Iblis Jelita hanya tersenyum meremehkan melihat Nyai Wetong tidak kuat menahan dua hantaman Sentilan Dewi Hitam tingkat satu.
“Sepertinya kau akan mati di tanganku, Nyai,” kata Iblis Jelita dengan senyum sinisnya.
“Lebih baik aku mati terhormat dari pada hidup tapi kalah oleh wanita rendah sepertimu!” teriak Nyai Wetong, lalu dia menghentakkan tangan kanannya ke arah langit dengan jari-jari tegang mencengkeram. Sementara tangan kirinya memegang pedang yang belum dia cabut.
“Hihihi! Ya sudah, matilah!” tawa Iblis Jelita.
Sesss!
Tiba-tiba terdengar suara desisan energi yang mengalir dari angkasa masuk ke tangan kanan Nyai Wetong. Di tangan kanan muncul gumpalan energi sinar merah. Debu-debu di sekitar Nyai Wetong beterbangan karena muncul angin kencang dari pergerakan energi tersebut.
Melihat itu, Iblis Jelita tidak mau tinggal menunggu diserang. Dia berinisiatif cepat berlari maju kepada Nyai Wetong.
Melihat Iblis Jelita mulai banyak bergerak, para penonton yang hampir semua kaum pisangan itu kian sumringah dan antusias. Namun, kesaktian yang sedang dikeluarkan oleh Nyai Wetong membuat debu-debu beterbangan dengan liar, membuat para penonton sulit melotot. Padahal angin itu membuat rok Iblis Jelita jadi berkibar-kibar, tapi tidak seekstrem rok Marylin Monroe.
Kali ini Iblis Jelita serius dengan serangan kedua tangannya yang bercakar tanpa takut adanya sinar merah yang bercokol di tangan kanan lawannya.
Nyai Wetong tidak diam saja. Sebelum energi yang dikumpulkannya sempurna, dia lebih dulu menghadapi agresi berbahaya lawannya dengan pertarungan tangan kiri yang masih memegang pedang bersarung.
Crak crak bret!
“Ak!” pekik tertahan Nyai Wetong.
Beberapa serangan cakaran Iblis Jelita ditangkis oleh sarung pedang. Namun, gerak serang Iblis Jelita terlalu cepat dan gesit. Dalam waktu singkat ada cakaran kuku ungu yang mengancam punggung Nyai Wetong.
Iritnya gerakan Nyai Wetong karena dalam kondisi menyerap energi, membuatnya terancam lebih dulu. Gerak hindar yang dilakukan tubuhnya menjadi terbatas, sehingga kuku tangan kiri Iblis Jelita berhasil merobek punggung baju dan kulit Nyai Wetong. Luka itu membuat Nyai Wetong menjerit tertahan.
Suass! Bluar!
Reaksi dari luka yang didapatnya, Nyai Wetong langsung menghantamkan sinar merah di tangan kanannya kepada Iblis Jelita yang sangat dekat dengannya.
Tahu-tahu ledakan hebat terjadi yang menghancurkan tanah yang mereka pijak. Tanah keras di sekitar mereka terbongkar dan mengudara cukup tinggi, membuat visual pertarungan jadi terhalang bagi para penonton.
“Wuaaah!” teriak para penonton karena begitu hebatnya ledakan yang terjadi, sampai-sampai mereka harus mundur dari posisi tontonnya karena ada hujan tanah dan debu tebal.
Di dalam pekatnya kabut tanah dan debu, Nyai Wetong terkejut karena ternyata targetnya menghilang dan berhasil menghindar.
Para penonton bisa melihat Iblis Jelita tahu-tahu muncul tidak jauh di depan para penonton sisi selatan. Para penonton itu terbeliak melihat sosok aduhai Iblis Jelita yang hanya ada satu jangkauan di depan mereka, bahkan mereka bisa mencium semerbak wangi tubuh wanita cantik itu. Namun, siapa yang berani mengulurkan tangan untuk menepak bokong indah itu.
Namun, tidak sampai sepenarikan napas atau sepenarikan tali celana, Iblis Jelita sudah melesat secepat kilat dengan bagian belakang roknya berkibar di belakang.
Dalam kondisi udara yang belum jernih, Nyai Wetong harus terkejut ketika dia melihat bayangan biru terang datang kepadanya seperti lesatan anak panah.
Sriiing! Crak!
Bluasss!
“Hukh!” keluh Iblis Jelita.
Tidak terlihat jelasnya kondisi musuh, mencabut pedang pusakanya adalah cara terbaik saat itu bagi Nyai Wetong.
Ketika pedang dicabut dari sarungnya, cahaya putih menyilaukan langsung menyeruak. Seiring itu, kuku-kuku hitam Iblis Jelita telah sampai dan tertangkis oleh bilah pedang. Dan kejap berikutnya, ledakan sinar putih terjadi, mementalkan tubuh Iblis Jelita yang juga membuatnya mengeluh.
Melihat tubuh indah Iblis Jelita terlempar, semakin teganglah para penonton. Entah bagian tubuh mana yang tegang?
Jleg!
Iblis Jelita tidak mendarat dengan dua kaki dari lemparan keras itu, tetapi mendarat dengan tiga kaki. Dua kaki sungguhan dan satu tangan kanan. Pendaratan dengan posisi push-up itu membuat paha wanita cantik itu terbuka keliling dunia, membuat penonton kian antusias. Namun, mereka harus kecewa karena ternyata Iblis Jelita mengenakan celana pendek, yang di zaman masa depan disebut jenis biker short.
Iblis Jelita segera bangkit. Dia tidak peduli dengan kaum pisangan yang mata bakul.
“Cuih!”
Iblis Jelita meludah darah ke kiri.
“Ayo, Nyai! Hajal telus! Nyai halus menang!” teriak satu anak lelaki tiba-tiba dari tengah-tengah penonton.
“Hahaha...!” tawa semua penonton mendengar teriakan cadel itu.
Iblis Jelita yang marah melirik ke sumber teriakan. Ternyata itu Ardo Kenconowoto yang berada di depan para penonton orang dewasa.
Iblis Jelita jadi tersenyum melihat Ardo yang begitu semangat mendukungnya. Meski sang pendekar tersenyum kepada Ardo, tetapi yang bahagia adalah kaum bapak-bapak di belakangnya. Mereka jadi heboh sendiri, seolah-olah mereka dipilih menjadi target cinta Iblis Jelita.
Drap drap drap...!
Brak brak brak...!
Tiba-tiba terdengar suara lari puluhan kaki manusia dan suara berisik barang dipukul ramai-ramai dan serentak.
Suara ramai itu bersumber dari kedatangan puluhan prajurit berseragam hijau-hijau, yang berlari dalam barisan sambil memukuli tameng kayu tebal mereka dengan batang tombak masing-masing.
“Minggir! Minggir! Minggir!” teriak keras seorang perwira prajurit kepada warga dan pendekar yang berkumpul menonton.
Seiring pasukan prajurit itu bergerak mengepung area Tugu Setia, yang juga mengepung Iblis Jelita dan Nyai Wetong, para penonton buru-buru minggir dan mundur lebih melebar, sehingga posisi mereka ada di belakang Pasukan Kadipaten Dadariwak.
Kedatangan Pasukan Kadipaten itu dipimpin oleh seorang kepala pasukan, yaitu Komandan Cecak Godok. Dia tidak berkuda, sama sebagai pejalan kaki seperti pasukannya, tapi senjatanya sebuah pedang.
Para prajurit yang sudah mengepung, menghadap ke dalam lingkaran memasang kuda-kuda dengan tamengnya yang seperti pantat penggorengan, sementara mata tombak menghadap ke depan. Kepungan itu terbentuk rapat. Sementara Komandan Cecak Godok berposisi di dalam kepungan.
Kemunculan Pasukan Kadipaten itu jelas membuat pertarungan kedua wanita sakti tersebut terjeda, meski tidak ada sponsor iklan.
Sementara itu, Nyai Wetong berdiri dengan tangan kanan telah memegang pedang yang menyala putih seperti lampu.
“Iblis Jelita! Nyai Wetong! Kalian merusak lingkungan Tugu Setia!” bentak Komandan Cecak Godok tanpa gentar terhadap kedua pendekar berbahaya itu.
Tess! Tass!
“Aakk!” jerit Komandan Cecak Godok saat tiba-tiba sebutir sinar hitam kecil menghantam dadanya tanpa sanggup dia elaki atau tangkis.
Brak!
Tubuh sang komandan yang terlempar menabrak beberapa prajuritnya. Untung, tubuhnya tidak tertusuk tombak yang lancip. Para prajurit itu hanya bisa terkejut melihat komandan mereka kejang-kejang seperti ayam yang sedang sakratul maut. Tidak ada yang berani menyerang Iblis Jelita yang melepaskan ilmu Sentilan Dewi Hitam tingkat satu.
Drap drap drap...!
Dari kejauhan terdengar suara lari beberapa ekor kuda. Perhatian semuanya pun teralih kepada tiga ekor kuda yang datang.
Penunggang kuda terdepan adalah seorang lelaki separuh baya yang berkumis tipis dan berjenggot lebat. Lelaki berbaju sutera warna merah itu mengenakan blangkon berwarna kombinasi merah gelap dan hitam.
“Gusti Adipati datang!” kata satu orang penonton lebih dulu. (RH)
Adipati Banting Arak datang berkuda dikawal oleh dua pengawal pendekarnya yang juga berkuda. Pengawal yang berjari tangan komplit bernama Codet Maut dan pengawal yang berjari tangan sembilan bernama Pembunuh Jauh. Bagi Pembunuh Jauh, sulit dicari tahu jari tangan mana yang tidak ada, karena memang tidak ada yang begitu peduli dengan nasib kesempurnaan jari-jari tangannya. Posisi berkuda membuat Adipati Banting Arak bisa melihat dengan leluasa area yang dikepung. Dia pun dengan mudah dipandang oleh dua wanita petarung yang sudah siap bunuh-bunuhan tanpa memikirkan nasib anak dan suami. Iblis Jelita belum punya suami dan anak, meski dia sudah berulang kali dimasuki “kepala” banyak lelaki. Berbeda dengan Nyai Wetong, seorang janda dengan empat anak, tetapi anak-anaknya hidup jauh bersama dengan kakek neneknya demi menuntut ilmu dunia dan persilatan, bukan ilmu akhirat. Jadi dia sudah tidak memikirkan nafkah untuk anak atau siapa yang kelak mengasuhnya jika dia mati. Sebentar sang adi
Kemenangan Iblis Jelita atas Nyai Wetong yang berjuluk Pendekar Pedang Buas membuat dia memenangkan taruhan dengan Ardo Kenconowoto.Setelah memastikan kemenangannya, wanita cantik yang berkeringat itu langsung mengunci Ardo di dalam ingatannya. Jadi, dia langsung mencari keberadaan anak cadel berambut gondrong itu.“Leee leee leee!” teriak Ardo heboh sendiri sambil menonjok-nonjok langit yang tidak bersalah, sebagai ekspresi dari kegembiraannya karena pendekar wanita jagoannya menang. Dia sedikit pun tidak menunjukkan rasa iba kepada Nyai Wetong yang mati mengerikan.Menyaksikan pembunuhan atau sesuatu yang mengerikan, sudah beberapa kali Ardo lihat, apakah itu memang niat melihat atau yang terjadi begitu saja di depan mata. Di era hukum rimba ini, banyak kejadian memperlihatkan yang kuat menghancurkan yang lemah dan buruk menjahati yang baik.Seperti yang baru saja terjadi. Pertarungan antara Iblis Jelita dengan Nyai Wetong menunjukkan yang kuat menghancurkan yang lemah.Karena pert
Setelah mendapat izin dari ibunya, Ardo Kenconowoto pun berpamitan kepada sang ibu. Dia memeluk erat ibunya yang menangis karena akan ditinggal pergi oleh putra berbaktinya, meski tidak ditinggal untuk selamanya.Di saat Upir Rammi menangis, Ardo justru tertawa-tawa, menertawakan ibunya sambil menghibur sang ibu.“Aku akan seling-seling datang melihat kondisi, Ibu,” kata Ardo. “Aku pamit, Bu. Nyai Sakti sudah menunggu aku.”Upir Rimma hanya mengangguk sembari tersenyum getir. Ia menyeka air matanya di saat putranya juga memeluk adik baiknya.“Kakang titip Ibu. Kau halus kuat, Linta,” kata Ardo memberi pesan.“Iya. Aku akan menjadi wanita kuat, Kakang,” kata Rinta Kemiri optimis.Ardo lalu berlari kecil menyusul Iblis Jelita yang sudah menunggu di luar.Upir Rimma meraih sekantung kecil kepeng yang sebelumnya diberikan oleh Iblis Jelita. Dia begitu senang memiliki stok kepeng yang nyaris tidak pernah terjadi selama dia menderita sakit persendian pada kedua kakinya.Sementara di luar ru
Ketika hendak sampai di rumah bambunya yang bisa dibilang megah, Iblis Jelita mencium aroma yang akrab dan dia kenal, yaitu bau kunyahan sirih.Karena tidak melihat ada orang lain di luaran rumahnya, Iblis Jelita menduga tamunya sedang ada di dalam.Jleg!Bertepatan dengan mendaratnya kaki Iblis Jelita di lantai bambu, dari dalam rumah berjalan keluar seorang lelaki berjubah merah terang, kian memberi warna pemandangan di sungai itu. Sulit mencari warna merah di tempat itu, karena gincu wanita yang biasanya merah, Iblis Jelita justru memakai gincu biru. Entah apa bahan utama dari warna pembiru bibirnya.Lelaki berjubah merah itu sepuluh tahun lebih tua dari Iblis Jelita. Artinya dia berusia empat puluh lima tahun. Rambut gondrong terbatasnya diikat sederhana di belakang, sehingga terlihat seperti ekor burung berekor pendek. Wajahnya bersih dari kumis dan jenggot. Alisnya pun tipis, seolah-olah hanya digaris pakai arang kayu. Mulutnya mengunyah dan ada bercak-bercak warna merah di bibi
Ratu Senja bisa dibilang satu generasi dengan Iblis Jelita. Sama-sama wanita berusia menuju senja. Mereka sama-sama tidak punya anak. Jika Iblis Jelita memang tidak mau punya anak meski berhubungan dengan banyak lelaki dewasa, maka Ratu Senja awalnya adalah janda berkembang, baru nikah sudah ditinggal mati suami. Meski sudah pernah dicocoktanami, tetapi dia tidak hamil.Jadi, Ratu Senja adalah janda yang setia. Bukan di setiap tikungan ada, tetapi memang setia menjanda tanpa main ilegal dengan lelaki manapun. Dia bisa bertahan sampai hampir lebih sepuluh tahun menjanda.Iblis Jelita dan Ratu Senja bisa disebut sahabat, meski Iblis Jelita cenderung berkarakter golongan hitam dan Ratu Senja terbilang wanita baik, terbukti dia teguh mempertahankan keperawanannya terhitung sejak suaminya meninggal.Ratu Senja tinggal di tengah-tengah sebuah kebun petai. Itu miliknya, tetapi orang yang mengurus kebunnya adalah orang bayaran dari kota Gampartiga. Ada dua orang bayaran, keduanya berusia tua
“Kenapa kalian menginginkan burungku?” tanya Ratu Senja yang berdiri di teras rumahnya sambil memegang tampi yang di atasnya ada beras.Ki Rumpuk dan Ketinting Uwok berdiri dengan gaya menantang di depan rumah, sedikit lebih rendah dari Ratu Senja.“Sama sepertimu yang punya tujuan memelihara burung suami Nyai Wetong,” kata Ketinting Uwok sambil menunjuk dengan ujung tongkatnya yang seperti tombak.“Kenapa kau bisa tahu tentang burung itu?” tanya Ratu Senja heran.“Tanyakan saja dengan sahabatmu setan yang jelita itu,” kata Ketinting Uwok.“Tidak mungkin Iblis Jelita memberi tahu kalian,” kata Ratu Senja.“Dia bicara di depan orang banyak kemarin, saat Nyai Wetong menagih burung suaminya. Nyai Wetong sudah mati, jadi burung itu sekarang bukan milik siapa-siapa dan bebas untuk direbut,” kata Ketinting Uwok.“Sembarangan!” bentak Ratu Senja. “Oooh, jadi Nyai Wetong mati dibunuh oleh Iblis jelita? Bisa berbuntut panjang.”“Sudah, lebih baik serahkan burung itu baik-baik, agar kejandaanmu
“Benar-benar cari mati kau, Ki Rumpuk!” teriak Ratu Senja melihat lawan lelakinya telah berkelebat dengan membawa sangkar yang berisi burung sakti.Set!Baru saja hendak mengejar Ki Rumpuk, Ketinting Uwok cepat mengarahkan tangan kanannya ke arah tongkatnya yang menancap di tiang bambu rumah Ratu Senja.Ketika gerakan menarik dengan tenaga dalam yang besar, tongkat itu tercabut dan melesat mundur sendiri menyerang Ratu Senja yang bergerak. Ternyata lesatan tombak itu menghalangi langkah Ratu Senja, sehingga dia tertahan.Sambil menahan luka parahnya di bahu belakangnya, Ketinting Uwok dengan tangkas menangkap batang tongkatnya yang seperti tombak.Setelah itu, Ketinting Uwok memutar-mutar tongkatnya yang ujung-ujungnya menusuk ke arah Ratu Senja.Lagi-lagi Ratu Senja mengandalkan ilmu Tinju Belut Peri untuk menantang tusukan lancip tongkat tersebut.Satu jengkal sebelum pertemuan terjadi, mata lancip tongkat terpeleset tanpa menyentuh tinju Ratu Senja.Keterpelesetan itu membuat Ketin
Ratu Senja telah tiba di pinggir Sungai Ukirati, tepatnya di kediaman Iblis Jelita. Dia membawa sangkar yang berisi burung sakti peninggalan mendiang Pendekar Tabur Bunga.Dia memandang ke rumah bambu yang ada di tengah-tengah sungai. Dilihatnya ada seorang anak lelaki bertelanjang dada sedang menonjoki buah kelapa yang digantung. Posisinya membelakangi arah keberadaan Ratu Senja.Ratu Senja lalu melompat dan berlari di atas titian seutas tambang yang menghubungkan darat dengan rumah bambu. Tidak butuh waktu lama untuk sampai di rumah tengah sungai tersebut.Jleg!Ratu Senja sengaja sedikit memperkeras pendaratan kakinya di lantai bambu agar si bocah yang sedang menonjoki buah kelapa mendengar kedatangannya.Benar saja, anak itu sontak menghentikan aksinya dan cepat menengok. Dia pun terkejut melihat siapa yang telah ada di belakangnya.“Eh, Nyai Sakti!” sebut anak yang adalah Ardo Kenconowoto. Dia segera berbalik dan menjura hormat.“Rupanya kau, Aldo,” ucap Ratu Senja pula cukup ter
Di saat dua pertarungan pendekar dan dua pertempuran berlangsung sengit, tiba-tiba ada pasukan lain yang datang mendekat ke Lembah Jepit. Prajurit pasukan itu mengenakan seragam warna hijau-hijau, tapi tidak seperti seragam hansip.Semua orang yang sedang punya kepentingan di lembah tersebut tahu bahwa itu adalah pasukan kadipaten. Jika melihat dari panjinya, mereka adalah pasukan Kadipaten Dadariwak dan Kadipaten Babatoto.Melihat kedatangan pasukan kadipaten yang dipimpin oleh Komandan Cecak Godok dan pendekar Codet Maut, para arjunasiwa yang memimpin serta pasukannya merasa senang karena pasukan kadipaten datang membantu.Sementara di tempatnya, Urak Sepadan, Anggar Sukolaga, Guntur Murka, dan Angkel Asap memantau pertempuran tersebut.“Seraaang!” teriak para prajurit kadipaten.Mereka akhirnya masuk menyerbu ke dalam pertempuran.“Aak! Aak! Akh…!” jerit para prajurit Kerajaan Panesahan saat mereka justru diserang oleh para prajurit pasukan kadipaten.Alangkah terkejutnya para perw
Pendekar kerajaan yang bernama Perwira Hidung Baja berdiri gagah menghadang Ardo Kenconowoto dan Iblis Jelita yang berbagi satu punggung kuda. Mentang-mentang kedua jagoan itu sudah terluka parah, Perwira Hidung Baja baru muncul setor hidung.“Turun dan menyeraaakh!” seru Perwira Hidung Baja yang berujung jeritan seiring tubuhnya terlempar jauh ke samping.Tiba-tiba muncul sosok gemuk Iblis Satu Kaki yang datang melesat dari samping kiri secepat rudal jet tempur. Dia langsung menabrak tubuh Perwira Hidung Baja tanpa rem. Karena itulah Perwira Hidung Baja terpental pergi dari depan kuda Iblis Jelita.Tabrakan dahsyat itu mengejutkan semua orang. Perwira Hidung Baja menghantam keras tanah lembah yang hangus dan berguling-guling.Agar tidak malu, meski sudah terlanjur malu, Perwira Hidung Baja buru-buru bangkit berdiri. Untung wajahnya hitam oleh noda arang rumput lembah yang sebelumnya dibakar oleh Pendekar Raja Neraka, jadi malunya cukup tertutupi.“Frukrr!” Perwira Hidung Baja malah m
Blar blar blar…!Ketika tangan Nini Lanting yang bersinar putih menyilaukan ditusukkan ke arah langit, maka tanah sekitar dirinya dan termasuk di posisi Iblis Jelita berdiri meledak.Tanah-tanah berumput terbongkar mengudara. Namun, ketika ilmu Kiamat Kecil itu terjadi, sosok Iblis Jelita menghilang di mata para penonton biasa. Menghilangnya Iblis Jelita diikuti gerak wajah si nenek yang memandang ke langit.Dari arah langit meluncur cepat sosok Iblis Jelita dengan posisi kepala dan tangan di bawah, kedua kaki lurus di atas. Pada ujung tangannya yang menempel lurus ada sinar ungu dan hitam yang saling membaur tanpa saling menguasai. Arahnya tepat ke atas kepala Nini Lanting.Serangan Iblis Jelita dengan ilmu Totok Bumi level grand master itu datang sangat cepat. Tanpa pikir ulang, Nini Lanting menyambut lawannya dengan satu hentakan telapak tangan yang bersinar putih menyilaukan.Buooom!Pertemuan dua kesaktian itu menciptakan ledakan energi yang dahsyat. Tanah di sekitar mereka kemba
Srosss!“Aaakk…!”Dua serangan tapak membara yang mendarat di dadanya, membuat pikiran Ki Lagak sejenak blank dalam mengendalikan puluhan pedang sinar biru. Padahal rombongan energi ilmu Pedang Beranak Seribu itu sedang melesat mengarah Ratu Senja yang notabene ada di depannya.Maka, dengan lenyapnya sosok Ratu Senja, jadi justru sebagian pedang sinar biru menusuki tubuh Ki Lagak.Setelah Ki Lagak ditusuki oleh pedang-pedang energi miliknya sendiri, tahu-tahu Ratu Senja muncul lagi seperti dedemit caper di depan Ki Lagak yang terhuyung kesakitan. Kemunculan Ratu Senja yang tanpa tawa atau suara, membuat Ki Lagak tidak menyadari untuk waktu sesaat.Suss!“Hahh!” kejut Ki Lagak ketika baru melihat keberadaan Ratu Senja yang sudah memegang sinar biru gelap Dari ilmu Penghancur Cinta.Bluar!“Hakkr!”Dalam jarak yang sangat dekat, Ratu Senja menghantamkan sinar biru di tangannya kepada Ki Lagak yang mustahil untuk menghindar jika tidak punya ilmu lenyap seperti lawannya. Jalan satu-satuny
Set set!Ternyata pedang biru bagus Ki Lagak bisa dibagi menjadi dua pedang kembar yang lebih tipis. Dengan ilmu pengendali, kedua pedang itu bisa diterbangkan seringan capung tapi secepat anak panah.Ratu Seja tidak menggunakan ilmu perisai semodel sahabatnya Iblis Jelita, tetapi dia menggunakan ilmu Tinju Belut Peri. Ada yang ingat dengan ilmu ini?Kedatangan dua pedang yang sifatnya menusuk, cukup diadu dengan tinju kedua tangan Ratu Senja yang terlihat tinju biasa. Ketika pedang tinggal sejengkal jaraknya dari kepalan tangan janda awet itu, pedang akan melenceng arah, seperti terpeleset di lantai bersabun.Setelah terpeleset tanpa menyentuh tangan atau raga Ratu Senja, kedua pedang terus terbang dan berbalik atau berbelok arah yang tetap memburu tubuh indah Ratu Senja. Sepertinya Ki Lagak sudah terlalu tua, sehingga dia tega ingin menghancurkan keindahan yang lawannya miliki.Semua upaya serangan dua pedang kembar terbang gagal. Selalu terpeleset dan terpeleset lagi. Ki Lagak samp
Setelah pertarungan antara Ardo Kenconowoto berakhir dengan hasil berkurangnya satu anggota Keturunan Darah Emas, Nini Lanting semakin menggila dalam bertarung melawan Iblis Jelita.Begg! Pagg! Begg begg! Pagg pagg!Pukulan tinju dan telapak tangan yang bertenaga dalam tinggi dilancarkan menghantam dinding sinar ungu bening dari ilmu perisai Lapis-Lapis Kulit Bawang, semakin tipis, semakin menerawang.Tinju pertama tidak menghancurkan dinding sinar ungu, tapi hantaman telapak tangan yang disusulkan kemudian menghancurkan dinding pertama.Nini Lanting kembali maju selangkah dan melancarkan dua pukulan beruntun untuk menghancurkan lapisan kedua. Namun, setelah itu Iblis Jelita kembali memunculkan ilmu perisai yang sama dengan sebelumnya, membuat Nini Lanting harus menghancurkan dua lapis perisai Lapis-Lapis Kulit Bawang lagi.Suara hantaman pukulan kepada dinding perisai terdengar keras, membuat orang-orang yang mendengar bergetar hatinya. Bergetar bukan karena cinta, tapi bergetar ikut
Tubuh Ardo berguling melintasi api yang membakar rumput. Cepatnya gulingan tubuhnya membuat dia tidak sempat terbakar. Maklum pendekar saktinya sedang sibuk.Ardo cepat bangkit di antara kobaran api yang membakar lahan di mana-mana. Memang agak runyam jika melawan Pendekar Raja Neraka, api di mana-mana.Sosss!Belum sempurna fokus pandangan Ardo, serangan gelang-gelang sudah datang lagi.“Lelele…!” teriak Ardo sambil lari kencang ke samping, membuat serangan seperti selang api panjang itu hanya kian memperparah kebakaran lahan.Iblis Jelita yang bertarung sengit di sisi lain hanya tersenyum tipis saat mendengar lolongan Ardo, tanpa tertarik untuk melirik kepada murid dan calon suaminya itu.Ardo berlari kencang mengelilingi posisi Cukil Bugir.Sosss!Cukil Bugir kembali memburu Ardo dengan melesatkan barisan gelang-gelang api. Namun, Ardo seperti jagoan yang jika ditembak tidak kena-kena.Sing! Ctarr! Ses ses ses…!Setelah lolos lagi dari serangan, sambil terus berlari, Ardo melesatka
“Lelaki tampan mana yang kau pilih untuk dibunuh?” tanya Iblis Jelita kepada Ratu Senja sambil memandang kepada Ki Lagak dan Cukil Bugir. “Aku pilih Ki Lagak saja, agar yang suka marah-marah jatahnya Ardo,” jawab Ratu Senja sembari tersenyum semanis mangga matang di hati. “Tapi yang suka malah-malah namanya siapa, Nyai Latu?” tanya Ardo yang membuat ketiga calon lawan mereka tahu bahwa ternyata pemuda itu cadel. “Namanya Cukil Bugir, bergelar Pendekar Raja Neraka,” jawab Ratu Senja. “Oooh Cukil Bugil. Pendekal Laja Nelaka,” sebut ulang Ardo yang membuat Ratu Senja tersenyum lebar dan Cukil Bugir mendelik sewot. “Jangan coba-coba kau menyebut nama agungku lagi, Pemuda Cadel!” ancam Cukil Bugir yang tidak rela namanya beruba jadi mesum jika disebut oleh Ardo. “Tenang saja, Kek. Aku tidak akan menyebut nama Cukil Bugil lagi,” kata Ardo seraya tersenyum santun tapi menjengkelkan bagi Cukil Bugir. “Tapi kau masih menyebutnya!” bentak Cukir Bugir lalu…. Clap! Dak dak! Tiba-tiba ka
Iblis Jelita tetap di punggung Surami, berhadapan dalam jarak tiga tombak dengan kereta kuda putih yang diapit oleh Ki Lagak alias Pendekar Pedang Bersayap dan Cukil Bugir alias Pendekar Raja Neraka.Sementara empat murid berkuda Nini Lanting posisinya ada di belakang, seolah-olah mereka dilarang untuk turun tarung karena cukuplah yang tua-tua saja yang turun ke ambang kematian untuk memetik nyawa.Semua mata penonton yang berada di sekeliling area Lembah Jepit terpusat kepada mereka. Yang mereka tunggu jelas adegan tarung yang seru sampai ada yang tumbang bersimbah darah dan nyawa melayang.“Apakah Keturunan Darah Emas akan menghabiskan diri hanya di tangan seorang Iblis Jelita?” kata Iblis Jelita datar.“Kesombonganmu akan berakhir di sini, Iblis Jelita!” seru Pendekar Raja Neraka.“Hihihi! Berkaca tapi tidak pernah melihat wajah sendiri. Satu per satu Keturunan Darah Emas datang menantang menyombongkan diri. Pendekar Pedang Kayu saja mempermalukan diri di tangan muridku, pendekar y