Ayunan pedang darah milik Raktabija mengenai dada Asura. Namun saat pedang itu menyayat dada sang iblis api, tubuh Asura justru meleleh menjadi cairan lahar yang panas. "Apa?!""Ia menipuku?" Raktabija langsung menoleh ke sana kemari. Ia mencari keberadaan Asura di mana. "Kau mencariku?" Asura berada jauh di belakang Raktabija. Sosoknya yang menjadi seorang pria tampan dengan rambut pendek dan pupil mata berwarna merah tua serta mengenakan pakaian seperti jubah berwarna merah tua, membuat dirinya begitu mempesona. Ia terlihat begitu santai menghadapi adiknya."Kau tidak memiliki niat sama sekali untuk melawanku?!" Raktabija menunjuk Asura dengan pedangnya. "Tidak ada. Sebenarnya aku sama sekali tidak ingin melawan kalian semua, kecuali Indrajit Maghanada. Ia harus dikasih pelajaran serius mengenai keterlibatan bodohnya dengan dunia manusia." Asura menatap Raktabija dengan mata sayup ke bawah. "Kenapa?! Apa kau mengasihani kami?!" Raktabija mulai jengkel dengan gaya sok keren mil
Para Buto milik Raktabija berhasil mengacaukan formasi dan membunuh para prajurit di garis depan. Macan Ireng bahkan harus mundur ketika mereka berhasil menerobos tebalnya dinding emas. Bersama dengan beberapa prajurit tersisa, Macan Ireng mencoba untuk menghalau laju para Buto untuk lebih jauh memasuki wilayah ibukota emas. "Elemen api sangat susah dilakukan. Aku tidak memilikinya sama sekali." Macan Ireng berusaha keras untuk berpikir. "Di lain tempat, Widura ingin agar Adityawarman membantu Macan Ireng untuk melawan pilihan Button yang sudah memasuki ibukota emas. "Pangeran tolong bantu Macan Ireng. Dan apakah raja sudah bersiap untuk pergi?" Widura Sri Mada menoleh. "Ia sudah dikawal oleh anggota Bhayangkara lainnya. Ayahku sudah pergi sedari tadi. Meski cukup berat katanya meninggalkan makam ibu ratu, namun ia akhirnya paham dan mengerti." Adityawarman merasa tidak sanggup saat melihat tetesan air mata ayahnya tertumpah ke lantai. "Perang ini akan berakhir bila sang raja tew
Adityawarman menatap ke arah Maghadasura yang mengenakan zirah api neraka. Iblis itu turun dan menginjakkan kakinya ke tanah. Seketika lantai ibukota emas yang ia injak langsung meleleh. "Widura, apa aku boleh melawan iblis ini?" Adityawarman bertanya menggunakan kontak batin. "Silahkan, tapi bila kau butuh bantuan, katakan saja." Widura masih memperhatikan medan perang lainnya. Di tempat lain, Raktabija telah hangus menjadi abu. Asura meratapi kematian adik perempuan kesayangannya. Ia meminta Dewi Sari Kencana untuk mendoakan adiknya dan memohon untuk mengampuni nyawanya."Ia hanya pion yang diperintah oleh Indrajit Maghanada. Aku mohon kepadamu, maafkan adikku itu." Asura menoleh ke arah Dewi Sari Kencana. "Aku mengerti. Kalau begitu kita harus pergi untuk memburu Indrajit dan Aji Kala Karna." Dewi Sari Kencana menatap Asura dengan tekad yang bulat. "Aku tahu ia di mana, sebaiknya kita segera pergi!" Asura langsung melesak
Dewi Sari Kencana terduduk pilu dengan kesedihan atas kehilangan Aditywarman. Tangis pun pecah, bersamaan dengan teriakannya. Asura belum mengerti apa yang terjadi. Ia mencoba menghibur temannya dan berusaha menenangkan dirinya. "Apa yang terjadi?""Kenapa kau tiba-tiba menangis seperti ini?""Dewi?"Asura memeluk erat temannya itu. Ia masih mencoba menenangkannya. "Adityawarman, ia sudah tewas.""A–Aku seharusnya mempercayaimu untuk membantunya melawan Maghadasura. Namun aku terlalu bodoh karena percaya dengan kemampuannya!" Dewi Sari Kencana merasa ini adalah salahnya. "Jangan salahkan dirimu. Maghadasura sangatlah kuat. Ia dijuluki sebagai dewa perang dari neraka karena suatu alasan." Asura menepuk-nepuk punggung Dewi Sari Kencana. "Aku harus membalaskan dendam Adityawarman! Bukan, begitu?!" Dewi Sari Kencana berusaha berdiri. Ia melepaskan pelukan Asura. Asura melihat ada dendam yang mengalir dan terpancar di kedua mata Dewi Sari Kencana. Wanita itu bahkan mencabut pedangnya
Aji Sangkala telah sampai di tempat raja Swarnabhumi. Meski pun sang raja masih berada di tengah perjalanan menuju ke benteng besar perak, namun Aji Sangkala tetap menemuinya. Ia meletakkan mayat dari Adityawarman dan berusaha menutup luka dari mayat itu dahulu. Aji Sangkala juga meletakkan Patih Widura Sri Mada di depan raja Swarnabhumi. Ia segera menggunakan energi miliknya untuk menutup luka Widura. "Anakku!" Raja Swarnabhumi menangis tersedu-sedu. Ia meratapi kembali kematian anaknya. "Maafkan aku. Aku tidak bisa menjaga pangeran Adityawarman." Widura berusaha bangkit dan menundukkan kepalanya ke arah raja. Ia merasa bersalah.Raja telah diberi pengertian oleh Ki Janggan Nayantaka. Ia tahu bila perang ini akan merenggut banyak nyawa. Dan tidak menutup kemungkinan juga akan merenggut orang-orang yang ia sayangi. "Berdirilah Widura. Bantu aku untuk membawa tubuh Adityawarman ke benteng besar perak. Kita harus memakamkannya di sana." "Ini adalah perang. Aku harus memakluminya. L
Bola api melesak cepat ke arah Arya Santanu. Bila bola api tersebut sampai menghantam ibukota emas, maka seluruh wilayah di ibukota emas, termasuk istana, juga akan musnah. Dengan membentuk sebuah busur panah di tangan kirinya, ia melepaskan satu anak panah cahaya menuju ke bola api raksasa. WUSH!!!"Pindahlah!" Arya Santanu bicara dalam hatinya sambil tersenyum. Tatapan kedua matanya pun sangatlah biasa. Ia seperti tidak terlalu menakuti bola api raksasa tersebut. Dan ketika anak panahnya bersentuhan dengan bola api tersebut, seketika bola api raksasa menghilang dengan cepat. "Apa?!""Ke–ke mana bola api milikku?!" Maghadasura merasa terkejut. Ia tidak merasakan energi besar dari bola api tersebut. DUUUM!!!DUUUAR!!!Namun tidak lama kemudian dari arah lautan, di mana semua kapal milik Kalimanthana bersandar, ledakan besar terjadi hingga menciptakan arus gelombang air laut dan gelombang kejut yang besar. Embusan udaranya pun sampai terasa ke tempat Arya Santanu dan Maghadasura
Aji Sangkala segera berpindah tempat dengan kekuatan petirnya. Ia muncul kembali di tengah-tengah kedua iblis itu. Aji Sangkala segera membawa keduanya pergi dengan teknik dimensi miliknya. Sambil melontarkan senyum ke arah Arya Santanu, ia berpamitan dengan muridnya. "Di–di mana ini?" Vritra terkejut. Tiba-tiba ia sudah berada di tempat yang berbeda. "Kau! Ke mana kau membawa kami pergi!" Rahvana menunjuk Aji Sangkala dengan kesal. "Selamat datang di dimensi milikku. Di tempat ini, aliran waktu sangatlah unik. Seratus tahun di tempat ini sama dengan sepuluh menit di dunia sana. Tapi sebenarnya relatif juga, intinya itu semua tergantung pada diriku sebagai penguasa dimensi ini. Jadi, kita bisa menghabiskan waktu yang cukup lama di tempat ini." Aji Sangkala tersenyum. Vritra merasa kesal dengan aksi tiba-tiba Aji Sangkala yang berani sekali membawanya ke tempat lain. Ia tidak lagi berbasa-basi, Vritra yang merupakan iblis dengan wujud asli seekor naga langsung menyerang Aji Sangkal
Aji Sangkala membawa Vritra ke dunia dimensi yang dipenuhi oleh lembah, hutan dan gunung-gunung tinggi. Di sepanjang mata memandang semuanya terlihat hijau. Dan ditengah-tengah daerah tersebut adalah wilayah kosong yang tidak ditumbuhi oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. "Setelah aku mengalahkanmu, aku akan segera menghabisi Indrajit Maghanada bersama dengan saudaraku sendiri, Aji Kala Karna." Aji Sangkala telah mengucapkan sumpahnya. "Jadi, kau adalah saudara kandung dari Aji Kala Karna?"HAHAHAHA!!!"Kalian sangat berbeda sekali!" Vritra tertawa tiada henti. "Tertawalah sepuas hatimu. Aku akan mengubahnya menjadi tangisan dan darah." Aji Sangkala tersenyum ke arah Vritra. Mendengar hal itu, Vritra menjadi naik darah. Ia memanggil empat naga penguasa empat elemen dasar. Vritra adalah sang raja naga iblis, ia bisa memanipulasi dirinya sendiri menjadi beberapa bayangan diri. Setiap bayangan bisa berubah menjadi naga yang ia inginkan. Dalam perang seratus tahun yang lalu, Vritra b