Maghadasura yang kesal segera memerintahkan seratus pedang emas menghujani Widura Sri Mada. Ia pun melesak cepat mengikuti seluruh pedang emasnya yang menyerang Widura secara bersamaan."Kau pikir semua pedang itu bisa membunuhku?"Seluruh pedang emas berhenti. Di saat Maghadasura ingin mengayunkan pedangnya, Widura menahan gerakan pedang tersebut dengan tangannya yang bahkan belum menyentuh pedang tersebut. "Apa?!""Ia bisa menghentikan serangan pedang emasku?!" Maghadasura merasa ada yang aneh. Widura langsung memerintahkan pedang emas untuk berbalik memburu Maghadasura. Seluruh pedang itu melesak cepat dan menghujani tubuh iblis tersebut. Untungnya, Maghadasura bisa menghindari seluruh serangan tersebut. Ia tidak menyangka bila serangannya bisa dibalikkan begitu cepat."Bagaimana mungkin kau melakukan semua itu?" Maghadasura merasa ada yang aneh dengan Widura."Kau kira aku adalah pengendali pasir?" Widura bicara."Bila kau bukan pengendali elemen pasir, lalu apa yang kau kendali
Di saat Gajah Angin dan Risang Kukang sedang berhadapan dengan para prajurit Nuswapala, Banyu Samudra meladeni undangan dari Raktabija. Ia mengumpulkan energi alam untuk memperkuat dirinya. Banyu Samudra adalah anggota Bhayangkara yang menggunakan elemen air. Namun dirinya tidak bisa mengubah air menjadi es seperti yang dilakukan oleh Dewi Sari Kencana."Kalau begitu, maju dan lawan aku!" Raktabija bicara dengan lantang. Banyu Samudra melapisi kedua tangannya dengan selubung air. Di kedua kakinya tersemat selimut energi berwarna biru yang membuat dirinya bisa mengubah uap udara di sekelilingnya menjadi lapisan air tipis yang bisa diinjak saat dirinya bergerak. "Teknik tinju air; Braja Banyu!"Banyu Samudra bergerak cepat dengan berpijak di lapisan air yang tersebar di udara. Ia mengayunkan tinju miliknya dan membuat tubuh dari Raktabija berlubang hanya dengan sekali pukulan. Darah dari wanita iblis itu berceceran di tanah. Namun anehnya, iblis tersebut justru tertawa dan seperti ti
Ayunan pedang darah milik Raktabija mengenai dada Asura. Namun saat pedang itu menyayat dada sang iblis api, tubuh Asura justru meleleh menjadi cairan lahar yang panas. "Apa?!""Ia menipuku?" Raktabija langsung menoleh ke sana kemari. Ia mencari keberadaan Asura di mana. "Kau mencariku?" Asura berada jauh di belakang Raktabija. Sosoknya yang menjadi seorang pria tampan dengan rambut pendek dan pupil mata berwarna merah tua serta mengenakan pakaian seperti jubah berwarna merah tua, membuat dirinya begitu mempesona. Ia terlihat begitu santai menghadapi adiknya."Kau tidak memiliki niat sama sekali untuk melawanku?!" Raktabija menunjuk Asura dengan pedangnya. "Tidak ada. Sebenarnya aku sama sekali tidak ingin melawan kalian semua, kecuali Indrajit Maghanada. Ia harus dikasih pelajaran serius mengenai keterlibatan bodohnya dengan dunia manusia." Asura menatap Raktabija dengan mata sayup ke bawah. "Kenapa?! Apa kau mengasihani kami?!" Raktabija mulai jengkel dengan gaya sok keren mil
Para Buto milik Raktabija berhasil mengacaukan formasi dan membunuh para prajurit di garis depan. Macan Ireng bahkan harus mundur ketika mereka berhasil menerobos tebalnya dinding emas. Bersama dengan beberapa prajurit tersisa, Macan Ireng mencoba untuk menghalau laju para Buto untuk lebih jauh memasuki wilayah ibukota emas. "Elemen api sangat susah dilakukan. Aku tidak memilikinya sama sekali." Macan Ireng berusaha keras untuk berpikir. "Di lain tempat, Widura ingin agar Adityawarman membantu Macan Ireng untuk melawan pilihan Button yang sudah memasuki ibukota emas. "Pangeran tolong bantu Macan Ireng. Dan apakah raja sudah bersiap untuk pergi?" Widura Sri Mada menoleh. "Ia sudah dikawal oleh anggota Bhayangkara lainnya. Ayahku sudah pergi sedari tadi. Meski cukup berat katanya meninggalkan makam ibu ratu, namun ia akhirnya paham dan mengerti." Adityawarman merasa tidak sanggup saat melihat tetesan air mata ayahnya tertumpah ke lantai. "Perang ini akan berakhir bila sang raja tew
Adityawarman menatap ke arah Maghadasura yang mengenakan zirah api neraka. Iblis itu turun dan menginjakkan kakinya ke tanah. Seketika lantai ibukota emas yang ia injak langsung meleleh. "Widura, apa aku boleh melawan iblis ini?" Adityawarman bertanya menggunakan kontak batin. "Silahkan, tapi bila kau butuh bantuan, katakan saja." Widura masih memperhatikan medan perang lainnya. Di tempat lain, Raktabija telah hangus menjadi abu. Asura meratapi kematian adik perempuan kesayangannya. Ia meminta Dewi Sari Kencana untuk mendoakan adiknya dan memohon untuk mengampuni nyawanya."Ia hanya pion yang diperintah oleh Indrajit Maghanada. Aku mohon kepadamu, maafkan adikku itu." Asura menoleh ke arah Dewi Sari Kencana. "Aku mengerti. Kalau begitu kita harus pergi untuk memburu Indrajit dan Aji Kala Karna." Dewi Sari Kencana menatap Asura dengan tekad yang bulat. "Aku tahu ia di mana, sebaiknya kita segera pergi!" Asura langsung melesak
Dewi Sari Kencana terduduk pilu dengan kesedihan atas kehilangan Aditywarman. Tangis pun pecah, bersamaan dengan teriakannya. Asura belum mengerti apa yang terjadi. Ia mencoba menghibur temannya dan berusaha menenangkan dirinya. "Apa yang terjadi?""Kenapa kau tiba-tiba menangis seperti ini?""Dewi?"Asura memeluk erat temannya itu. Ia masih mencoba menenangkannya. "Adityawarman, ia sudah tewas.""A–Aku seharusnya mempercayaimu untuk membantunya melawan Maghadasura. Namun aku terlalu bodoh karena percaya dengan kemampuannya!" Dewi Sari Kencana merasa ini adalah salahnya. "Jangan salahkan dirimu. Maghadasura sangatlah kuat. Ia dijuluki sebagai dewa perang dari neraka karena suatu alasan." Asura menepuk-nepuk punggung Dewi Sari Kencana. "Aku harus membalaskan dendam Adityawarman! Bukan, begitu?!" Dewi Sari Kencana berusaha berdiri. Ia melepaskan pelukan Asura. Asura melihat ada dendam yang mengalir dan terpancar di kedua mata Dewi Sari Kencana. Wanita itu bahkan mencabut pedangnya
Aji Sangkala telah sampai di tempat raja Swarnabhumi. Meski pun sang raja masih berada di tengah perjalanan menuju ke benteng besar perak, namun Aji Sangkala tetap menemuinya. Ia meletakkan mayat dari Adityawarman dan berusaha menutup luka dari mayat itu dahulu. Aji Sangkala juga meletakkan Patih Widura Sri Mada di depan raja Swarnabhumi. Ia segera menggunakan energi miliknya untuk menutup luka Widura. "Anakku!" Raja Swarnabhumi menangis tersedu-sedu. Ia meratapi kembali kematian anaknya. "Maafkan aku. Aku tidak bisa menjaga pangeran Adityawarman." Widura berusaha bangkit dan menundukkan kepalanya ke arah raja. Ia merasa bersalah.Raja telah diberi pengertian oleh Ki Janggan Nayantaka. Ia tahu bila perang ini akan merenggut banyak nyawa. Dan tidak menutup kemungkinan juga akan merenggut orang-orang yang ia sayangi. "Berdirilah Widura. Bantu aku untuk membawa tubuh Adityawarman ke benteng besar perak. Kita harus memakamkannya di sana." "Ini adalah perang. Aku harus memakluminya. L
Bola api melesak cepat ke arah Arya Santanu. Bila bola api tersebut sampai menghantam ibukota emas, maka seluruh wilayah di ibukota emas, termasuk istana, juga akan musnah. Dengan membentuk sebuah busur panah di tangan kirinya, ia melepaskan satu anak panah cahaya menuju ke bola api raksasa. WUSH!!!"Pindahlah!" Arya Santanu bicara dalam hatinya sambil tersenyum. Tatapan kedua matanya pun sangatlah biasa. Ia seperti tidak terlalu menakuti bola api raksasa tersebut. Dan ketika anak panahnya bersentuhan dengan bola api tersebut, seketika bola api raksasa menghilang dengan cepat. "Apa?!""Ke–ke mana bola api milikku?!" Maghadasura merasa terkejut. Ia tidak merasakan energi besar dari bola api tersebut. DUUUM!!!DUUUAR!!!Namun tidak lama kemudian dari arah lautan, di mana semua kapal milik Kalimanthana bersandar, ledakan besar terjadi hingga menciptakan arus gelombang air laut dan gelombang kejut yang besar. Embusan udaranya pun sampai terasa ke tempat Arya Santanu dan Maghadasura