut melihat siapa yang telah ada di belakangnya.“Eh, Nyai Sakti!” sebut anak yang adalah Ardo Kenconowoto. Dia segera berbalik dan menjura hormat.“Rupanya kau, Aldo,” ucap Ratu Senja pula cukup ter

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-22
  • Pendekar Tiga Iblis   13. Empat Tahun Kemudian

    “Dua puluh, Nyaiii!” teriak Ardo saat kepala dan wajahnya keluar dari dalam air sungai.Ardo telah menjadi seorang remaja tanggung yang tampan dan semakin berotot. Rambutnya pun semakin gondrong. Empat tahun telah berlalu. Benar dugaan Iblis Jelita, Ardo semakin dewasa semakin tampan.“Naiklah, ada tugas untukmu!” perintah Iblis Jelita yang saat itu sedang memilah dan memilih buah leunca.Dia memilah dan memilih buah untuk sayur itu bersama Ratu Senja. Namun, ada yang aneh dari kedua wanita dewasa itu.Setelah empat tahun berlalu, wajah keduanya semakin terlihat cantik dan lebih muda, seperti gadis berusia di bawah tiga puluh tahun, padahal usia mereka hampir kepala empat. Sepertinya mereka sukses berbagi resep awet muda yang mereka dapat dari burung sakti, yang hingga saat ini burung tersebut masih sehat bugar.Bruss! Jleg!Kini, Ardo tinggal melakukan lompatan untuk naik dari air sungai dan mendarat di lantai bambu rumah Iblis Jelita.Terlihatlah penampilan Ardo yang sudah bertubuh

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-22

Bab terbaru

  • Pendekar Tiga Iblis   113. TAMAT

    Di saat dua pertarungan pendekar dan dua pertempuran berlangsung sengit, tiba-tiba ada pasukan lain yang datang mendekat ke Lembah Jepit. Prajurit pasukan itu mengenakan seragam warna hijau-hijau, tapi tidak seperti seragam hansip.Semua orang yang sedang punya kepentingan di lembah tersebut tahu bahwa itu adalah pasukan kadipaten. Jika melihat dari panjinya, mereka adalah pasukan Kadipaten Dadariwak dan Kadipaten Babatoto.Melihat kedatangan pasukan kadipaten yang dipimpin oleh Komandan Cecak Godok dan pendekar Codet Maut, para arjunasiwa yang memimpin serta pasukannya merasa senang karena pasukan kadipaten datang membantu.Sementara di tempatnya, Urak Sepadan, Anggar Sukolaga, Guntur Murka, dan Angkel Asap memantau pertempuran tersebut.“Seraaang!” teriak para prajurit kadipaten.Mereka akhirnya masuk menyerbu ke dalam pertempuran.“Aak! Aak! Akh…!” jerit para prajurit Kerajaan Panesahan saat mereka justru diserang oleh para prajurit pasukan kadipaten.Alangkah terkejutnya para perw

  • Pendekar Tiga Iblis   112. Menyelamatkan Sepasang Kekasih

    Pendekar kerajaan yang bernama Perwira Hidung Baja berdiri gagah menghadang Ardo Kenconowoto dan Iblis Jelita yang berbagi satu punggung kuda. Mentang-mentang kedua jagoan itu sudah terluka parah, Perwira Hidung Baja baru muncul setor hidung.“Turun dan menyeraaakh!” seru Perwira Hidung Baja yang berujung jeritan seiring tubuhnya terlempar jauh ke samping.Tiba-tiba muncul sosok gemuk Iblis Satu Kaki yang datang melesat dari samping kiri secepat rudal jet tempur. Dia langsung menabrak tubuh Perwira Hidung Baja tanpa rem. Karena itulah Perwira Hidung Baja terpental pergi dari depan kuda Iblis Jelita.Tabrakan dahsyat itu mengejutkan semua orang. Perwira Hidung Baja menghantam keras tanah lembah yang hangus dan berguling-guling.Agar tidak malu, meski sudah terlanjur malu, Perwira Hidung Baja buru-buru bangkit berdiri. Untung wajahnya hitam oleh noda arang rumput lembah yang sebelumnya dibakar oleh Pendekar Raja Neraka, jadi malunya cukup tertutupi.“Frukrr!” Perwira Hidung Baja malah m

  • Pendekar Tiga Iblis   111. Nini Lanting Hidup Lagi

    Blar blar blar…!Ketika tangan Nini Lanting yang bersinar putih menyilaukan ditusukkan ke arah langit, maka tanah sekitar dirinya dan termasuk di posisi Iblis Jelita berdiri meledak.Tanah-tanah berumput terbongkar mengudara. Namun, ketika ilmu Kiamat Kecil itu terjadi, sosok Iblis Jelita menghilang di mata para penonton biasa. Menghilangnya Iblis Jelita diikuti gerak wajah si nenek yang memandang ke langit.Dari arah langit meluncur cepat sosok Iblis Jelita dengan posisi kepala dan tangan di bawah, kedua kaki lurus di atas. Pada ujung tangannya yang menempel lurus ada sinar ungu dan hitam yang saling membaur tanpa saling menguasai. Arahnya tepat ke atas kepala Nini Lanting.Serangan Iblis Jelita dengan ilmu Totok Bumi level grand master itu datang sangat cepat. Tanpa pikir ulang, Nini Lanting menyambut lawannya dengan satu hentakan telapak tangan yang bersinar putih menyilaukan.Buooom!Pertemuan dua kesaktian itu menciptakan ledakan energi yang dahsyat. Tanah di sekitar mereka kemba

  • Pendekar Tiga Iblis   110. Gerbang Senja Merah

    Srosss!“Aaakk…!”Dua serangan tapak membara yang mendarat di dadanya, membuat pikiran Ki Lagak sejenak blank dalam mengendalikan puluhan pedang sinar biru. Padahal rombongan energi ilmu Pedang Beranak Seribu itu sedang melesat mengarah Ratu Senja yang notabene ada di depannya.Maka, dengan lenyapnya sosok Ratu Senja, jadi justru sebagian pedang sinar biru menusuki tubuh Ki Lagak.Setelah Ki Lagak ditusuki oleh pedang-pedang energi miliknya sendiri, tahu-tahu Ratu Senja muncul lagi seperti dedemit caper di depan Ki Lagak yang terhuyung kesakitan. Kemunculan Ratu Senja yang tanpa tawa atau suara, membuat Ki Lagak tidak menyadari untuk waktu sesaat.Suss!“Hahh!” kejut Ki Lagak ketika baru melihat keberadaan Ratu Senja yang sudah memegang sinar biru gelap Dari ilmu Penghancur Cinta.Bluar!“Hakkr!”Dalam jarak yang sangat dekat, Ratu Senja menghantamkan sinar biru di tangannya kepada Ki Lagak yang mustahil untuk menghindar jika tidak punya ilmu lenyap seperti lawannya. Jalan satu-satuny

  • Pendekar Tiga Iblis   109. Pedang Beranak Seribu

    Set set!Ternyata pedang biru bagus Ki Lagak bisa dibagi menjadi dua pedang kembar yang lebih tipis. Dengan ilmu pengendali, kedua pedang itu bisa diterbangkan seringan capung tapi secepat anak panah.Ratu Seja tidak menggunakan ilmu perisai semodel sahabatnya Iblis Jelita, tetapi dia menggunakan ilmu Tinju Belut Peri. Ada yang ingat dengan ilmu ini?Kedatangan dua pedang yang sifatnya menusuk, cukup diadu dengan tinju kedua tangan Ratu Senja yang terlihat tinju biasa. Ketika pedang tinggal sejengkal jaraknya dari kepalan tangan janda awet itu, pedang akan melenceng arah, seperti terpeleset di lantai bersabun.Setelah terpeleset tanpa menyentuh tangan atau raga Ratu Senja, kedua pedang terus terbang dan berbalik atau berbelok arah yang tetap memburu tubuh indah Ratu Senja. Sepertinya Ki Lagak sudah terlalu tua, sehingga dia tega ingin menghancurkan keindahan yang lawannya miliki.Semua upaya serangan dua pedang kembar terbang gagal. Selalu terpeleset dan terpeleset lagi. Ki Lagak samp

  • Pendekar Tiga Iblis   108. Sepuluh Kepala Hantu

    Setelah pertarungan antara Ardo Kenconowoto berakhir dengan hasil berkurangnya satu anggota Keturunan Darah Emas, Nini Lanting semakin menggila dalam bertarung melawan Iblis Jelita.Begg! Pagg! Begg begg! Pagg pagg!Pukulan tinju dan telapak tangan yang bertenaga dalam tinggi dilancarkan menghantam dinding sinar ungu bening dari ilmu perisai Lapis-Lapis Kulit Bawang, semakin tipis, semakin menerawang.Tinju pertama tidak menghancurkan dinding sinar ungu, tapi hantaman telapak tangan yang disusulkan kemudian menghancurkan dinding pertama.Nini Lanting kembali maju selangkah dan melancarkan dua pukulan beruntun untuk menghancurkan lapisan kedua. Namun, setelah itu Iblis Jelita kembali memunculkan ilmu perisai yang sama dengan sebelumnya, membuat Nini Lanting harus menghancurkan dua lapis perisai Lapis-Lapis Kulit Bawang lagi.Suara hantaman pukulan kepada dinding perisai terdengar keras, membuat orang-orang yang mendengar bergetar hatinya. Bergetar bukan karena cinta, tapi bergetar ikut

  • Pendekar Tiga Iblis   107. Taktik Kemenangan

    Tubuh Ardo berguling melintasi api yang membakar rumput. Cepatnya gulingan tubuhnya membuat dia tidak sempat terbakar. Maklum pendekar saktinya sedang sibuk.Ardo cepat bangkit di antara kobaran api yang membakar lahan di mana-mana. Memang agak runyam jika melawan Pendekar Raja Neraka, api di mana-mana.Sosss!Belum sempurna fokus pandangan Ardo, serangan gelang-gelang sudah datang lagi.“Lelele…!” teriak Ardo sambil lari kencang ke samping, membuat serangan seperti selang api panjang itu hanya kian memperparah kebakaran lahan.Iblis Jelita yang bertarung sengit di sisi lain hanya tersenyum tipis saat mendengar lolongan Ardo, tanpa tertarik untuk melirik kepada murid dan calon suaminya itu.Ardo berlari kencang mengelilingi posisi Cukil Bugir.Sosss!Cukil Bugir kembali memburu Ardo dengan melesatkan barisan gelang-gelang api. Namun, Ardo seperti jagoan yang jika ditembak tidak kena-kena.Sing! Ctarr! Ses ses ses…!Setelah lolos lagi dari serangan, sambil terus berlari, Ardo melesatka

  • Pendekar Tiga Iblis   106. Tarung Lembah Jepit Mulai

    “Lelaki tampan mana yang kau pilih untuk dibunuh?” tanya Iblis Jelita kepada Ratu Senja sambil memandang kepada Ki Lagak dan Cukil Bugir. “Aku pilih Ki Lagak saja, agar yang suka marah-marah jatahnya Ardo,” jawab Ratu Senja sembari tersenyum semanis mangga matang di hati. “Tapi yang suka malah-malah namanya siapa, Nyai Latu?” tanya Ardo yang membuat ketiga calon lawan mereka tahu bahwa ternyata pemuda itu cadel. “Namanya Cukil Bugir, bergelar Pendekar Raja Neraka,” jawab Ratu Senja. “Oooh Cukil Bugil. Pendekal Laja Nelaka,” sebut ulang Ardo yang membuat Ratu Senja tersenyum lebar dan Cukil Bugir mendelik sewot. “Jangan coba-coba kau menyebut nama agungku lagi, Pemuda Cadel!” ancam Cukil Bugir yang tidak rela namanya beruba jadi mesum jika disebut oleh Ardo. “Tenang saja, Kek. Aku tidak akan menyebut nama Cukil Bugil lagi,” kata Ardo seraya tersenyum santun tapi menjengkelkan bagi Cukil Bugir. “Tapi kau masih menyebutnya!” bentak Cukir Bugir lalu…. Clap! Dak dak! Tiba-tiba ka

  • Pendekar Tiga Iblis   105. Calon Suami Datang

    Iblis Jelita tetap di punggung Surami, berhadapan dalam jarak tiga tombak dengan kereta kuda putih yang diapit oleh Ki Lagak alias Pendekar Pedang Bersayap dan Cukil Bugir alias Pendekar Raja Neraka.Sementara empat murid berkuda Nini Lanting posisinya ada di belakang, seolah-olah mereka dilarang untuk turun tarung karena cukuplah yang tua-tua saja yang turun ke ambang kematian untuk memetik nyawa.Semua mata penonton yang berada di sekeliling area Lembah Jepit terpusat kepada mereka. Yang mereka tunggu jelas adegan tarung yang seru sampai ada yang tumbang bersimbah darah dan nyawa melayang.“Apakah Keturunan Darah Emas akan menghabiskan diri hanya di tangan seorang Iblis Jelita?” kata Iblis Jelita datar.“Kesombonganmu akan berakhir di sini, Iblis Jelita!” seru Pendekar Raja Neraka.“Hihihi! Berkaca tapi tidak pernah melihat wajah sendiri. Satu per satu Keturunan Darah Emas datang menantang menyombongkan diri. Pendekar Pedang Kayu saja mempermalukan diri di tangan muridku, pendekar y

DMCA.com Protection Status